Merasa Sedih.
Merasa Sedih.
Sementara itu, Qiara menangis sejadi-jadinya di kamar. Ia tidak menyangka akan seperti ini pada akhirnya.
Dia mencintai Julian, akan tetapi diwaktu yang bersamaan ia tidak bisa membohongi perasaannya.
'Ibu, apa yang harus aku lakukan?' Batin Qiara sembari teringat pada ibunya di kota B.
Tepat saat itu, suara ponselnya berbunyi. Seketika itu ia melihat ID pemanggil.
"Bos Maxwell?" Qiara mengerutkan keningnya melihat ID pemanggil itu.
Sebelum menerimanya, Qiara menarik nafas dalam sambil mengusap air matanya.
"Halo bos?" Sapa Qiara terlebih dahulu setelah menggeser icon berwarna hijau di ponselnya.
"Apakah kamu baik-baik saja?" Tanya Maxwell yang bisa merasakan kalau Qiara dalam keadaan kurang baik dari suaranya.
"Aku baik-baik saja! Ada apa bos menelpon?" Jawab Qiara dengan malas.
"Apa kita bisa bertemu hari ini? Ada hal yang ingin aku bicarakan denganmu!"
Qiara terdiam sejenak. Tidak lama setelah itu ia teringat tentang kisah itu. Ia harus bertemu Maxwell untuk mencaritahu kebenaran nya.
"Dimana bos?"
"Aku akan kirim lokasi padamu!"
"Iya."
Setelah itu Qiara segera menutup telponnya. Ia lalu merapikan penampilannya dan menambah make up-nya untuk menyamarkan wajahnya yang sedikit bengkak setelah menangis.
Rumah Nathan.
Setelah selesai bercinta, Clara merasa senang karena Nathan tidak jadi ke London. Ia semakin bahagia saat Nathan mau menyentuhnya lagi.
Tepat saat itu, ia merasakan Nathan berguling ke arah samping lalu turun dari ranjangnya tanpa menggunakan satu helai kain.
Setelah itu ia pergi ke kamar mandi. Clara masih merasa kelelahan sehingga ia memilih untuk tetap tidur di ranjang tanpa bergerak lagi.
Terdengar suara tetesan aliran air dari arah kamar mandi, Clara mencoba membuka matanya lagi lalu menatap sekeliling.
Ia tersenyumpada melihat pakaian yang berserakan di lantai, seketika itu ia teringat kemesraan Nathan. Jari tangannya tanpa sadar meremas selimut dengan pipi yang merah merona.
'Aku berharap kami segera memiliki anak. Sudah berulang kali kamu bercinta dan Nathan tidak pernah membuangnya bahkan sebelum kami menikah, tapi kenapa aku belum juga hamil hingga sekarang?' Batin Clara.
Mereka sudah menikah beberapa bulan, tapi, sikap Nathan terhadapnya masih biasa-biasa saja. Clara pun tidak mengerti apa yang Nathan pikirkan.
Padahal selama menikah, ia selalu melayani Nathan dengan sebaik mungkin. Menyiapkan makanan dan pakaiannya. Melayaninya di ranjang dengan sebaik mungkin. Tapi Nathan belum juga tergerak hatinya untuk mencintai nya.
Apakah bagi Nathan ia hanya pemuas nafsu saja?
Tepat saat itu, pintu kamar mandi terbuka. Clara terpana saat melihat Nathan keluar dari kamar mandi.
Nathan hanya menggunakan handuk di pinggangnya, memperlihatkan bagian depannya yang sangat luas dan bidang sehingga sangat memikat bagi perempuan manapun yang melihatnya.
Wajah Nathan yang tampan memiliki aura yang menggairahkan. Warna bola matanya sangat hitam tapi tatapannya kosong saat melihat Clara. Tidak ada cinta di mata itu untuk Clara.
Nathan melangkahkan kakinya yang tinggi melintas di hadapannya, sama sekali tidak melihat kearah Clara sekalipun.
Setelah itu, Nathan langsung melepas handuk dan mengenakan pakaiannya dgn santai.
Tenaga Clara saat meremas selimut sedikit bertambah, dia menarik napas dgn perlahan.
"Kamu mau kemana?" Tanya Clara dengan nada lemah.
Bukannya menjawab, Nathan malah berjalan kearah ranjang dengan perlahan. Kelopak matanya sedikit terangkat, tatapan matanya tertuju pada badan Clara yang tidak tertutup oleh selimut.
Tidak ada ekspresi apa pun di wajah Nathan, tatapan matanya pun sangat datar, tapi malah memiliki aura tekanan di baliknya, sehingga Clara merasa sedikit resah.
'Apakah dia benar-benar Nathan? Kenapa aku merasakan aura yang berbeda darinya hari ini?' Batin Clara dengan heran.
"Kemanapun aku pergi, itu bukan urusanmu!" Jawab Nathan sambil mengamati paras Clara yang cantik.
Clara tertegun dan kehilangan kata-kata.
Nathan melihat tatapan mata Clara yang kebingungan, lalu tersenyum, seakan-akan sekarang baru mengerti, kemudian menyindirnya tanpa segan. "Aku lupa kalau kamu menganggap dirimu adalah istriku. Oleh karena itu kamu merasa perlu menanyakan semua aktivitasku. Padahal kamu hanya pemuas nafsuku saja yang tidak ada penting saat tidak di butuhkan."
Clara mengepal tangannya. Dia marah tapi tidak bisa menunjukkan nya Nathan karena dia sangat mencintai nya.
"Setidaknya kamu bertanggung jawab padaku karena sudah menikmati tubuhku." Ucap Clara sambil berjuang menahan air matanya.
"Bukankah kamu yang memberikan tubuhmu padaku? Jadi, untuk apa kamu meminta pertanggungjawaban ku? Apa kamu gila?"
Suaranya Nathan sangat lembut tapi menusuk di hati Clara. Ucapan Nathan itu bagaikan anak panah yang menancap tepat di jantungnya. Seketika itu wajah Clara langsung memucat.
Clara sadar kalau dari awal, dialah yang sudah menawarkan tubuhnya untuk Nathan. Tapi Nathan menikmatinya, itu berarti dia berhak meminta pertanggungjawaban Nathan.
Mereka berdua sudah menjadi suami istri, tapi Clara merasa dia bukan istri melainkan pelacur di mata Nathan.
"Apapun yang kamu katakan, tidak akan mampu mengubah kenyataan kalau aku adalah istrimu Nathan Al Vero!" Teriak Clara yang mulai hilang kesabarannya.
Nathan tertawa sinis. Setelah itu jari tangannya yang panjang dan ramping mengangkat dagu Clara dgn lembut, matanya sedikit menyipit, tiba-tiba wajah Clara terlihat semakin memucat.
"Akan aku berikan penjelasan padamu!" Nathan mengatur nafasnya terlebih dahulu sebelum melanjutkan ucapannya.
Clara menunggu apa yang akan Nathan katakan tanpa mengatakan apapun.
"Aku memang menikahi mu. Tapi itu karena paksaan orang tuaku. Dan sejak awal aku sudah mengatakan padamu kalau aku tidak akan pernah bisa mencintaimu atau mengabggapmu seorang istri. Aku tidak perlu memberitahumu siapa orang yang aku cintai bukan? " Kata Nathan sambil tersenyum sinis kearah Clara.
Seketika itu Clara terdiam. Kali ini, ia tidak bisa menahan air matanya lagi karena perasaannya benar-benar sakit mendengar pengakuan jujur Nathan yang keluar begitu saja tanpa memikirkan perasaan nya yang akan terluka.
"Kamu jahat Nathan! Tidakkah kamu sadar kalau aku juga wanita? Aku sama seperti ibumu. Jika kamu menyakiti ku itu artinya kamu juga menyakiti ibumu. " Ucap Clara sambil meneteskan air mata lebih deras lagi.
Nathan tersenyum sinis kearah Clara. Setelah itu ia mencengkram pipi Clara dengan cukup keras sehingga Clara merasa kesakitan.
"Nathan ... Apa yang kamu lakukan?" Tanya Clara dengan susah payah sambil memegang tangan Nathan yang mencengkram pipinya.
Melihat ekspresi Clara yang sedang menahan rasa sakit itu, Nathan malah tersenyum sinis karena ia tidak memiliki rasa kasihan sedikit pun pada Clara.