64| Simple Happiness
64| Simple Happiness
Kedekatannya dengan Sam membuat sang Tuan rumahnya itu bercerita banyak hal tentang berbagai macam negara juga makanan ciri khas mereka. Karena Felia pandai memasak dan juga dapat di andalkan dari segi cita rasanya, tentu saja ia langsung mencari resep dan mencatat bahan-bahan serta menonton tutorialnya.
Mungkin sedikit berbeda dengan 'nasi goreng' yang berada di negara asalnya, tapi untung saja beberapa rempah-rempah tersedia di dapur Bara.
Kini, selesai bertukar suara dengan Leo ia langsung berdansa ringan di pijakan lantai kamarnya. Tidak sia-sia ia menjadi wanita yang pandai mengerjakan suatu hal sendirian, ternyata memang benar bahagia itu sesederhana ini.
Ia melihat pantulan wajahnya di cermin, terlihat begitu bahagia di balik permukaan wajah yang tidak tersapu oleh make up apapun. Membuat penampilannya terkesan sangat fresh apalagi senyuman yang mengembang itu, oh astaga.
Ini sudah jam makan siang dan dirinya sedaritadi hanya menunggu Leo untuk membalas semua pesan darinya, memang tidak di balas balik sih tapi laki-laki itu langsung meneleponnya. Tiba-tiba saja, bunyi di perutnya mengubah sebuah senyuman manis menjadi tawa konyol.
"Astaga padahal jam makan siang sudah lewat, dan sekarang aku baru menyadarinya."
Menggelengkan kepala karena merasa bodoh, akhirnya ia memilih untuk keluar dari kamar dan langsung menuju ke arah dapur yang terlihat Bara sedang duduk di atas kursi sambil berkali-kali melihat jam dinding dan jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya.
"Hei Bara, maafkan aku terlambat."
Bukan terlambat lagi, jam makan siang di mulai sesuai dengan waktu yang ditentukan yaitu tepat pada pukul 12 siang. Tapi kini jam sudah menunjukkan pukul 3 sore yang artiannya terlambat tiga jam, ah ia terlalu deg-degan dengan bekal sederhana yang dibuat untuk Leo jadi tidak berpikiran makan siang.
Bara tampak tersenyum hangat, lalu beranjak dari duduknya menjadi berdiri tegak supaya lebih sopan berbicara dengan kekasih Tuan rumahnya. "Hai Nona selamat sore, untuk itu tidak masalah lagipula pekerjaan saya sudah selesai. Tapi masalahnya Nona, makanannya sudah dingin. Apa ingin di hangatkan dengan microwave?" ucapnya sambil menghampiri Felia, tubuhnya yang tegak tampak sekali aura berkharisma dari dalam tubuhnya.
Felia tersenyum dengan Bara yang berbicara sambil melayaninya, menyeret kursi untuk dirinya duduk dan langsung mendaratkan bokong di sana. "Boleh, Bara. Tapi jangan terlalu hangat tidak masalah, aku sudah terlalu lapar." ucapnya sambil menampilkan sebuah senyuman yang lebih terlihat seperti ringisan kecil.
Bara mengangguk kecil, lalu menaruh serbet di pangkuan Felia dengan izin terlebih dahulu. "Baik Nona, aku tarik kembali makanannya. Tunggu sebentar ya," ucapnya sambil mengambil piring berisi steak tenderloin yang terlihat sangat lezat untuk di masukkan ke dalam microwave seperti apa yang ia katakan tadi.
"Iya, Bara. Aku tunggu,"
Kembali memainkan ponselnya yang menjadi candu, namun bedanya kini ponsel tersebut sudah berubah menjadi lebih canggih daripada sebelumnya. Awalnya ia tidak rela karena Leo membelikan dirinya ponsel, selain harganya yang mahal juga ia sayang sekali dengan ponsel lamanya. Namun lagi dan lagi, laki-laki satu itu tidak akan pernah bisa di tentang begitu saja.
Iseng karena daritadi pesannya belum di balas oleh Leo, dan entah kenapa ia ikut menjadi wanita bawel, namun kini tangannya juga sibuk menari-nari di atas layar ponsel.
| ruang pesan |
Felia
Hai, Tuan. Sudah selesai makannya?
Felia
Kamu tahu gak kalau daritadi aku senyum-senyum? ini semua salah siapa? kamu!
Felia
Jangan terlalu lelah ya, Tuan.
Felia
Euhm aku sayang kamu
| ruang pesan berakhir |
Rasanya Felia ingin memekik pada saat ini juga. Katakan padanya kenapa ia mengetik 'aku sayang kamu' di saat tiba-tiba otaknya menolak hal itu?! sungguh ia sangat malu sampai keluar dari aplikasi bertukar pesan dan langsung meletakkan ponselnya di atas meja.
"Astaga aku kenapa..?" gumamnya sambil memukul-mukul kecil kepala karena merasa bodoh. Bagaimana kalau nanti Leo jadi percaya diri dan... kembali melakukan kegiatan panas karena hal ini? malu, itu kata yang paling bisa mendeskripsikan suasana hatinya.
Pipinya yang memanas sudah mendeskripsikan bagaimana perasaannya saat ini.
Terlihat Bara yang sudah kembali dengan meletakkan piring tepat di hadapannya, jangan lupakan sebuah senyuman yang terlihat sopan. "Silahkan, Nona. Suhunya sudah sesuai dengan yang kamu katakan, selamat makan." ucapnya sambil sedikit membungkukkan tubuhnya.
Felia menganggukkan kepalanya, lalu meraih peralatan makan seperti garpu dan pisau. "Terimakasih banyak ya, Bara. Maaf merepotkan mu sampai menunggu seperti tadi," ucapnya dengan alis yang menurun tanda sesal tercetak jelas di raut wajahnya.
Bara terkekeh kecil, baginya Felia lucu mungkin sama dengan adiknya yang seumuran namun sekarang tinggal di Spanyol. "Tidak masalah Nona, justru itu tanggung jawab saya untuk melayani mu. Nanti Tuan Leo pasti akan menegur ku kalau kamu sampai sakit, atau merasakan hal lainnya." ucapnya dengan nada bicara sangat tenang.
"Kamu sangat baik, nanti aku akan meminta Leo untuk menambahkan gaji mu."
"Tidak perlu, Nona. Gaji biasa saja sudah saya terima dengan tidak enak hati karena nominalnya terlampau banyak,"
"Kalau begitu, bagaimana kalau kamu makan bersama dengan ku? belum makan, kan?"
Felia mulai memotong steak yang sekarang sudah mengepulkan asap, lalu memasukkannya ke dalam mulut dan mengunyahnya dengan nikmat.
"Saya bisa makan nanti saja, Nona. Lagipula dapurnya sudah saya bersihkan," ucap Bara.
"Tidak, bagaimana bisa kamu menjamin jam makan ku kalau kamu sendiri saja telat makan? itu saja saja kamu tidak menerapkan untuk diri mu sendiri."
Bara terkekeh kecil, lalu tersenyum. "Saya sudah biasa Nona dan kamu tidak perlu mengkhawatirkannya."
"Kalau begitu, ubah kebiasaan mu."
Felia menaruh alat makannya, lalu menatap Bara seolah-olah perkataannya tidak akan pernah terbantah. "Duduk saja di hadapan ku, itu ada satu porsi makan lagi dan aku sudah cukup dengan hidangan steak ini." ucapnya sambil menumpuk kedua tangan satu sama lain, mencondongkan tubuhnya supaya semakin lekat menatapnya.
Benar-benar kalau orang kaya pasti akan mengeluarkan banyak makanan tanpa request sedikitpun karena sudah sesuai dengan menu yang tersusun di jadwal setiap harinya, jadi ya memang tadi Bara hanya memanaskan steak untuknya.
Melihat Bara masih bergeming membuat Felia berdehem kecil. "Bara, silahkan duduk atau nanti aku akan bilang pada Leo kalau kamu tidak ingin ikut makan bersama ku." harus mengeluarkan ancaman memang hal yang sangat patut untuk dilakukan.
Bara akhirnya menganggukkan kepalanya sambil tersenyum, menyetujui ucapan Felia karena mendengar ancaman itu. "Baiklah, Nona." ucapnya sambil mendaratkan bokong di kursi, tepat di seberang wanita yang tengah menatapnya dengan senyuman cerah.
"Nih pasti kamu harus makan aglio-lio ini," ucap Felia sambil mendorong piring yang berisikan spaghetti ke hadapan Bara.
Sebenarnya, Bara sangat tidak enak berada satu meja dengan majikannya. Namun Felia benar-benar memaksa, lagipula tidak perlu munafik kalau dirinya memang merasakan lapar. "Terimakasih banyak, Nona." ucapnya dengan tulus. Ia senang bertemu dengan orang-orang baik yang berada di rumah ini. Apalagi ia paling suka dengan kedatangan Xena --istrumi dari Tuan muda Vrans-- yang sangat ceria tanpa ada tandingannya. Bahkan wanita itu bersikap sangat jauh berbanding terbalik dengan Vrans. Dan mungkin, Felia versi kalemnya.
Felia tersenyum, lalu kembali mengambil alat makan seperti semula dan menatap steak dengan tatapan lapar. "Bagaimana hari mu dengan putri mu malam tadi? apa menyenangkan?" tanyanya memulai percakapan karena gatal ingin berbicara.
Bara selesai mengunyah makanannya, lalu menelan sampai jatuh ke dalam sistem pencernaan. Menganggukkan kepalanya, ia setuju dengan apa yang dikatakan Felia. "Tentu saja, Nona. Itu sangat menyenangkan karena jarang sekali makan bersama, kecuali Tuan mengatakan kalau lembur atau ingin makan malam di rumah." ucapnya sambil tersenyum.
Baginya, Felia sangat rendah hati karena mengizinkan dirinya untuk makan malam bersama keluarga, ia sangat bangga Leo memilih wanita yang sangat tepat.
"Kalau begitu syukurlah, aku ikut senang. Soalnya aku tahu bagaimana rasanya tidak bertemu dengan Daddy," ucapnya sambil menampilkan sebuah senyuman simpul.
'Walaupun selama ini aku belum bertemu dengan Daddy ku, atau... ah entahlah' lanjutnya di dalam hati, mengatakan itu sampai rongga dadanya terasa sangat sesak.
"Iya semua itu berkat Nona, terimakasih banyak."
"Iya sama-sama, Bara. Oh ya nanti kayaknya Leo tidak pulang cepat, sepertinya lembur. Kamu bisa kembali makan siang dengan putrimu, Bara."
"Lalu Nona? saya tidak akan pulang kalau belum membuatkan malam malam Nona,"
Felia tersenyum, ia salut dengan kinerja Bara. Wajar saja jika Leo membayarnya dengan nominal besar karena selain skills, kesopanan melekat di dalam tubuh laki-laki itu. "Aku mah gampang, nanti kalau ada makanan instan aku bisa memasaknya sendiri, ada kan?"
"Ada Nona, tapi tidak baik."
"Tidak baik gimana? aku sudah terbiasa makan makanan kemasan."
"Tap--"
"Ingin kembali ku ancam atau mau gimana?"
Bara yang mendengar itu tentu saja langsung meneguk salivanya dengan susah payah, ia menatap ke arah Felia dengan senyuman yang tercetak jelas di permukaan wajahnya. "Kalau Tuan bertanya, bagaimana? saya tidak enak dengan Tuan Leo karena kemarin sudah izin."
"Nanti aku yang akan berbicara, lagipula pasti dia pulang sedikit larut dan untuk apa kamu masih bekerja? aku juga bisa membuat menu makan sendiri, anggap saja ini kesempatan yang tidak pernah bisa di lewatkan."
"Terimakasih Nona, saya tidak tahu harus mengatakan apa."
"Setujui saja ucapan ku, dan aku tidak meminta imbalan apapun itu."
Akhirnya, Felia menyudahi percakapan untuk lebih menenangkan jam makan siang yang sudah mereka lewatkan. Saling menyantap menu yang sudah di hidangkan masing-masing. Felia yang sedikit tersenyum karena mengingat Leo, dan Bara yang tersenyum karena membayangkan bagaimana wajah gembira putri tercintanya.
Kebahagiaan itu tercipta hanya dari hal biasa yang membentuk sebuah perasaan bahagia, bukan tentang kemewahan yang terkadang bisa menimbulkan berbagai macam ketidaknyamanan.
...
Next chapter