Terbongkar.
Terbongkar.
Tapi, tidak dengan Virsen. Ia tidak takut sama sekali dengan ancaman Maxwell karena dia sudah sering mendengar nya. Tapi, dia bingung kenapa Maxwell tiba-tiba menyerang mereka. Bukankah semua kesalahan sudah ia limpahkan kepada Tuan Jhosep?
"Sebelum kamu menghukum kami, lebih baik kamu beritahu apa kesalahan kami! Bukankah kamu cerdas?" Kata Virsen sambil mendongak menatap Maxwell.
"Baiklah, aku akan mengingat kalian atas semua kesalahan kalian. Pertama, kalian sudah bekerjasama dengan Jhosep untuk membunuh wanita yang paling aku cintai. Dia dan mobilnya tertabrak hingga mati. Kedua, kalian berada di tempat itu, tapi kalian hanya menolong Julian dan kalian membuat ia tidak ada di tempat kejadian. Dan yang terakhir, kalian sudah menusukku dari belakang dengan membuat perjanjian rahasia dengan musuh bebuyutan kita. Apa kalian masih ingin melapor kepada kakek? Aku tidak yakin dia akan membela kalian." Jelas Maxwell.
Viona dan Virsen terkejut. Rahasia yang begitu rapat bisa Maxwell ketahui, dan mereka tidak mungkin berlindung pada kakek mereka karena kesalahan terakhir yang Maxwell sebutkan akan membuat kakek mereka murka.
Dengan cepat Viona merangkak sambil memeluk kaki Maxwell. Ia menangis sambil berkata, "Tolong jangan berita kakek! Aku tidak ingin kehilangan istana Flory dan kembali menjadi dokter biasa. Aku juga tidak ingin di hukum oleh kakek!"
Viona menangis tersedu. Ia memohon dengan penuh harapan pada Maxwell.
"Aku akan menuruti semua perkataan mu! Asal jangan bilang pada kakek. Dan tolong jalang kembalikan aku ke rumah sakit gila!" Kata Virsen yang juga memohon sambil memeluk kaki Maxwell.
"Ahhh ... " Mereka berdua meringis karena Maxwell mendorong mereka dengan kasar agar melepaskan kakinya.
Setelah itu Maxwell menatap tajam kearah mereka sambil berkata, "Kalian harus membayar dosa kalian dengan cara yang mengerikan. Aku akan memastikan penderitaan hebat kalian akan di mulai dari sekarang sampai kalian merasa ingin mati."
Setelah mengatakan itu, Maxwell mengambil pistolnya.
Bams ... Bams ...
"Ahhh ... " Teriak Viona dan Virsen terdengar sangat keras di kamar itu saat bahu mereka terkena oleh tembakan pistol Maxwell.
Darah mengucur keluar dari bahu mereka yang terkena tembakan. Viona yang selalu hidup mewah dan di manjakan itu menangis sejadi-jadinya sambil menahan sakit.
Pistol Maxwell kedap suara sehingga orang diluar tidak akan mendengarnya selain suara teriakan. Tapi, itu sudah tengah malam sehingga tidak akan ada pelayan yang berlalu lalang.
CCTV juga di hancurkan oleh Maxwell sehingga kejadian malam ini tidak bisa di rekam.
"Tembakan tadi adalah peringatan buat kalian berdua. Jika kalian berani melarikan diri dariku dan menyakiti Qiara lagi, maka aku akan benar-benar membunuh kalian dengan rasa sakit yang luar biasa." Setelah mengatakan itu Maxwell segera keluar dari kamar Viona.
Karena sangat kesakitan, Viona akhirnya pingsan.
"Hey ... Jangan pingsan ... "Teriak Virsen yang sudah biasa terkena luka tembak itu.
Sayangnya Viona tidak bisa sadarkan diri.
Setelah itu, Virsen mengambil ponsel Viona dan membuat panggilan kepada asisten Viona yang juga tinggal di Istana Flory.
Virsen tidak bisa memanggil ambulance ke Istana Flory karena ia tidak mau wartawan akan menulis tentang kejadian malam ini.
Jika semua orang tahu, maka itu sama artinya mencoreng nama baik keluarganya dan membuat kasus baru yang akan merepotkan.
Rumah Julian.
Di waktu yang sama, Qiara masih terbangun. Ia tidak bisa tidur karena menunggu telpon dari Julian.
Dia ingin keluar mencarinya, tapi hatinya tidak enak meninggalkan Zio di rumah bersama pelayan.
Ia pergi ke kamarnya dengan harapan Julian sudah ada di kamar. Tapi, ia hanya menelan rasa kecewa saja.
Qiara berguling bolak-balik di atas tempat tidur. Jelas-jelas dia sangat kantuk tapi malah tidak bisa tdr sama sekali karena perasaannya benar-benar memburuk.
Qiara pun mengambil ponselnya, ia mencoba menghubungi Julian lagi, tapi nomernya masih tidak aktif. Qiara pun menelusuri google dan jari tangannya tidak sengaja mengetik nama Maxwell Adamson di kolom penelusuran.
Saat dia kembali tersadar, layar ponselnya sudah penuh dgn informasi tentang keluarga Adamson.
Lima tahun lalu, Maxwell telah sepenuhnya mengambil alih YM Grup. Dia sangat misterius namun tegas dan cekatan, tindakannya sangat tajam dan ia terkenal sangat cerdas. Sehingga ia tidak butuh waktu lama untuk berhasil mendongkrak popularitas bisnis YM Grup hingga ke tingkat yang puncak.
Dalam waktu 2 tahun, dia sudah menjadi raja bisnis yang misterius menyaingi JJ Grup yang tak tergoyahkan.
Selain hal bisenis, sisanya adalah berbagai berita gossip tentang dia yang merupakan ketua mafia kelas berat di luar negeri. Namun, sebuah akun gosip menyatakan kalau berita itu hanyalah gosip semata sehingga publik tidak takut lagi padanya.
Namun, beberapa orang tertentu tidak akan berani menyinggung nya karena mereka tahu siapa keluarga Adamson dan siapa Maxwell.
Ada satu gossip yang datang dari enam tahun lalu tentang Maxwell yang dekat dengan perempuan misterius. Karena wanita itu ia memohon pada kekek nya untuk di nikahkan bahkan kabarnya perempuan itu sudah dibawa pergi menemui keluarga inti.
Ada juga gosip yang menyatakan kalau Maxwell Adamson pernah bertunangan dengan anak sulung tuan Jhosep yaitu Jasmin Al Vero.
Mata Qiara terbelalak saat membaca tentang perempuan misterius. Ia menduga kalau itu adalah Vania.
'Apa mungkin kakak Vania adalah yang mereka maksud dengan perempuan misterius? Jika ia, itu artinya hubungan Maxwell dan kakak Vania sangat dalam. Lalu, bagaimana dengan Julian? Bukankah dia juga kekasih yang sangat ia cintai?' Batin Qiara.
Qiara semakin merasa penasaran dengan kisah cinta Julian, Maxwell dan Vania. Hanya Julian yang dia harapkan untuk menjelaskan apa yang sudah terjadi.
Tiba-tiba saja mata Qiara terasa sangat lelah sehingga ia segera mematikan ponselnya.
Setelah itu, Qiara berbaring di ranjang , tanpa sadar matanya terpejam dan ia pun akhirnya bisa tertidur walaupun malam akan segera berakhir.
Keesokan Paginya.
Sinar matahari membuat kelopak mata Julian bergetar. Tidak lama setelah itu ia membuka matanya dan melirik ke segala arah.
"Dimana aku?" Julian segera terbangun sambil memegang bahunya yang masih terasa sakit akibat peluru yang di lepaskan oleh Maxwell.
Julian semakin terkejut ketika melihat dirinya mengenakan pakaian yang berbeda dari yang dia gunakan semalam.
"Kamu sudah bangun tuan muda Julian?"
Julian segera menoleh kearah sumber suara dengan Ekspresi yang gelap. Seketika itu ia melihat Maxwell duduk di sofa yang tidak jauh dari tempatnya berdiri.
"Maxwell ... " Ucap Julian dengan suara yang dingin..
Maxwell tersenyum sambil berdiri. Setelah itu ia berjalan menghampiri Julian dengan langkah yang pelan.