Istri Kecil Tuan Ju

Surat Dari Vania.



Surat Dari Vania.

2'Pantas saja anak dan suamiku menjadi orang yang cerdas. Ternyata mereka memiliki hobi Yang sama, yaitu membaca. Tapi, dimana sekarang suamiku berada?' Batin Qiara sambil menunduk sedih.     

Tanpa sadar ia meneteskan air mata tanpa tahu apa sebabnya.      

"Julian ... " Qiara memanggil nama Julian berulang kali karena hatinya sangat sakit dan terasa sesak.     

Tanpa sadar ia menyentuh pot bunga yang ada di samping rak buku itu. Pot itu terlihat unik sehingga Qiara tertarik untuk menyentuhnya. Ia memutarnya karena pot itu tidak bisa diangkat begitu saja layaknya pot bunga yang lain.     

Seketika itu Qiara terkejut ketika mendengar suara aneh setelah memutar pot itu.      

"Apa itu?" Qiara langsung menoleh kearah rak buku yang tiba-tiba bergeser ke arah kanannya.      

Qiara berjalan pelan kearah kanan. Ia terkejut melihat ada ruangan lain selain ruang kerja yang biasa Julian gunakan.     

.....     

Dengan sedikit ragu, Qiara masuk ke ruangan itu. Dan dengan sendirinya lampu menyala terang sehingga Qiara semakin kaget.     

"Ini ruangan apa? Kenapa aku baru tahu setelah bertahun-tahun? Apakah Julian menyembunyikan sesuatu disini?" Qiara terus berjalan menelusuri ruangan itu sambil bertanya-tanya pada dirinya.      

Tidak lama kemudian, Qiara melihat sebuah kotak kuno yang tidak di kunci. Karena Julian lupa mengunci nya saat ia keluar dengan tergesa-gesa waktu itu.     

Walaupun ragu, tapi Qiara tetap memeriksa isi kotak itu karena dia tidak suka penasaran.     

"Bukankah ini milik kak Vania?" Tanya Qiara pada dirinya ketika membaca nama pengirim surat di  amplop  yang sudah lusuh itu. Tujuan surat itu ke London dan itu tertuju untuk Maxwell.      

"Maxwell? Apakah yang dimaksud adalah orang yang aku kenal? Itu artinya kakak Vania kenal dengan Maxwell?" Qiara terkejut dan semakin penasaran dengan isi surat yang sebelahnya berwarna merah darah karena terkena percikan darah Qiara waktu ia kecelakaan.     

Ada juga beberapa barang perempuan yang ada di kotak itu dan Qiara menebak kalau itu milik kakak nya.      

Dengan gemetar Qiara mengeluarkan surat dari ampok itu lalu membaca nya. Air mata Qiara terjatuh lebih deras lagi ketika membaca bagian akhir surat itu.      

'Max ... Jangan marah lagi! Aku sudah memilihmu itu artinya aku sudah tidak mungkin lagi bersama Julian. Aku sudah belajar sekuat tenaga untuk mencintai kamu dan kamu tahu seperti apa usahaku untuk melupakan dan melepaskan cintaku pada Julian walaupun aku selalu gagal melakukannya. Hingga akhirnya cintaku terbagi dua tanpa aku sadari. Tapi, jika jalan ini yang kamu pilih, aku tidak bisa memaksamu. Asal kamu tahu, kalau hidupku mungkin tidak akan lama lagi karena aku terkena kanker walaupun masih stadium awal. Oleh karena itu aku ingin melewati semua ini bersamamu walaupun kemungkinan nya sangat kecil. Tapi, jika kamu mendengar kabar kematian ku nanti, maka tolong bantu aku untuk menjaga adik dan Mamaku. Cari mereka sampai ketemu, dan teruntuk adik perempuan ku, tolong cintai dan jaga dia sebagaimana kamu mencintai dan menjagaku selama ini! Karena dunia ini sangat kejam! Cukup aku yang mengalami kesakitan ini!'     

Qiara merosot ke lantai setelah membaca habis surat dari Vania untuk Maxwell. Ia menangis dengan ribuan tanda tanya di kepalanya.      

Jika Vania menitipkannya pada Maxwell, lalu apa artinya surat yang Julian dan Mama nya bawa dan seketika itu masa remaja nya hancur.     

"Apa maksud semua ini? Apakah Julian dan Mama sudah berbohong tentang surat wasiat Kak Vania?  Karena di dalam surat ini tertulis jelas kalau Kakak Vania menitip ku pada Maxwell dan berkata kalau dia sudah meninggalkan Julian. Kenapa kakak Vania mengatakan dirinya kesakitan, siapa yang sudah berani membuatnya sepeti itu? Apakah itu Julian?  Apa yang selama ini tidak aku tahu?" Qiara menangis sambil bertanya-tanya  pada dirinya sendiri.      

Tidak lama setelah itu, Qiara berdiri lalu keluar dari ruangan itu sambil membawa surat dari Vania.     

Surat itu Vania tulis untuk Maxwell. Hari itu ia berencana akan mengirimnya ke London karena Maxwell tidak mau membalas pesan dan mengangkat telponnya. Tapi, surat itu tidak sempat sampai karena kecelakaan yang dia alami bersama Julian.     

Kini, hanya Julian yang Qiara pikirkan untuk dimintai penjelasan atas semua  kebingungan nya. Tapi, ia tidak tahu dimana Julian sekarang.     

"Apakah nyonya mau keluar lagi? Bukankah ini sudah larut malam? Bagaimana kalau tuan kecil bangun?" Tanya Bibi Liu yang tidak sengaja melihat Qiara berjalan menuju pintu keluar sambil membawa tas nya.     

Qiara terdiam mendengar pertanyaan Bibi Liu. Ia melihat jam di ponselnya yang menunjukkan kalau waktu sudah larut malam tapi Julian belum juga ada kabar.      

Karena ia merasa buntu, Qiara pun berjongkok sambil menangis sesegukkan. Bibi Liu pun mulai khawatir sekaligus bingung melihat Qiara yang tiba-tiba menangis.     

"Nyonya kenapa? Apakah terjadi sesuatu pada tuan?" Tanya Bibi Liu setelah ia ikut berjongkok agar lebih sopan.     

Tanpa menjawab, Qiara langsung memeluk Bibi Liu dengan erat karena saat ini hanya pelukan yang dia butuhkan.     

Bibi Liu sedikit terkejut, tapi ia membiarkan Qiara memeluknya sambil menangis karena ia mengerti kalau Qiara memang membutuhkan pelukannya.      

Setelah puas menangis, Qiara melepas pelukannya dan menyeka air mata di wajahnya.      

"Apakah nyonya baik-baik saja?" Tanya Bibi Liu dengan ragu sambil memegang kedua tangan Qiara.     

"Aku tidak tahu harus mengatakan apa, karena saat ini aku butuh bicara dengan suamiku karena hanya dia yang bisa menjawab semua pertanyaan yang ada di otakku. Tapi, dia tidak bisa aku hubungi sehingga aku tidak tahu kabarnya sekarang. " Jawab Qiara dengan suara yang lemah.     

Bibi Liu kembali menghembuskan nafas dengan pelan karena ia juga tidak dimana Julian saat ini.     

"Nyonya duduk dulu di sofa, saya akan mengambilkan anda minum agar lebih tenang. Dan semoga saja tuan segera pulang!" Kata Bibi Liu setelah terdiam cukup lama memperhatikan Ekspresi Qiara yang kacau.     

Qiara pun mengangguk lalu segera berdiri dengan bantuan Bibi Liu. Setelah itu, ia duduk dengan tatapan kosong.     

Sementara itu, Bibi Liu segera pergi ke dapur untuk mengambilkan Qiara minuman.     

'Kakak Vania ... Sebenarnya apa yang sudah terjadi sama kakak?  Apakah kecelakaan yang kakak alami itu tidak murni kecelakaan? Apakah aku harus mencaritahu semua ini makanya kakak menuntunku untuk menemukan surat ini?' Batin Qiara sambil menatap surat yang baru saja ia keluarkan dari tas kecilnya.      

"Ini air minum anda Nyonya!" Kata Bibi Liu sambil meletakkan gelas berisi air di atas meja.     

Qiara yang sedari tadi melamun langsung tersadar lalu menatap gelas berisi air putih itu dengan perasaan yang rumit dan kacau.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.