My Only Love: Aku Hanya Bisa Mencintaimu

Sikap Chleo



Sikap Chleo

3Axelard hanya memesan satu minuman di kafe sambil menunggu Chleo. Pandangannya beralih ke jalanan luar seolah sedang menikmati pemandangan suasana Natal yang sebentar lagi akan tiba. Tapi yang sebenarnya dia sedang melihat hal lain melalui mata Falcon.     

Dia mengawasi Chleo dan mengikuti kemanapun Chleo pergi. Falcon akan terbang rendah hanya agar bisa melihat pergerakan Chleo melalui jendela-jendela yang ada disepanjang koridor kampus. Tentu saja dia tidak perlu khawatir akan menarik perhatian karena Falcon telah membuat tubuhnya menjadi tak terlihat.     

Namun, tiba-tiba saja Falcon tidak bisa melihat Chleo membuat keduanya menjadi panik. Axel sudah menduga, pasti akan terjadi sesuatu pada Chleo mengingat kemarin siang ada anak yang ingin membuat perhitungan dengan Chleo.     

Tanpa disuruh, Falcon langsung melesat dengan cepat mengitari gedung kampus untuk mencari sosok Chleo. Dan akhirnya dia menemukan gadis itu di lapangan terbuka yang terletak di tempat teratas gedung tersebut.     

Lapangan itu tampak kotor dengan berbagai macam barang yang tak terpakai berkumpul disana. Jelas sekali tempat itu adalah tempat pembuangan barang-barang besar yang sudah tak berguna. Sekali lihat, Axel langsung tahu tempat itu merupakan tempat yang jarang didatangi orang-orang.     

Falcon memanggil para burung yang bersarang didekat daerah kampus untuk membantunya menolong Chleo. Disaat bersamaan Axel menahan Falcon untuk menunggu. Dia merasa penasaran tindakan seperti apa yang akan dilakukan Chleo menghadapi situasi seperti ini.     

Axel merasa terkagum akan keberanian yang dimiliki Chleo. Gadis itu sangat ahli menyembunyikan ketakutannya dan masih bisa menanggapi tiap kalimat lawannya dengan nada menantang. Memiliki penglihatan yang sangat tajam, Falcon masih bisa melihat kedua tangan Chleo yang gemetar.     

Gadis itu pandai menyembunyikannya dengan mencengkeram kedua tali tas ranselnya yang melingkar di bahunya.     

Kekaguman Axel terhadap Chleo semakin besar dan kini dia mengakui dia memang memiliki ketertarikan pada gadis itu.     

Disaat Chleo sudah tidak bisa membela diri lagi, barulah Axel menyuruh Falcon menyerang para gadis tersebut. Axel tersenyum geli ketika melihat reaksi Chleo yang begitu kebingungan dan ingin sembunyi tapi tidak bisa karena dikepung. Ekspresinya sangat menggemaskan sekali.     

Axelard kembali menyesapi kopinya dengan khidmat sambil membuka tablet miliknya. Dia yakin sekali kali ini tidak akan ada yang menghalangi Chleo. Karena itu dia memutuskan membiarkan Falcon sendiri yang mengawasi Chleo sementara dia mengecek salah satu usahanya yang ada di Seatte melalui tabletnya.     

Semalam Dexter telah memberitahunya bahwa perusahaannya membutuhkan seseorang yang mengerti fashion dan mendesign ulang karya designer lama mereka. Design yang sekarang sudah terlalu kuno sementara designer mereka tidak mau menerima masukan dan tetap bersikeras pada karyanya.     

Dexter meminta pendapat pada Axel apakah harus memecatnya atau membiarkannya.     

Jika seandainya Axel hanyalah manusia biasa dan mementingkan bisnisnya, maka dia pasti akan memecat designer itu.     

Namun Axel adalah raja biru dan dia sudah hidup hampir satu abad menyaksikan perjuangan manusia demi sebutir nasi. Karena itu dia memutuskan untuk tidak memecat designer tersebut. Dia tetap akan mempekerjakannya hingga masa pensiunnya tiba. Toh, dalam beberapa tahun kedepan, designer mereka akan mencapai usia pensiun.     

Axel juga masih memiliki beberapa perusahaan yang bergerak di berbagai bidang lainnya yang berpusat di London. Karena itu dia tidak merasa kehilangan jika perusahaannya di Seattle mengalami rugi beberapa puluh juta dolar.     

Setelah selesai mengecek hasil produksi perusahaannya di Amerika, Axel menyimpan kembali tabletnya. Saat itulah dia mendengar lonceng pintu berbunyi tanda seorang pengunjung telah membuka pintu masuk kafe ini.     

Axel tidak mengarahkan pandangannya ke pintu masuk, tapi masih menatap keluar jendela. Dia mengira Chleo masih berada di kampus sehingga dia tidak peduli siapapun yang baru datang atau keluar dari tempat ini.     

Hanya saja dia merasa ada sepasang mata yang menatapnya dengan intens. Dia tidak tahu siapa yang sedang menyelidikinya dan memutuskan menghiraukannya. Tapi lama-kelamaan dia menjadi tidak nyaman dan memutuskan untuk mencari sumber tatapan intens tersebut.     

Dia sama sekali tidak menyangka ternyata yang sedang memandanginya tidak lain adalah Chleo. Ah, kalau dia tahu Chleo sudah datang, dia pasti akan mengalihkan pandangannya pada gadis itu.     

Axel mengulas senyumannya yang biasa tanpa sadar senyumannya itu merupakan senjata maut bagi gadis tersebut. Senyumannya lenyap seketika begitu melihat Chleo menundukkan wajahnya. Ada apa dengan gadis itu?     

Bukankah sedari tadi Chleo memandanginya? Kenapa sekarang dia menghindari matanya?     

Axel bangkit berdiri dan berjalan ke arah kasir. Sesekali matanya akan melirik ke arah Chleo yang masih tidak bergerak dan menundukkan wajahnya.     

Apakah terjadi sesuatu di kampusnya? Axel menanyakan hal ini pada Falcon yang ternyata tidak terjadi apa-apa selain kejadian di atap bersama para sekelompok gadis.     

Lalu apa yang membuat gadis itu berubah?     

Setelah membayar minumannya, Axel berjalan menghampiri Chleo.     

"Hei, kau baik-baik saja?"     

Chleo mendongak sedikit dengan malu-malu lalu menggelengkan kepalanya. "Tidak, aku tidak apa-apa."     

Axel tidak mempercayai jawabannya karena dia sempat melihat rona merah pada gadis mungil dihadapannya. Apakah mungkin Chleo sakit?     

"Kau yakin? Tampaknya kau sedang tidak sehat." Axel menempelkan telapak tangannya pada dahi Chleo.     

"..."     

"..."     

Dan keduanya baru sadar apa yang dilakukan Axel barusan. Axel sendiri merasa terkejut dengan tubuhnya. Bagaimana dia bisa menempelkan tangannya begitu saja ke atas dahi gadis itu seolah tindakannya hanyalah perlakuan normal? Mereka baru bertemu tiga kali! Tapi Axel malah bersikap seperti mereka telah berteman sejak lama.     

Axel hanya bisa berharap Chleo tidak akan menganggapnya pria aneh. Dia menurunkan tangannya dan memasukkan kedua tangannya ke dalam kantong mantelnya. Dia takut kalau dia tidak menyembunyikan tangannya, tangannya akan berkeliaran dan melakukan sesuatu yang tidak diperintahkannya.     

Sementara itu, Chleo yang malang hanya bisa berdiri dengan debaran jantung yang bisa meledak sewaktu-waktu. Wajahnya yang tadinya terasa panas langsung merasa sejuk ketika merasakan suhu dingin di keningnya.     

Ah, betapa enaknya merasakan suhu dingin tersebut. Tiba-tiba saja Chleo memiliki keinginan kuat untuk membuat kedua tangan Axel menutupi seluruh wajahnya.     

Astaga, Chleo! Fokus! Tahan hasratmu!     

Chleo memarahi dirinya sendiri karena sudah berpikir tidak normal. Mana mungkin dia bisa berpikir seperti ini? Mengapa dia menginginkan orang asing menangkup wajahnya? Meskipun kini dia sadar dia telah jatuh hati untuk pemuda ini, tetap saja pikirannya tidak boleh berpikiran murahan seperti ini.     

Pada saat ini Chleo sama sekali tidak memikirkan pangeran esnya. Semenjak dua tahun lalu ketika dia mengenali orang yang salah, Chleo sudah menyerah. Dia memutuskan untuk tidak mencari sosok pangeran esnya lagi. Karena dia yakin, jika pangeran esnya memang berniat untuk menemuinya, maka orang itu pasti akan muncul.     

Itu sebabnya, Chleo sama sekali tidak curiga ketika telapak tangan yang menempel ke keningnya bersuhu dingin sekali.     

Apalagi dengan kondisi Axelard yang masih amnesia, meskipun Chleo memanggilnya dengan julukan 'pangeran es', Axel tidak akan mengingatnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.