Istri Kecil Tuan Ju

Mirip Papa.



Mirip Papa.

2Setelah menidurkan tubuh Maxwell di bagian belakang, Rafael pun segera masuk ke mobil sambil memegang punggungnya yang terasa sakit karena  menopang  tubuh Maxwell sangat berat.      

Rafael kemudian membuat panggilan ke dokter psikolog langganan Maxwell yang merupakan teman baik Maxwell sendiri.     

"Halo ... " Terdengar suara berat seorang lelaki dewasa dari seberang telpon.     

"Dokter, tolong datang ke rumah tuan Maxwell karena penyakitnya datang lagi!" Kata Rafael sambil menggigil kedinginan.     

"Apa yang terjadi dengannya?" Tanya dokter itu dengan nada suara panik.     

"Bos datang lagi ke makan perempuan yang dia cintai itu."     

"Baiklah, aku akan segera ke sana!" Setelah itu panggilan berakhir.  Rafael pun segera menjalankan mobilnya agar ia bisa sampai di rumah dengan cepat.     

Sementara itu, Julian dan Jasmin mengurungkan niatnya untuk pergi ke rumah Papanya karena Jasmin mengaku kalau dia belum mau ketemu Papanya. Ia butuh Zio untuk menenangkan hatinya      

Julian pun gidak memaksa Jasmin karena dia tahu bagaimana perasaan Jasmin.     

Tidak butuh waktu lama, mereka berdua sampai di rumah Julian. Seketika itu, mereka  menemukan Zio yang sedang membaca buku yang terbalik sendirian.     

"Halo sayang ... Kamu lagi apa?" Tanya Jasmin setelah duduk di samping Zio.     

Julian membiarkan Zio ngobrol bersama Jasmin karena dia harus ke ruang kerjanya untuk menyelesaikan beberapa hal yang harus ia selesaikan terutama hal yang sia selidiki bersama Kevin.     

"Baca buku." Jawab Zio tanpa menoleh kearah Jasmin.     

Seketika itu Jasmin mengerutkan dahinya saat melihat buku yang Zio sedang baca. Ia bingung bagaimana cara Zio membaca buku yang terbalik.     

"Sayang ... Bukunya terbalik, bagaimana kamu bisa membacanya?" Kata Jasmin sambil memperbaiki posisi buku yang Zio pegang.     

Zio pun langsung menoleh kearah  Jasmin tanpa ekspresi.      

"Apa kamu butuh sesuatu?" Tanya Jasmin dengan bingung saat melihat tatapan Zio yang rumit.     

"Apakah di keluarga Papa ada yang suka main game dan melukis?"      

Pertanyaan Zio membuat Jasmin terdiam. Ia pun mencoba mengingat-ingat siapa diantara dia dan saudaranya yang bisa seperti itu.     

"Kenapa Tante diam?" Tanya Zio dengan tidak sabaran.     

"Memangnya ada apa kamu bertanya begitu?" Tanya Jasmin sebelum menjawab pertanyaan Zio      

"Aku tidak mau mendapatkan kecerdasan dan kemampuan ini karena diwariskan oleh Ibu. Oleh karena itu aku harus tahu siapa dari keluarga Papa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan seperti aku?" Ucap Zio dengan polosnya sambil menatap Jasmin dengan penuh arti.     

Tepat saat itu, Julian yang ingin mengambil berkas yang ketinggalan di mobil itu berhenti berjalan saat mendengar perkataan Zio.     

"Sayang ... Siapa yang mengatakan itu?" Tanya Jasmin sambil memegang pipi Zio yang lembut.      

Jika saja Qiara tidak menolongnya, kemungkinan ia masih membenci Qiara. Tapi, hari ini ia merasa kasian pada Qiara karena ternyata Zio tidak pernah menerima kehadirannya.     

"Menurut penelitian beberapa ilmuwan, kemampuan kognitif atau kecerdasan terdapat pada kromosom X yang dimiliki oleh wanita. Penelitian yang menggunakan tikus sebagai media ini menunjukkan bahwa tikus yang disuntikkan gen betina mengalami perkembangan otak lebih besar tetapi tubuh lebih kecil, sedangkan tikus yang disuntik gen jantan mengalami sebaliknya, yakni tubuh yang kuat dan kepala yang lebih kecil. Ini menunjukkan bahwa kemampuan kognitif seperti bakat dan kecerdasan dapat diturunkan melalui ibu, sedangkan ayah lebih cenderung menurunkan nutrisi dan kekuatan tubuh. Selain itu, menurut Roberth Lehrke seorang ilmuwan Amerika, menyatakan pengaruh sel telur atau sel betina terhadap kecerdasan manusia. Dia mengklaim bahwa setiap kecerdasan manusia berkaitan dengan kromosom X, yang berarti bahwa anak-anak lebih mungkin mewarisi kemampuan kognitif dari ibu mereka." Jelas Zio tanpa meninggalkan satu penjelasan yang ia baca.     

Jasmin dan Julian terdiam, mereka tahu kalau Zio sangat cerdas. Tapi, mereka tidak pernah menyangka kalau Zio akan membahas soal ini sama mereka.     

"Sayang ... Kamu mirip Papa mu. Dia sangat cerdas waktu kecil sampai sekarang. Tapi, kamu tidak boleh membenci Ibuku, bagaimana pun juga dia sudah berjuang  hidup dan mati untuk melahirkan mu." Kata Jasmin setelah ia terdiam cukup lama.     

"Kalau dia sayang sama aku dan Papa, dia tidak akan pergi meninggalkan kami. Oleh karena itu, Tante jangan  membahas tentang dia lagi. Selain itu, aku tidak mau melukis lagi karena sepertinya bakat itu tidak turun dari papa. " Setelah mengatakan itu, Zio turun dari sofa lalu berlari menuju kamarnya.      

Jasmin menjadi sangat khawatir, ia pun segera melangkah hendak menyusul Zio. Tapi, lengannya di tarik oleh Julian.      

"Kenapa kamu menghentikan aku!" Tanya Jasmin sambil berusaha pegangan tangan Julian dari lengannya.      

"Biarkan dia sendirian. Suatu hari nanti dia pasti akan mengerti. Jadi, kita tidak perlu memaksanya karena dia sama seperti Qiara yang tidak bisa di paksa." Ucap Julian yang menang sangat mengenal anaknya.      

Jasmin pun melemah, ia mengakui kalau  Zio memang agak keras kepala. Perlu hari-hati kalau mau bicara dengannya.     

"Baiklah, aku tidak akan mengganggunya dengan membahas soal ibunya. Kalau begitu, aku akan menemuinya ke kamar sekalian aku ingin istirahat sebelum aku membereskan pakaianku untuk berangkat ke Amerika. Oh iya, sampaikan salam ku pada Nathan! Katakan padanya kalau aku sayang sama dia walaupun aku tidak bisa menolongnya saat ini."     

Setelah mengatakan itu, Jasmin berjalan dengan pelan menuju kamar Zio. Hati dan pikiran Jasmin  sangat lelah dengan semua hal yang sudah terjadi. Ia juga sudah hilang minat untuk berurusan dengan Papa nya. Begitu pun juga dengan Mama nya yang lebih memilih tinggal dengan Papa nya walaupun terus di lukai. Jasmin, merasa sudah selesai dan harus segera pergi.     

Julian menarik nafas dalam melihat kondisi kakaknya. Ia tidak bisa menebak apa yang di pikirkan Jasmin. Tapi, ia sudah bertekad untuk menjaga kakak nya dari semua hal yang akan melukainya.     

Sementara itu, Qiara yang memilih untuk  bersantai di sebuah restauran yang tidak jauh dari YM Entertainment itu tampak menikmati minumannya sambil berharap akan ada kabar baik dari Julian.     

Akan tetapi, Julian tidak juga menelponnya sehingga ia mulai cemas. Tidak lama setelah itu, Qiara menghabiskan makanan dan minumannya. Ia lalu meninggalkan mejanya.     

Tepat saat ia akan menuju pintu utama. Qiara tidak sengaja melihat seseorang yang sangat ia kenal duduk sendirian tanpa ekspresi apapun.     

'Bukankah itu Qiano?' Batin Qiara.     

Meskipun ia sudah mengatakan yang sejujurnya, tapi Qiara masih berharap kalau dia dan Qiano  bisa  berteman dan menjalin relasi dengannya, ini tidak akan merugikan siapapun.     

Tangan Qiara  mulai gemetaran  tanpa sadar saat mengingat bagaimana sikap Qiano  ketika tahu tentang pernikahannya dengan Julian.     

Kalau  dulu sebelum ada Zio, Qiara masih menaruh sedikit harapan untuk bisa bersama Qiano. Tapi sekarang, semua perasaan itu sudah menghilang tanpa tersisa sedikit pun.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.