59| My Feelings For Leo
59| My Feelings For Leo
58 Poland Street, London W1.
Social Eating House memiliki desain interior ruang makan dengan dinding bata ekspos berwarna putih tradisional. Menu spesialnya adalah ham bebek asap, telur dan keripik. Ham bebek asap disajikan dengan remah-remah roti dan telur dengan tambahan rumput laut Jepang dan saus krim jamur yang terdengar sangat menggugah selera.
Felia menatap menu yang terdapat di hadapannya dengan tatapan sedikit aneh, bukan karena makanannya yang aneh tapi aneh karena Leo memesan berbagai macam makanan padahal mereka hanya dinner berdua. "Untuk apa semua ini?" tanyanya dengan alis yang terangkat satu. Ia baru berani mengajak berbicara laki-laki yang berada di hadapannya ketika para pelayan sudah menaruh segala pesanan mereka --ah lebih dominan pesanan Leo--.
"Ya tidak masalah, kan? saya hanya ingin kamu mencicipi semua ini, lagipula bayarnya pakai uang saya jadi ya nikmati saja." jawab Leo sedang santai, ia kini sudah bersiap untuk makan setelah berdoa pada Tuhan.
Sebagai hidangan pembuka ada crisp nori, smoked avocado, kombu braised potato, dan ya tentu saja ada Oscietra caviar 17 yang harganya selangit. Untuk main course ada Roasted Herdwick lamb rump untuk Felia dan Roasted Goosnargh duck untuk Leo. Jangan lupakan macaroni & cheese dan juga roasted broccoli yang tampak menggiurkan.
Harga : Sekitar £120 untuk 2 orang termasuk minum dan service (berlainan dengan harga menu yang di pesan).
Felia menghembuskan napasnya, lihat Leo memang mudah sekali membuang-buang uang. Kemarin mengajaknya ke luar negeri, dan sekarang mengajak dirinya dinner dengan menu yang.. ah tidak perlu di tanyakan berapa total makanan yang kini sudah tersaji di hadapannya. "Tapi Tuan, apa habis menu sebanyak ini?" tanyanya.
Leo menganggukkan kepalanya dengan gerakan perlahan, laki-laki itu sedang memotong daging bebek yang menjadi menu pilihannya pada malam ini. "Tentu saja habis, toh menu yang saya pesan pas untuk dua orang kok." balasnya dengan santai. Memang benar kalau porsi restoran belum tentu mengenyangkan karena porsi standar, jadi apa salahnya ia memesan banyak menu?
Felia memperhatikan Leo, laki-laki itu seolah-olah tidak memiliki rasa sesal karena telah menghabiskan uang untuk makanan semahal ini.
Tadi, Bara izin untuk makan malam bersama keluarga. Ya awalnya Leo menolak, karena ia tidak ingin makan di luar dengan alasan takut Felia kelelahan, tapi justru wanita itu lah yang mengizinkan Bara toh waktu bersama keluarga lebih penting jika di bandingkan segalanya.
Memangnya Leo pernah menolak apa yang diinginkan Felia? tidak pernah. Setelah wanitanya mengizinkan Bara untuk pergi dan meninggalkan pekerjaannya untuk jam makan malam, dan disaat itu juga ia menyetujui apa yang di ucapkan oleh Felia. Ya karena alasan ia menahan Bara untuk wanitanya, kalau diizinkan ya silahkan.
Jadi, di sini lah Felia dan Leo tengah makan malam di restoran yang terkenal dari nomor urut tiga besar. Senang? tentu saja Felia senang karena akhirnya bisa mendaratkan bokong di resto ini, dulu ia hanya bisa numpang lewat dengan tatapan sendu mengingat tidak bisa masuk ke dalam dan membayar harga makanannya.
"Baiklah kalau begitu, lagipula perut ku lapar." ucapnya sambil menepuk-nepuk perut yang rata itu, selama hampir kurang lebih satu minggu bersama Leo tentu saja ia merasa sedikit ada peningkatan dari bentuk tubuhnya yang menjadi lebih berisi dari sebelumnya.
Leo mengulum sebuah senyuman kala mendengar apa yang diucapkan oleh Felia, terdengar lugu namun menggemaskan. "Kalau begitu, makan. Jangan banyak protes," ucapnya sambil memasukkan potongan daging ke dalam mulutnya, mengunyah dengan nikmat.
Makanan bintang lima memang terkadang mahal --bagi Leo itu harga standar--, tapi rasa dan kualitasnya benar-benar tidak mengecewakan. Sudah berkali-kali ia menghabiskan banyak uang hanya untuk makan di restoran atau hotel berbintang dengan harga menu yang cukup fantastis, dan ya sesuai dengan ekspektasi kalau dirinya benar-benar puas.
Menganggukkan kepalanya, akhirnya Felia langsung saja melakukan hal serupa dengan Leo, siap menyantap menu makan malam hari ini. Tentu saja diselipkan dengan obrolan singkat dan pembicaraan yang ringan.
"Bagaimana perasaan mu, Fe?"
"Perasaan aku apa? kalau berbicara tolong lebih detail, Tuan. Aku bingung menjawabnya," Memasukkan daging ke dalam mulutnya yang sudah di potong kecil, mengunyahnya tanpa suara adalah cara makan yang paling sopan, ya setidaknya itu menurutnya.
Leo terkekeh kecil, lalu meraih red wine yang sudah tersaji sesuai dengan keinginannya. Dimana pun tempat makannya, red wine selalu menjadi nomor satu untuk pelengkap makannya. Meneguknya dengan perlahan sampai menyisahkan sensasi sedikit terbakar tepat di dinding tenggorokannya.
"Perasaan kamu saat bertemu dengan saya," ucapnya tanpa rasa malu sedikitpun. Biasanya, para laki-laki enggan bertanya akan hal ini karena menurutnya entahlah mungkin tidak perlu diketahui atau memang merasa bukan suatu hal penting.
Felia hampir tersedak dengan apa yang diucapkan oleh Leo, ia segera meraih sebuah minuman yang entahlah ia tidak tahu tapi menurut penjelasan laki-laki yang berada tepat di seberangnya ini minuman untuknya bebas dari alkohol. "T-tidak, aku tidak merasakan apapun." jawabnya gelagapan sambil menaruh kembali gelas yang berada di tangannya ke atas meja.
"Masa sih? saya lihat-lihat kamu gemukan dan aku suka dengan hal itu, apa kamu tidak merasa?"
"Merasa, tapi tidak jauh berbeda dengan sebelumnya. Toh tubuhku sulit gemuk, mau makan sebanyak dan seenak apapun juga akan kembali ke berat normal."
"Begitu? enak sekali ya saya harus gym tiap minggunya,"
Entah kenapa, tiba-tiba pikiran Felia melayang ke arah yang tidak-tidak karena mendengar kata gym yang sudah berarti... perut kotak-kotak di balik jas dan kemeja Leo saat ini terbayang di otaknya. 'Astaga Felia!' pekiknya di dalam hati, justru hal itu malah memunculkan rona merah di permukaan wajahnya mirip kepiting rebus.
Leo yang melihat itu pun menaikkan sebelah alisnya, padahal ia merasa tidak bicara yang sensitif atau memberikan gombalan. Tapi kenapa Felia terlihat sangat malu? apa yang di pikirkan wanita satu itu?
"Kamu kenapa, sayang?"
"Gak apa-apa, daging ini masih sedikit panas ketika masuk ke dalam mulut ku."
Merutuki jawaban bodoh yang tidak masuk akal itu di dalam hatinya, Felia tetap memasang wajah biasa saja berbeda dengan hatinya yang sudah menjerit malu. Daging yang sudah di sajikan beberapa menit yang lalu tidak mungkin masih terasa panas, tapi kalau hangat mungkin iya.
Leo terkekeh kecil, melihat ekspresi menggemaskan yang di tunjukkan oleh Felia. Mengulum sebuah senyuman, ia berusaha untuk tidak tertawa karena sudah dapat di pastikan mengundang perhatian pengunjung serta para karyawan. "Bilang saja kamu membayangkan saya, iya kan? padahal baru tadi pagi loh kita melakukannya." ucapnya dengan nada pelan, bukan karna supaya orang-orang tidak mendengar ia ingin melihat reaksi wanita yang semakin menunjukkan wajahnya yang terlihat begitu panas.
Bahkan tangannya pun sudah berhenti menyuapkan makanan ke dalam mulut.
Felia menggeleng kecil, merasa harus menarik kesadarannya sebelum masuk ke dalam jurang karena benar-benar malu karena sudah tertangkap basah namun ia masih harus meninggikan egonya. "Jangan terlalu percaya diri Tuan, aku tidak membayangkan apapun tentang mu. Hanya teringat hal lucu saja," mengesampingkan alasan sebenarnya ia tertawa.
"Iya saya memang terlalu percaya diri karena saya ingin kamu memikirkan saya setiap saat, apa kekasih tidak boleh mendapatkan hal itu?"
"Boleh saja Tuan, tapi jangan bawa-bawa kalimat vulgar atau membahasnya."
"Kenapa? mau lagi?"
"Jangan lakukan, Tuan. Apalagi di dalam lift kemarin, sangat--"
"Menyiksa dan nikmat?"
Ucapannya yang di potong oleh Leo dan mendengar kalimat pengganti dari laki-laki itu membuat dirinya langsung membelalakkan kedua bola matanya. Bisa-bisanya Leo membicarakan hal ini dan tetap makan dengan tenang tanpa merasa risih atau perasaan lainnya. "Lebih baik lanjutkan makan mu, Tuan. Jangan membahas hal seperti ini apalagi di muka umum," ucapnya sambil meneguk saliva bisa-bisanya pembicaraan seperti ini akan memancing hasrat Leo.
"Saya tidak masalah, memangnya kenapa? takut malam ini kembali di gempur sama saya?"
"E-eh tidak, Tuan. Belum siap..." jawab Felia dengan cicitan kecil. Sungguh, ia seperti remaja berumur sepuluh tahun yang tidak mengerti apapun selain edukasi seksual.
Terkekeh kecil, Leo menganggukkan kepalanya. Ia paham dengan ketidaksiapan wanita dalam hal ini, mungkin kalau wanita lain sudah memohon-mohon untuk di unboxing oleh Leo. Tapi kalau Felia, rasa-rasanya wanita itu terlalu takut dan juga tidak rela kehilangan kewanitaannya hanya demi seorang laki-laki yang baru resmi menjadi kekasihnya beberapa hari lalu.
"Kalau tidak siap juga tidak masalah untuk ku, lagipula aku mencintaimu itu dengan sungguh-sungguh bukan hanya beralasan untuk mendapatkan tubuh mu."
Kalimat yang paling manis di ucapkan seorang laki-laki bukan saat mereka melontarkan rayuan, namun di saat mengatakan jika mereka akan menjaga dengan baik berlian tanpa berniat untuk merusaknya.
Dan kini, dada Felia terasa berdesir. Jadi, ini yang dikatakan makan malam romantis? memang tidak ada kejutan bunga atau apapun lah itu yang menggambarkan 'romantis' tapi menurutnya perkataan Leo sudah lebih dari cukup.
"Terimakasih, Tuan. Kamu selalu menjadi laki-laki yang sangat pengertian dengan aku yang terkadang menolak mu."
"Tidak masalah, lagipula saya bukan laki-laki yang baperan kamu menolak saya merajuk. Lebih baik bekerja supaya kekesalan saya lebih bermanfaat," selesai berkata seperti ini Leo terkekeh kecil. Sebenarnya ia tidak benar-benar kesal sih ya hanya saja ia ingin tapi tidak bisa terwujud.
Felia berdehem kecil ia pikir sekarang saatnya untuk menyudahi pembicaraan yang terdengar sedikit.. ah jangan di jelaskan!
"Sebaiknya cepat kita makan malam, jangan banyak membahas hal yang tidak seharusnya dibicarakan."
"Loh, saya sedaritadi makan. Kamu yang berhenti menyuapkan makanan ke dalam mulut mu, oh atau ingin saya suapin?"
"Tidak perlu modus, aku bisa sendiri."
Sebenarnya, ada beribu-ribu perasaan gembira saat bertemu dengan Leo dan benar-benar diperlakukan sangat spesial seperti ini. Tapi sayangnya, ia masih menjadi pribadi yang tinggi ego. Mungkin nanti lama-kelamaan ia akan bisa mengungkapkan bagaimana beruntungnya masuk dan di sambut hangat ke dalam kehidupan seorang Luis.
'Terimakasih banyak untuk semuanya Leo, i love you.'
Sayangnya, ia hanya mengatakan itu di dalam hati.
...
Next chapter