Nafsu Tidak Bisa Menunggu.
Nafsu Tidak Bisa Menunggu.
"Argg .. Julian kamu ... " Qiara tidak bisa melanjutkan ucapannya saat melihat tatapan dan bibir seksi Julian yang mulai menggelitik nafsunya.
"Kenapa kamu tidak melanjutkan ucapan mu?" Tanya Julian sambil tersenyum licik.
"Sepertinya masalah itu masih bisa menunggu sampai besok, tapi kalau terkena godaan seperti ini tidak akan pernah bisa di tunda." Setelah mengatakan itu, Qiara langsung menunduk melumat bibir dengan kasar.
Julian terkejut dengan serangan tiba-tiba itu. Ditengah kenikmatan bibir Qiara yang menyerang duluan, ada sedikit penyesalan kenapa dia harus menggoda Qiara disaat ia sedang kesal. Julian pun terpaksa meladeni Qiara walaupun ia dalam keadaan lelah.
"Argg ... " Julian melepaskan ciuman Qiara ketika bibirnya di gigit sedikit oleh Qiara.
"Hahaha .. " Qiara tertawa kecil saat melihat Julian meringis kesakitan sambil memegang bibirnya.
"Sayang ... Kamu kasar sekali. Oleh karena itu, aku akan membalas nya. " Setelah mengatakan itu, Julian berdiri lalu menggendong Qiara.
"Hey ... Mau apa kamu?" Tanya Qiara sambil menyembunyikan perasaannya yang sebenarnya.
Dia juga mau. Itulah sebenarnya yang ingin dia katakan, tapi dia malu karena ia masih dalam suasana kesal.
Tanpa menjawab pertanyaan Qiara, Julian segera membawa Qiara masuk ke kamarnya.
Setelah pintu kamar terbuka, Qiara langsung mencium bibir Julian dengan tidak sabaran. Julian pun tidak menolaknya, ia lalu membalas lumatan bibir Qiara dengan lebih gila lagi sambil mempercepat langkahnya untuk membaringkan Qiara di atas ranjang.
"Ahh ... "
"Ummm ... "
"Julian ... "
"Ahh ... "
Mereka terus mengeluarkan desahan kenikmatan sambil memberikan kenikmatan di setiap lumayan mereka.
"Papa ... "
Mendengar suara lembut dan terdengar sangat jelas itu membuat Julian dan Qiara melepas ciumannya dengan ekspresi yang buruk.
"Apa kamu mendengar suara Zio?" Tanya Qiara sambil mendongak menatap Julian yang masih berusaha menahan berat badannya. Sedangkan Qiara melingkarkan kedua tangannya di leher Julian agar tidak jatuh.
"Aku juga. " Jawab Julian sambil menatap ke seluruh penjuru ruangan yang remang-remang itu karena Qiara hanya memasang lampu tidur.
"Dimana dia?" Tanya Qiara saat ia tidak menemukan sosok kecil itu dimana-mana.
"Papa ... Aku disini! Kenapa Papa menggendong tante Liana? Apakah dia tidak bisa jalan?" Ucap Zio sambil menarik -narik kemeja Julian yang berantakan dari arah belakang.
"Arggg ... "Julian dan Qiara berteriak dengan bersama-sama sampai Julian tidak sadar sudah menjatuhkan Qiara ke lantai.
Qiara langsung memegang pantatnya yang sakit terbentur lantai. Ekspresi nya sangat buruk. Untungnya dia tidak sedang hamil sehingga ia masih berada dalam zona aman walaupun di jatuhkan dengan spontan oleh Julian.
Akan tetapi raut wajah mereka sangat buruk saat menyadari kalau Zio menatap mereka dengan heran.
"Sayang .. bajumu ... " Bisik Julian sambil membantu Qiara untuk berdiri.
Seketika itu, Qiara memperbaiki kancing piyama nya yang sudah terlepas. Begitupun juga dengan Julian yang segera merapikan kancing mejanya.
"Khem ... Sayang ... Kenapa kamu ada di sini? Bukankah kamu sudah tidur bersama Tante Jasmin?" Tanya Qiara setelah memperbaiki baju dan rambutnya.
"Aku tidak bisa tidur, makanya aku kesini diam-diam. Karena aku ingin tidur sama Tante. " Jawab Zio dengan polosnya.
"Oh gitu." Qiara mengangguk-anggukan kepalanya dengan pipi yang memerah.
Sementara itu, Julian hanya diam karena ia merasa tidak nyaman di bagian tertentu yang sudah bereaksi sejak dari awal ia berciuman dengan Qiara.
"Sayang ... Aku ke kamar mandi dulu ya!" Kata Julian yang sudah tidak bisa menahan rasa tidak nyamannya itu pun segera berlari dari sambil menyembunyikannya.
Qiara hanya bisa menarik nafas dalam karena ia cukup paham dengan bisnis Julian di kamar mandi. Ia pun sedikit kecewa karena keberadaan Zio yang muncul tiba-tiba disaat dia dan Julian berada di puncak gairahnya.
"Sayang, ayo kita tidur sekarang! Karena sudah larut malam!" Kata Qiara sambil meraih lengan Zio.
"Kita tunggu Papa! Aku juga ingin tidur sama Papa!" Kata Zio sembari melepaskan pegangan tangan Qiara lalu duduk di sofa kamar itu.
Qiara kembali menarik nafas dalam karena Zio lagi-lagi membuatnya merasa tidak nyaman.
'Ya Tuhan, begini banget ya kalau sudah punya anak. Ingin bercinta dengan suami saja susah banget. Padahal adegannya tinggal sedikit. Mengusirnya pun tidak akan ada kebenaran dengan itu, karena anak lelaki itu ini mirip denganku.' Batin Qiara
Setelah membatin, Qiara segera menyusul Zio duduk di sofa untuk menunggu Julian menyelesaikan bisnisnya di kamar mandi.
"Tante ... "
Mendengar suara kecil itu memanggilnya, Qiara pun langsung menoleh sembari melukis senyum termanisnya di bibirnya yang indah.
"Ada apa sayang?" Tanya Qiara dengan suara yang lembut.
"Aku tidak aku melukis lagi. Aku juga tidak aku main game atau membuat game lagi. Sekarang aku mau fokus sama pelajaran yang lain. Aku akan mengubah kesukaan dan cita-citaku. Bagaimana menurut Tante?" Kata Zio sambil menatap wajah Qiara dengan penuh arti.
Untuk sesaat, Qiara terdiam. Ia belum paham kenapa Zio bertanya seperti itu padanya. Tapi, ia tidak setuju jika Zio berhenti melukis atau mengganti cita-citanya karena Zio merupakan penerus mimpinya yang sempat tertunda.
"Kenapa kamu ingin mengubahnya?" Tanya Qiara setelah lama terdiam.
"Karena aku tidak ingin memiliki gen yang diwarisi oleh Ibuku. Aku hanya ingin memilikinya dari Papa. Oleh karena itu aku ingin belajar menjadi seperti Papa." Jawab Zio.
Air mata Qiara jatuh tanpa bisa ia tahan setelah mendengar jawaban Zio yang begitu polos dengan sorot mata penuh kebencian saat ia mengatakan tidak aku mendapatkan gen dari ibunya.
Julian yang sudah keluar dari kamar mandi itu berhenti berjalan saya mendengar pengakuan anaknya. Ia tidak menduga kalau Zio akan mengatakannya di depan Qiara.
"Tante kenapa menangis? " Tanya Zio sambil berdiri lalu mendekat kearah Qiara . Setelah itu ia menyeka air mata yang terus keluar tanpa henti di wajah Qiara.
Tanpa menjawab pertanyaan Zio, Qiara menarik anak lelaki nya itu dalam pelukannya. Ia menangis sesegukkan sambil mencium pipi Zio berulang kali sampai Zio kebingungan.
Melihat apa yang Qiara lakukan, Julian meneteskan air mata tanpa sadar. Ia terluka dan merasa bersalah telah membuat anaknya membenci ibunya sendiri. Ia menyesal karena ia tidak pernah menceritakan tentang kebaikan Qiara pada Zio.
Akan tetapi, Julian mulai curiga. Ia tiba-tiba berpikir kenapa Zio begitu benci pada Ibunya. Walaupun ia tidak pernah menceritakan tentang kebaikan Qiara atau meminta Zio tetap mencintai mamanya, tapi ia juga tidak pernah meminta Zio untuk membencinya.
Lalu, kenapa Zio begitu membenci Qiara? Mungkinkah ada orang lain yang sudah meracuni pikiran Zio sehingga ia sangat membenci ibunya seperti ini?