Malam Pertama Part 1 (+18)
Malam Pertama Part 1 (+18)
"Aku tidak percaya tadi itu ciuman pertama kalian." goda Pasha membuat wajah Cathy memerah seperti tomat.
Awalnya Vincent menikmati ekspresi malu-malu Cathy menanggapi gurauan teman-temannya. Tapi lama-kelamaan rasa ingin membela Cathy lebih besar membuatnya ingin membalas pelaku utama yang telah membuat Cathy merona.
"Soph, sepertinya tadi aku melihat Nancy. Apakah mungkin kau mengundangnya?" Vincent bertanya pada Sophia dengan nada serius. Sedetik kemudian dia tidak bisa menahan tawanya melihat Sophia melirik ke arah Pasha dengan sinis.
Melihat Vincent tertawa diikuti teman-teman lainnya membuat Cathy bingung. Pasalnya, hanya Pasha dan Sophia yang tidak tertawa. Pasha duduk dengan salah tingkah sambil menatap Vincent dengan jengkel sementara Sophia menatap Pasha dengan emosi?
"Ooo, jadi kau juga mengundang Nancy huh? Sepertinya kau masih belum bisa melupakannya, kalau begitu mengapa kau menikahiku?"
"Sayang, kau salah paham. Aku mengundang Paul.. siapa yang tahu kalau ternyata kini dia berpacaran dengan Nance."
"NANCE?! Kau masih memanggilnya dengan cinta?"
"Bukan seperti itu..."
"Pst.. ayo kita pergi." bisik Vincent ke telinga Cathy sambil menarik tangan Cathy keluar dari ruangan.
Sambil bergandengan tangan mereka menaiki tangga menuju ke kamar utama milik Vincent... yang kini milik mereka berdua.
"Apa tidak apa-apa mereka dibiarkan seperti itu?" tanya Cathy yang lebih mengkhawatirkan pertengkaran suami istri tadi.
"Biarkan saja. Sudah menjadi kebiasaan mereka. Sebentar lagi mereka akan kembali bermesraan."
Mereka tiba di kamar mereka dan sekali lagi Cathy terkejut akan apa yang dilihatnya. Tadi pagi saat dia terbangun di kamar ini, suasana kamar tersebut terkesan maskulin. Sekali lihat orang akan tahu penghuni kamar itu adalah seorang pria dewasa.
Namun kini kamar itu telah dirombak total. Tadinya ada tempat kosong di sebelah lemari pakaian, kini ada meja rias. Seprei kasur yang tadinya menunjukkan kesan ranjang pria kini diganti dengan motif yang lebih feminim.
Tidak hanya itu ada kelopak bunga bertebaran di kasur membentuk hati besar. Ada juga bunga di atas kepala kasur diantara dua bantal yang tertata rapi.
Cathy menatap seisi ruangan dan bertanya-tanya, apakah ini kamar yang sama saat dia bangun tadi pagi.
Sayangnya dia belum sempat menemukan jawabannya saat kedua lengan besar melingkar ke tubuhnya dari belakang dan aroma lemon yang sangat khas memenuhi hidungnya.
"Akhirnya tidak ada lagi yang bisa mengganggu kita." bisik Vincent. Hembusan nafasnya menerpa telinga Cathy membuat jantung Cathy berdegup dengan kencang.
Wajah Cathy telah merona mendengar bisikan itu, dan semakin merona saat memandang ranjang. Dia telah melupakan satu kenyataan yang wajar. Malam ini.. apakah malam ini dia akan melakukan 'itu' dengan Vincent?
Tentu saja itu pertanyaan bodoh.. karena sudah pasti mereka akan melakukannya karena ini adalah malam pertama mereka sebagai suami istri. Tetap saja.. Cathy merasa hatinya belum siap dan merasa ini semua terjadi dengan begitu cepat.
Vincent merasakan ketegangan Cathy dan tertawa kecil tanpa mengendorkan pelukannya.
"Tenang saja, malam ini kita tidak akan melakukan apapun."
"Tidak?" Cathy mendecak saat menyadari ada nada kecewa pada suaranya.
"Tentu saja aku akan menyerangmu jika kau membuat pertahananku lemah."
Mengerti makna kalimat suaminya, Cathy segera menggelengkan kepalanya dengan cepat.
"Aku tidak akan melakukannya." jawabnya dengan lemah membuat Vincent tersenyum geli.
"Aku punya hadiah untukmu." Vincent melepas pelukannya dan berjalan ke sebuah meja.
Setelah mengambil sebuah kotak, Vincent kembali menghampiri Cathy dan menyerahkan kotak itu pada Cathy.
Cathy mengedipkan mata beberapa kali merasa bingung mengapa suaminya memberikan smartphone padanya.
"Kau tidak ingat aku telah membuang ponselmu? Karena itulah aku menggantikannya."
Mulut Cathy membentuk huruf A tanda mengerti. Cathy menerimanya dengan senang hati dan segera membukanya.
Smartphone baru miliknya jauh lebih canggih daripada ponsel lamanya. Vincent masih memeluknya dan sabar menanti saat Cathy mengecek aplikasi smartphone barunya. Untungnya, Cathy yang pintar bisa langsung menguasai fitur smartphone tanpa membutuhkan waktu yang lama.
Tiba-tiba saja sebuah ide terlintas di pikiran Cathy. Dia teringat akan sesuatu dan merasa penasaran. Cathy ingin memuaskan rasa penasarannya saat itu juga.
"Dimana hapemu?"
Vincent memandangnya tidak mengerti mengapa istrinya meminta hapenya, namun dia tetap memberikannya padanya.
"Apakah nomormu sudah disimpan di hapeku?"
"Tentu saja." untuk pertama kalinya, Vincent tidak bisa langsung menebak jalan pikiran istrinya. Apakah kemampuannya membaca pikiran Cathy sudah menjadi tumpul karena telah berpisah selama setahun?
Terdengar suara nada dering dari arah hape Vincent membuatnya bertanya-tanya siapa yang menghubunginya? Vincent memiliki banyak nomor ponsel untuk menghindar musuh melacak dan mengehack hapenya. Tapi nomor yang ini hanya diketahui Cathy saja. Karena dia memang sengaja membeli nomor pribadi baru khusus untuk Cathy.
Vincent terpaku dan kini dia mulai mengerti rencana cerdik istrinya, dia segera bergerak mengambil ponselnya kembali. Sayangnya, Vincent bereaksi agak terlambat. Istrinya sudah melihat apa yang ingin dilihatnya.
Yang sebenarnya, Cathy sudah merasa penasaran sejak dulu dan ingin melihat apakah benar Vincent menyimpan nomornya dengan nama 'My7' seperti yang diceritakan Felicia? Karena itu dia ingin mengetesnya dengan menelpon nomor pria itu dengan smartphone baru miliknya.
Matanya melebar karena nama yang muncul bukan seperti yang dibayangkannya. Cathy masih terpaku pada tempatnya sama sekali tidak sadar Vincent telah mengambil kembali hapenya.
"Apa kau melihatnya?" tanya Vincent dengan gugup saat Cathy membalikkan tubuhnya karena ingin melihat ekspresi Vincent saat ini.
Cathy tersenyum melihat kegugupan suaminya. Rasanya ingin sekali dia menggodanya membalas kejahilan suaminya setahun lalu. Tapi... saat melihat namanya yang istimewa tersimpan di ponsel Vincent, dia terlalu bahagia. Kebahagiaannya membuatnya tidak ingin menggoda suaminya, tapi ingin...
Cathy berjinjit mengalungkan kedua tangannya ke leher Vincent dan mencium bibir Vincent. Semula Vincent agak terkejut dengan serangan mendadak dari istrinya. Namun sejurus kemudian, Vincent menarik pinggang Cathy untuk menutup celah diantara keduanya dan memperdalam ciuman mereka.
Keduanya berciuman tanpa henti hingga Vincent mengangkat tubuh Cathy. Secara refleks, kedua kaki Cathy terbuka dan melingkar mengelilingi pinggang Vincent. Vincent juga menopang tubuh istrinya dengan menahan bokong Cathy dengan dua tangannya. Vincent membawanya dan duduk di atas ranjang dengan masih melahap bibir Cathy.
Bibir mereka terlepas sesekali hanya untuk mencium leher pasangannya. Tangan Vincent meraba setiap tubuh Cathy sementara Cathy mendesah nikmat sambil mencengkeram rambut hitam Vincent. Siapa yang menyangka rambut Vincent ternyata sangat tebal tapi lembut dikulitnya.
Vincent kembali mencium bibirnya dengan penuh gairah dan butuh kekuatan penuh bagi Cathy untuk melepaskan diri dari ciuman suaminya. Dia masih bisa merasakan tangan Vincent yang mengusap pahanya yang kini terekspos karena rok terusannya terangkat.
Jantung Cathy bergetar hebat merasakan kulit tangan suaminya di atas pahanya dan terus membelainya dengan penuh hasrat. Dengan susah payah, Cathy menelan ludahnya untuk menemukan suaranya.
"Apakah aku sudah merobohkan pertahanmu?" tanya Cathy dengan rona merah seperti sedang kepanasan dan detak jantungnya berdesir cepat membuatnya sulit bernapas.
Sinar mata Vincent dipenuhi dengan takjub melihat kecantikan tiada duanya pada istrinya. Rambut Cathy berantakan dengan seksi serta kedua pipi gadis itu bewarna merah menambah kecantikannya. Belum lagi bibir merah muda yang sangat lembut dan menggiurkan kini agak membengkak akibat ciumannya. Vincent ingin sekali melahapnya jika seandainya Cathy tidak menghentikannya.
"Tergantung apakah kau ingin aku lepas kendali atau tidak." Vincent menyapukan hidungnya ke hidung Cathy dengan senyum jahil.
Cathy berdehem beberapa kali dan mengalihkan pandangannya dari Vincent. Matanya berkeliaran ke seluruh ruangan tanpa tahu harus melakukan apa.
Cathy tahu betul apa yang dia inginkan, dan dia juga merasakan suaminya menginginkan hal yang sama. Hanya saja, Cathy masih ragu... dia ragu apakah dia berhak mengklaim kebahagiaannya bersama Vincent sementara masih ada banyak hal yang harus diselesaikan?
Kinsey masih membenci Vincent... hingga sekarang dia belum bertemu dengan ayah kandungnya, tapi dia yakin ayahnya juga membenci Vincent. Belum lagi dia memiliki kecurigaan bahwa seluruh keluarga Vincent membencinya.
"Aku takut." ungkap Cathy pada akhirnya.
Tanpa perlu menjelaskan lebih detail, Vincent mengerti isi hati Cathy. Keduanya sama-sama menginginkan satu sama lain. Keduanya memiliki keinginan yang sangat kuat untuk saling memiliki.
Vincent tidak mengerti apa yang ditakuti Cathy dengan tepat, namun dia bisa mengerti mengapa Cathy merasa takut. Karena itu Vincent tidak bertindak lebih jauh lagi dan menahan dirinya.
"Apa kau mau melihat bintang?"
Cathy agak bingung mengapa Vincent mengajaknya melihat bintang. Tapi saat menyadari angin dingin sangat bagus untuk membuat pikirannya jernih, Cathy mengiyakannya.
Tadinya Cathy mengira mereka akan ke balkon yang ada di sebelah ranjang mereka untuk melihat bintang. Tidak tahu mengapa, Vincent malah mengajaknya berjalan menuju ke lemari pakaian. Kening Cathy semakin mengernyit saat melihat Vincent membuka pintu lemari tersebut.
Setelah membuka pintu, Vincent menyingkirkan beberapa pakaian ke samping sebelum mendorong dinding lemari. Mata Cathy melebar saat mengetahui ada ruangan tersembunyi di balik dinding lemari.
"Kita akan melihat bintang dengan cara yang tidak biasa. Aku harap kau menyukainya."
Rupanya ada tangga kayu mengarah ke loteng di dalam ruangan tersembunyi tersebut.. Dengan hati-hati, Vincent membantu Cathy menaiki tangga tersebut hingga tiba di loteng.
Cathy menggelengkan kepalanya sadar.. semenjak pertemuannya dengan Vincent, hidupnya diwarnai dengan adegan mendebarkan, menegangkan dan juga misteri. Dia merasa telah menikah dengan seorang pria misterius yang sempurna.
Memang masih ada banyak hal yang masih tidak diketahuinya tentang suaminya. Dia menyadarinya dan mengakuinya. Namun Cathy yakin tidak peduli apapun itu, perasaannya terhadap suaminya tidak akan berubah. Dia pasti masih akan mencintai dan mengagumi suaminya sepenuh hati dan jiwanya.