Identitas Zero II
Identitas Zero II
"Itu adalah pelangi."
"Pelangi? Kenapa punya banyak warna?"
"Coba kamu hitung ada berapa warna disana?"
"Satu..dua..tiga..lima..enam..tujuh..sepuluh."
Suara tawa renyah terngiang-ngiang di benaknya.
"Cathy, setelah angka tiga adalah empat, bukan lima. Dan setelah tujuh adalah delapan. Nah, ayo coba sekali lagi."
"Satu, dua, tiga, empat, tujuh, delapan, sepuluh!"
"Hmm.. masih bukan. Coba lagi." ucap ayahnya dengan lembut.
"Satu, dua, tiga, empat, tujuh.."
"Lima.." bisik seseorang membenarkannya.
"Lima," ulang Cathy, "Enam, tujuh?"
"Benar sekali. Putri papa memang sangat pintar." puji ayahnya membuatnya tersenyum senang.
"Pelangi.. Cathy sangat suka pelangi."
"Kenapa?"
Sekarang dia ingat kenapa waktu itu dia menyukai pelangi. Pelangi selalu muncul di hari ulang tahunnya. Pelangi selalu membuat kedua orangtuanya tersenyum dan tertawa bersamanya. Dia juga ingat ayahnya selalu membelikan baju dengan motif warna pelangi.
'Coba lihat, anakku mendapatkan juara di kelasnya.'
Cathy teringat ayahnya sering membanggakannya dihadapan seluruh teman-teman Daniel.
'Bukankah putri papa yang paling cantik, pintar dan menggemaskan? Papa beruntung sekali punya Cathy sebagai anak papa.'
Cathy ingat dia pernah digendong ayahnya dengan gembira sembari memutar tubuh mungilnya di udara.
Sekali lagi air mata mengalir di Cathy.
Cathy tidak tahu mengapa baru sekarang dia mengingat kenangan indah bersama ayahnya. Apakah mungkin karena sebentar lagi dia akan mati sehingga membayangkan masa lalunya yang nyaris dia lupakan?
Cathy sudah mempersiapkan diri, dia memejamkan matanya saat merasakan pria yang diserangnya tadi menyerangnya dalam gerakan cepat. Dia menggigit bibirnya mengantisipasi rasa sakit yang akan datang.
Anehnya, rasa sakit itu tidak kunjung datang. Malahan dia merasakan tepukan pelan pada puncak kepalanya... persis seperti apa yang diingatnya barusan.
Cathy memberanikan diri membuka matanya dan terkejut saat melihat seorang pria memakai topeng bewarna hitam sedang berjongkok menepuk kepalanya dengan lembut. Zero. Orang dihadapannya adalah Zero.
Ada perasaan lega dan takut meliputi hatinya. Bagaimana kalau orang ini bukan Zero? Bagaimana kalau orang lain sedang menyamar sebagai Zero?
Mengingat banyak orang disekitarnya menyembunyikan identitas masing-masing membuatnya tidak bisa langsung percaya pada orang bertopeng didepannya.
Tangan Zero terangkat dari kepala Cathy dan bergerak membuka topengnya. Kening Cathy mengernyit melihat tindakan orang itu disusul dengan ekspresi terkejut saat melihat wajah dibalik topeng itu.
Secara refleks, Cathy bergerak mundur serta jantungnya berdetak dengan kencang. Dia benar-benar tidak bisa mengerti mengapa dia harus dihadapi sebuah kenyataan baru lagi dan lagi. Kenapa harus dia? Kenapa harus Cathy yang mengalami semua kejadian aneh dan menakutkan ini?
"Percayalah padaku." sahut orang itu dengan tangan terulur ke arah tangannya.
"Bagaimana aku bisa mempercayaimu?" apakah Cathy memang bisa mempercayai orang ini? Tapi bukankah dia tidak memiliki pilihan selain mempercayainya? Apakah memang tidak ada pilihan lain selain percaya pada orang ini?
"Aku tidak bisa memaksamu untuk percaya padaku. Tapi aku ingin kau tahu, jika aku memang tidak peduli padamu, aku sudah membuangmu dari dulu dan membiarkan mereka melukaimu berulang kali."
Cathy menghapus air matanya untuk kesekian kalinya sebelum menerima uluran tangan Zero II. Zero tersenyum kemudian memakai topengnya kembali sebelum bangkit berdiri. Tepat sebelum Zero bangkit berdiri, Cathy telah menahannya terlebih dulu dan memeluk tubuhnya membuat Zero memandangnya dengan bingung.
"Maafkan aku." isak Cathy, "Maafkan aku sudah membencimu selama ini, papa."
Zero II... Daniel membalas pelukan putrinya sambil mendesah.
"Seharusnya aku yang minta maaf.. karena sudah membuatmu menderita selama ini."
"Sebenarnya apa yang terjadi? Bukankah papa ada di rumah sakit? Kenapa papa bisa menjadi Zero? Lalu, apa yang terjadi dengan orang-orang ini?" seketika tubuh Cathy menegang teringat akan sahabatnya.
Cathy segera melepaskan pelukannya dan berjalan mendekati tubuh Kitty.
"Apa yang terjadi pada Kitty? Apakah dia sudah...?" Cathy bertanya masih dengan bercucuran air mata.
"Dia masih hidup. Aku harus segera membawanya ke lab utama milik kami. Kau juga harus segera luar dari sini. Vincent berencana meledakkan tempat ini."
"Vincent ada disini?!"
"Dia salah satu orang kepercayaanku, tentu saja dia ada disini. Lagipula, menurutmu dia akan diam saja saat mengetahui istrinya tertangkap?" Cathy terpaku pada tempatnya tidak bisa menjawab pertanyaan Daniel. "Ayo pergi. Kita tidak punya banyak waktu lagi."
Cathy hanya terdiam dan membiarkan ayahnya.. Zero II menggendong Kitty dan membawanya keluar dari gudang tersebut.
Mereka semua berhasil keluar tanpa harus berhadapan dengan musuh. Tampaknya semua penjaga telah meninggalkan posnya masing-masing untuk mempertahankan tempat ini.
Saat anak buah Aiden mengatakan tempat ini telah dikepung, Cathy mengira lawan Aiden mengepung tempat ini dari luar. Rupanya lawan Aiden malah telah menerobos masuk ke dalam. Dan selama perjalanan mereka menuju keluar gedung, banyak orang berlalu lalang melewati mereka yang tidak lain adalah kelompok tim Zero.
Begitu mencapai pintu terakhir, Cathy membuka pintu dan langsung menyipitkan mata akibat sinar cahaya yang kuat menyerang matanya.
Mendekam di sebuah ruangan yang minim cahaya selama berjam-jam membuat kedua matanya sakit begitu berhadapan langsung dengan sinar matahari.
"Syukurlah nona Catherine baik-baik saja."
Cathy masih membiasakan matanya dengan cahaya matahari tapi masih bisa tersenyum mengenali pemilik suara tersebut.
Zero II segera membawa Kitty masuk ke dalam mobil. Kemudian menyuruh Cathy sendiri masuk menyusul Kitty sementara Zero berniat untuk kembali masuk ke dalam.
Cathy menahan pergelangan tangan Zero dan memandangnya dengan memohon.
"Berjanjilah padaku kau akan kembali." tiba-tiba saja Cathy merasa takut ayahnya akan terluka.
Karena sedang memakai topeng, Cathy tidak tahu seperti apa ekspresi Daniel saat ini. Namun hatinya diliputi perasaan hangat ketika Zero menepuk puncak kepalanya dengan lembut.
"Aku percayakan putriku padamu, Owen. Jangan lakukan kesalahan lagi."
Owen membelalakkan matanya namun mengiyakannya dengan tegas. Setelah memastikan nona keduanya beserta Kitty masuk dan duduk dengan nyaman di bangku belakang, Owen menstarter mobil dan segera melajukannya keluar dari daerah markas utama Aiden.
Selama menyetir, Owen masih merenungkan apa yang baru saja didengarnya. Dia masih terkejut dan belum pulih dari rasa syoknya. Dia bukan terkejut karena nada perintah yang didengarnya, namun dia terkejut dengan kalimat Zero.
Nona kedua adalah putri Zero? Itu berarti Zero adalah ayah dari Catherine? Tapi ayah yang mana? Daniel atau Marcel? Owen bisa mencoret Marcel, karena orang itu pasti tidak akan dipilih menjadi Alpha maupun Zero.
Berarti orang tadi adalah Daniel Paxton? Bukankah Daniel sedang sakit jiwa dan kemudian menghilang tanpa bekas? Jadi selama ini Daniel adalah Zero namun bersikap seolah-olah mencari keberadaan Daniel?! Dan Daniel sendiri berpura-pura menjadi orang gila selama belasan tahun ini?
Yah, itu masuk akal mengingat tidak boleh ada yang tahu jati diri yang sebenarnya dari wajah dibalik topeng. Begitu ada yang mengetahuinya, posisinya harus digantikan oleh orang lain.
Sayangnya, kini Owen mengetahui identitas Zero II. Tampaknya Catherine juga mengetahui identitas Zero, apakah itu berarti setelah ini akan ada Zero III?
Owen tidak memiliki waktu untuk memikirkan hal ini saat menyadari ada lima mobil mengikutinya. Owen segera mempercepat laju mobilnya dan membuat belokan tajam sambil menyalakan sistem program mobilnya.
Menyadari mereka dikejar, Cathy merasa was-was dan gelisah sambil memegangi tubuh Kitty dengan erat.
"Owen apakah kita sedang dikejar?"
"Jangan khawatir nona. Aku mungkin bukan seorang petarung handal, tapi menyetir adalah kemampuan yang kubanggakan."
Apa yang dikatakan Owen memang benar. Berbeda saat Cathy melarikan diri bersama Vincent malam itu. Dengan cerdiknya, Owen mengelabui mobil pengejar satu per satu membuat mobil pengejar menabrak sebuah halangan dengan keras. Secara bertahap jumlah mobil pengejar berkurang. Bahkan mobil yang dikendarai Owen nyaris tak tersentuh.
Selanjutnya mereka memasuki terowongan yang panjang. Sangat sedikit mobil yang menggunakan terowongan memudahkan Owen menambahkan kecepatan mobilnya.
Owen mengetik sesuatu pada program mobilnya yang sedetik kemudian lampu pada terowongan mati dengan serempak. Seketika Cathy tidak bisa melihat apa-apa, bahkan jalanan didepan juga tak bisa dilihatnya. Seluruhnya berubah menjadi gelap gulita kecuali layar pada program di dalam mobil.
Yang membuat Cathy was-was adalah kecepatan mobil tidak menurun dan Owen mematikan lampu mobilnya. Para mobil pengejar tidak bisa melihat mobil Cathy seolah mobilnya berbaur dengan kegelapan.
"Owen, kau masih bisa melihat jalan?"
"Tidak. Saya hanya mengandalkan gps ini." jawabnya santai sambil menunjuk ke arah layar monitornya.
Setelah beberapa menit melintasi terowongan yang gelap, Cathy merasakan tubuhnya terbanting ke kanan yang berarti mereka sedang berbelok tajam ke kiri.
Berikutnya mobil mereka berhenti dan lampu terowongan kembali menyala.
"Ada rekanku yang sudah mengelabui mereka dengan menggunakan mobil yang sama. Kini kita aman." ucap Owen sopan menoleh ke bangku belakang.
"Maksudmu mereka mengejar mobil lain?"
Owen menjawabnya dengan senyuman khasnya.
Jadi, alasan lampu terowongan dimatikan, agar Owen bisa bersembunyi di balik kegelapan sementara rekannya sudah bersiap di dalam terowongan terlebih dahulu? Mereka berbelok sementara para pengejar terus berjalan lurus dan mengejar mobil yang salah?
Cathy menggelengkan kepalanya menyerah. Mau tidak mau dia harus menerima kenyataan identitasnya dan mengalami kehidupan bak film aksi seperti yang pernah dilihatnya.
Cathy tahu seharusnya dia khawatir dan panik dengan situasi sekarang. Tapi dia tidak bisa tidak penasaran apakah mereka akan ganti mobil atau tidak.
Biasanya kalau di film-film, tokoh utama akan berganti mobil agar lebih leluasa bergerak tanpa tertangkap musuh.
"Nona, kita akan pindah ke mobil yang disana." ujar Owen saat membuka pintu belakang.
Cathy mendesah menyadari tebakannya tepat seratus persen.
Cathy membiarkan Owen menggendong Kitty yang sudah tidak sadarkan diri.
"Apakah dia akan baik-baik saja?" Cathy teringat akan apa yang dikatakan Aiden mengenai efek racun itu. Setelah tertidur, Kitty tidak akan terbangun lagi dan kemudian mati.
Kini Kitty sudah tertidur, apakah itu berarti dia tidak akan terbangun?
"Dia akan baik-baik saja. Saya yakin Zero sudah memberikan penawarnya. Kita hanya perlu membawanya ke lab untuk memastikannya."
Barulah Cathy bisa bernapas lega mendengarnya. Selama Kitty baik-baik saja, dia tidak akan meminta apa-apa. Mungkin dia penasaran dengan identitas Kitty sebagai 'Raja Merah', tapi jika Kitty ingin merahasiakan identitasnya, maka dia juga akan tutup mulut.
Setelah memasukkan Kitty ke dalam mobil, Cathy menyadari sesuatu.
Biasanya di film, mereka akan ganti mobil yang lebih jelek atau mobil curian. Tapi kini mereka menggunakan mobil mewah keluaran terbaru dari Bernz corp?! Yang jumlah produksinya hanya ada tiga di seluruh dunia?!
Sungguh perntanyaan bodoh. Tentu saja mereka bisa memiliki mobil apapun dari perusahaan Bernz, karena salah satu ketua tim inti LS adalah pendiri Bernz grup itu sendiri... Welly Bernz.
Keterkejutannya belum berakhir sampai di mobil mewah yang dinaikinya. Tadinya saat Owen bilang mereka akan ke lab, Cathy mengira mereka akan ke bangunan yang mirip dengan rumah sakit.
Tapi ternyata mereka malah memasuki sebuah gerbang yang tinggi dan lebar, kemudian dihadapannya berdiri sebuah kastil modern yang megah.
Cathy sempat menahan napas dan merasa ngeri akan identitasnya sebagai salah satu pewaris tahta Paxton. Tadinya dia berpikir 'tahta' yang dimaksudkan hanyalah sebagai perumpamaan saja. Siapa yang menyangka Paxton memiliki sebuah kastil? Kastil sungguhan?
Yang lebih mengherankan lagi, lab yang dimaksudkan berada di dalam kastil ini?
Mama.. sebenarnya mama ini siapa? Tanyanya dalam hati pada ibu kandungnya di Surga.