Masa Lalu Bagian 1
Masa Lalu Bagian 1
Maxwell sedikit terkejut ketika melihat tiga orang laki-laki asing membawa satu orang perempuan yang tampak sedang menahan diri dari pengaruh alkohol atau obat. Itu pikiran Maxwell.
Salah satu laki-laki itu, menekan tombol close hingga pintu tertutup lagi.
Maxwell masih terdiam, ia tidak tertarik untuk ikut campur dengan urusan orang lain. Hingga mata nya tidak sengaja saling pandang dengan perempuan itu. Ia melihat gadis itu meneteskan air mata.
'Ada apa dengan gadis ini?' Batin Maxwell sambil mengamati gadis itu secara menyeluruh.
Tepat saat itu, Lift terbuka lagi. Maxwell pun membawa perempuan itu keluar dari Lift.
Dengan pelan ia memapahnya masuk ke dalam kamar apartemen nya.
Setelah berada di dalam, Maxwell meminta gadis itu duduk dengan tenang di sofa.
Sedangkan ia langsung membuat panggilan ke Rafael. Akan tetapi, ia dikejutkan saat perempuan itu tiba-tiba memeluknya dari belakang.
"Hey ... Ada apa denganmu?" tanya Maxwell sambil berbalik lalu menekan kedua bahu perempuan itu agar tidak terjatuh.
"Ahhh ... " Perempuan itu mengerang saat telapak tangan Maxwell menyentuh bahunya.
Melihat ekspresi nakal gadis itu, Maxwell pun mulai mengerti kalau gadis itu berada dalam pengaruh obat perangsang.
'Sialan, siapa yang sudah berani melakukan ini pada perempuan ini? 'Batin Maxwell dengan tatapan tajam.
"Siapa namamu dan dimana rumahmu?" Tanya Maxwell sebelum obat itu semakin menguasai pikiran sang perempuan.
"Vania ... " Setelah menyebutkan namanya, Vania pun langsung mencium bibir Maxwell karena ia tidak bisa menahan diri dan godaan tubuh seksi Maxwell.
Maxwell terkejut karena ini merupakan ciuman pertamanya nya. Tapi, sudah dicuri oleh perempuan asing. Oleh karena itu, Maxwell segera melepaskan diri lalu mendorong Vania hingga ia terjatuh ke sofa.
Pakaian Vania tersingkap sehingga celana dalamnya terlihat dan dadanya yang putih mulus dan padat bersisi terlihat juga sehingga Maxwell mulai tergoda.
"Ahhh ... !" Vania memeluk dirinya sambil mengerang karena obat itu semakin mempengaruhi pikirannya.
"Panas ... Panas ...." Rintih Vania sambil mengeratkan pelukannya kedua tangannya.
Maxwell merasa kasihan pada Vania, tapi dia tidak tahu harus melakukan apa pada Vania saking gugupnya.
'Sepertinya obat perangsang itu sudah menguasai akal pikirannya.' Batin Maxwell yang masih mengamati Vania.
"Panas ... Aku mohon tolong aku!" hanya kata itu yang keluar dari mulut Vania saat ini tanpa tahu siapa lelaki yang bersama nya sekarang.
Tidak lama kemudian, Maxwell membopong Vania di lengannya, lalu membawanya masuk ke kamar mandi.
Sementara itu, Vania terus saja menyurukkan wajahnya ke leher Maxwell sehingga Maxwell merasa sangat tidak nyaman.
"Ahhh ... " Vania kembali mengerang saat tubuhnya di masukkan ke bak mandi yang berisi air dingin yang Maxwell isi secara perlahan.
Tepat saat itu, Vania membuka semua pakaiannya. Maxwell pun terkejut dengan bola mata yang membulat sempurna saat melihat Vania tanpa sehelai benangpun, dengan badan yang menggeliat liar, membuat gairah Maxwell memuncak.
"Apa yang kau lakukan? kenapa membuka pakaianmu?" tanya Maxwell sambil menutup tubuh Vania menggunakan bajunya yang dia lepaskan dengan cepat.
Melihat dada telanjang Maxwell, Vania semakin keranjingan dan tidak tahan untuk menyentuhnya.
Tanpa sepengetahuan Maxwell, Vania berdiri di bak mandi itu lalu mencium bibir Maxwell sambil meraba tubuh kekar Maxwell.
Maxwell kehilangan keseimbangan karena serangan dadakan itu sehingga ia terbaring di lantai kamar mandi yang basah itu dengan posisi Vania sekarang ada diatasnya.
Bagaimana mungkin gairah Maxwell tidak hidup ketika ia melihat seorang perempuan berada di atasnya tanpa sehelai pakaian yang menutupi tubuh mulusnya.
'Oh astaga ... Ini gawat. Aku sudah tidak bisa menahan diriku. Apakah aku harus melayani gadis ini? Tapi, itu akan bertentangan dengan prinsip ku. Aku harus tetap menjadi mafia yang bersih.' Batin Maxwell.
"Tolong sentuh aku!" Kata Vania sambil menarik tangan Maxwell untuk menyentuh dadanya.
Maxwell pun terkejut dan merasakan betapa lembutnya dada itu. Ia mencoba meremasnya beberapa kali sehingga nafsu dan gairahnya semakin tidak terkendali.
"Ahhh ... ... " Vania mengerang dengan keras saat Maxwell meremas dadanya dengan cukup keras.
Kini, Maxwell lah yang berada di atas. Vania masih saja menggeliat sambil memejamkan matanya.
Tepat saat Maxwell akan mencium bibir Vania, tiba-tiba ia mendengar suara bel berbunyi. Ia pun terkejut karena itu pasti Rafael yang sudah ia hubungi tapi ia meninggalkan ponselnya tanpa mengatakan apapun.
Sudah di pastikan kalau Rafael khawatir padanya makanya ia datang.
'Sialan ... Aku tidak mungkin melanjutkannya karena Rafael tidak akan berhenti sebelum menemukan aku.'
Setelah membatin, Maxwell pun berdiri lalu mengangkat tubuh Vania lagi lalu memasukkan nya ke bak mandi.
Plak ...
Maxwell terpaksa menampar pipi Vania agar ia bisa sadar dari pengaruh obat itu.
Akan tetapi, Vania tidak bisa merasakan sakit karena di tampar sebab tubuhnya sangat panas terbakar gairah seksual yang tinggi.
"Hey ... Vania! Sadarlah! " Maxwell masih berusaha menyadarkan Vania yang belum juga menunjukkan relasi apapun sampai Maxwell mengguyurnya dengan air dingin yang cukup banyak.
Plak ...
Maxwell tidak punya pilihan selain menampar Vania sekali lagi hingga Vania pingsan. Maxwell pun merasa bersalah. Namun, tanpa ia duga kalau Vania membuka matanya lebih cepat dari dugaannya.
Mata indah Vania langsung menatap tajam kearah Maxwell yang sangat asing baginya sedang telanjang dada di hadapannya. Sadar kalau lelaki di depannya hanya orang asing, Vania pun langsung memeluk tubuhnya yang kedinginan dengan gemetar.
"Siapa kamu?" Tanya Vania.
Melihat Vania tersadar, Maxwell pun bisa bernafas lega walaupun ia harus berusaha keras menahan diri agar tidak menyentuh Vania.
Naluri ke kelakuannya membuat Maxwell lelah untuk bertahan dengan godaan tubuh Vania yang menggoda. Tapi, ia adalah seorang ketua Mafia yang pantang memaksa orang untuk melayaninya.
"Baguslah kamu sadar. Sekarang, bersihkan tubuhmu lalu keringkan badanmu menggunakan handuk yang ada di sebelah sana. Aku akan memesan satu set pakaian untukmu. " Setelah mengatakan itu Maxwell segera keluar dari kamar mandi dengan tidak nyaman karena gairahnya masih menggebu.
Dengan susah payah, ia berjalan menuju kamar mandi yang ada di kamarnya. Setelah itu ia menghilangkan gairahnya di kamar mandi sampai tuntas.
Beberapa Saat Kemudian.
Setelah menyelesaikan bisnisnya di kamar mandi, Maxwell langsung keluar lalu merebahkan tubuhnya di ranjang karena ia merasa lelah.
Setelah itu, ia membuat panggilan ke Rafael.
"Halo bos? " Terdengar suara Rafael dari seberang telpon setelah panggilan itu tersambung.
"Apakah kamu yang memencet bel apartemen ku?" Tanya Maxwell dengan suara yang mengerikan.