65| Relieve Fatigue (21+)
65| Relieve Fatigue (21+)
Memijat pangkal hidungnya, kini Leo sudah melajukan mobil keluar dari Luis Company menyapa jalan raya yang masih terdapat kendaraan berlalu lalang --mungkin memiliki alasan yang sama dengan keterlambatan pulangnya, atau bahkan bekerja shift malam--.
Mobil Lamborghini miliknya selalu berhasil menjadi daya pikat bagi orang-orang yang mengenalinya dari kejauhan, namun baginya itu bukan suatu yang hebat karena kini hanya Felia yang berada di kinerja otaknya.
Tadi, wanitanya itu menelepon karena ingin menunggu dirinya pulang. Katanya sih supaya tenang dalam tidur, khawatir kalau dirinya belum pulang. Padahal, mau kembali ke mansion pada tengah malam atau pagi dini hari pun bukan suatu masalah besar bagi seorang Leonardo Luis.
Tangan kokohnya dengan santai berkendara, sapuan angin dari AC mobil tak kalah dinginnya dengan udara di luar. Untung saja kemeja plus tuxedo, celana panjang, dan pantofel plus kaos kaki menjadi daya hangatnya.
Membelokkan mobil ke arah sebuah rumah megah, siapa lagi kalau bukan miliknya? lalu menghentikan laju mobilnya tepat di gerbang yang menjulang tinggi karena sudah tertutup rapat. Bersamaan dengan kaca mobilnya yang turun,
Tin
Tin
Dua kali suara klakson iya bunyikan sambil menyembulkan kepalanya ke luar, ke arah post jaga Hers sang petugas keamanan rumah.
Melihat laki-laki yang di maksud langsung saja keluar dari tempatnya berjaga, Leo kembali memasukkan kepalanya namun kaca mobil tetaplah terbuka. Begitu gerbang sudah memiliki peluang untuk transportasinya masuk ke dalam, ia melaju kembali dan berhenti tepat di sisi Hers.
"Terimakasih ya, Hers." ucapnya dengan nada bariton yang khas, namun matanya kian sayu karena tadi di kantor tidak minum kopi supaya malamnya tetap segar.
Hers tampak tersenyum hangat dengan tubuh yang sedikit di tundukkan. "Terimakasih kembali, Tuan. Itu sudah menjadi tugas ku, silahkan masuk Tuan dan selamat istirahat." balasnya dengan sangat ramah, bahkan senyuman tidak pernah luntur dari permukaan wajahnya.
Leo melihat Hers dengan meneliti, lalu menghembuskan napasnya. "Kenapa belum pulang dan bergantian shift malam dengan Edward? dia belum datang lagi.. atau kau yang menyuruh untuk datang terlambat seperti sebelumnya?" tanyanya dengan tatapan menyelidik. Soalnya, sudah sering terjadi seperti ini saat dirinya mengambil jam lembur kantor yang mengakibatkan pulang malam.
Hers tampak meringis kecil, bahkan kini tangannya tengah menggaruk tengkuk yang tidak gatal. "Ah soal itu.. iya aku yang mengatakan supaya datang terlambat." ucapnya dengan raut wajah sedikit takut, sudah beberapa kali ia di tegur seperti ini tapi masih melakukan hal yang sama.
"Saya tidak masalah akan hal itu, tapi kamu harus tahu jam kerja, Hers. Nanti bagaimana kalau kecapean dan lain-lain?"
Hers suka sekali menunggu dirinya pulang, entah apa yang dipikirkan laki-laki itu tapi dia pernah mengatakan kalau sebelum Leo pulang perasaannya tidak tenang.
"Iya Tuan, nanti saja kalau aku sudah tidak peduli pada mu. Dalam artian, itu tidak akan terjadi."
"Tapi jaga daya tahan tubuh mu, kalau begitu saya ke dalam dulu."
"Baik Tuan,"
Leo menutup kaca mobilnya, lalu segera melajukan mobil masuk ke dalam pekarangan rumah. Ia berhenti tepat di depan deretan anak tangga yang menuju ke arah pintu masuk utama, lalu turun dari mobil dan langsung saja masuk ke rumah.
Seorang doorman yang menyambut dirinya sudah tidak ada, jam kerjanya sudah habis dari pukul jam lima sore. Kini ia melangkahkan kaki ke arah pintu utama, membuka dan menutupnya kembali.
Langkah kakinya yang besar sudah masuk ke dalam, sepi karena ini sudah menunjukkan hampir pukul sepuluh malam. Dan ya, sudah pasti hanya ada beberapa maid yang masih melakukan kegiatannya di luar kamar. Ia langsung saja menaiki anak tangga untuk masuk ke dalam kamarnya, lagipula 100% ia tahu kalau Felia sudah pasti tidak akan menunggunya semalam ini.
Melihat sebuah pintu yang tentu saja itu kamar miliknya, ia langsung masuk ke sana. Lalu kedua bola matanya menyapu sekeliling ruangan,
Ceklek
"AAAAAAAAAA!"
Leo yang sudah menutup pintu bersamaan dengan terbukanya pintu kamar mandi, membuat sorot matanya menggelap. Lagi lelah, di sajikan pemandangan yang indah.
"Tuan ngapain ada di sana?!"
Pekikan wanita itu kembali terdengar membuat titik fokusnya yang sedaritadi menelusuri tubuh indah itu langsung saja mengarah ke area permukaan wajah Felia. "Loh, ini kamar saya. Yang seharusnya nanya itu bukan kamu," ucapnya sambil berjalan ke arah nakas untuk menaruh tas kerjanya di sana. Ia melonggarkan dasi, bersamaan dengan tanggalnya seluruh pakaian dari tubuhnya.
Berjalan ke arah pintu untuk menguncinya, lalu menatap wanita yang masih bergeming di tempatnya tanpa sehelai benang yang menutupi tubuh. "Ingin saya terkam, atau bagaimana?" tanyanya dengan nada bariton yang terdengar sangat rendah, seperti sudah tidak bisa menahan apapun itu.
"T-tidak, Tuan." jawab Felia dengan nada tercekat.
Sedangkan Leo, tubuh lelahnya berganti menjadi semangat dan panas kala melihat pemandangan yang memang diperlukan untuk semangatnya. "Kalau begitu, kenapa ada di kamar saya, huh? bukannya sudah saya bilang supaya tidak menginjakkan kaki ke sini? sudah dua kali." ucapnya dengan senyuman miring, kakinya perlahan mendekati Felia yang semakin lama semakin mundur masuk kembali ke kamar mandi.
"A-aku, menunggu mu Tuan. Kalau aku tidak berada di tempat yang menjadi tujuan utama mu, bagaimana aku bisa tau kalau kamu sudah pulang?"
"Oke saya terima alasan itu, tapi kenapa telanjang dan keluar dari kamar mandi tanpa handuk? ingin menggoda saya karena sebelumnya kamu juga hanya memakai lingerie?"
"B-bukan seperti itu, Tuan. Sungguh, aku bersumpah."
Leo terkekeh kecil, tubuhnya yang mungil namun sudah sedikit berisi akibat permainan tangannya yang nakal membuat kejantanannya terasa tegak. "Kamu harus bertanggung jawab," ucapnya yang dengan cepat langsung menghampiri Felia. Ia mengunci tubuh wanitanya tepat di tembok, kedua tangannya menjadi alat supaya Felia tidak bisa berkutik.
Sedangkan Felia? wanita itu kini sedang meneguk salivanya susah payah. Entah kenapa ia bodoh, namun dirinya tidak suka memakai handuk orang lain akibatnya hanya ada handuk kecil yang bahkan tidak bisa menutupi seluruh tubuhnya. Ia niatnya memang ingin mandi sebelum tidur karena acara Hollywood yang ditontonnya sudah selesai, ternyata malah diposisikan pada situasi panas seperti ini.
"Bertanggung jawab untuk apa, Tuan?" tanyanya dengan nada suara yang sangat lugu.
Leo menciumi seluruh permukaan wajah Felia, lalu menarik tangan wanita itu untuk menggenggam langsung benda perkasa miliknya yang sudah menegang. "Adik ku," lirihnya sedikit mendesah saat jemari lentik Felia mendarat di sana.
Felia menurunkan pandangannya, benda yang selalu membuat dirinya penasaran namun tidak ingin kehilangan kewanitaannya begitu saja. "Aku tidak melakukan apapun untuk menanggung jawabkan semua ini, salah kamu sendiri kenapa terangsang." ucapnya sambil menjulurkan lidah.
"Loh saya masih murni laki-laki dan sudah pasti langsung terangsang saat melihat seorang wanita tanpa busana ataupun dalaman yang melekat di tubuhnya."
"T-tapi kan bisa keluar kamar dulu dan membiarkan aku memakai baju terlebih dulu,"
"Dan menyia-nyiakan kesempatan? tentu saja tidak akan pernah terjadi."
Leo langsung saja menempelkan bibirnya pada bibir tipis Felia, berhubung wanitanya itu sedang membuka mulut jadi akses berciuman mudah. Ia mendekatkan tubuhnya ke tubuh Felia, lalu pinggulnya di majukan sampai kejantanannya menyentuh kewanitaan yang telah menghipnotis dirinya. Dengan perlahan, gesekan lembut itu terjadi, menghadirkan nikmat tiada tara.
"Ashhhhhh..."
"Ahhhsshh Leo..."
Tangan Felia sedikit menjambak rambut Leo kala tangan kekar laki-laki itu mulai nakal bermain ke kedua gunung kembarnya, ia merasakan tiga kali kenikmatan dalam satu waktu bersamaan.
Leo menarik senyuman miringnya, lalu menatap dalam kedua bola mata Felia yang ternyata sedaritadi menatap dirinya. Ia mengedipkan sebelah mata, seolah-olah mengatakan kalau wanitanya itu akan kalah.
Tentu saja di perlakukan seperti itu Felia tidak mau, langsung saja mendorong dada Leo sampai ciuman mereka terlepas.
"Kenapa?" tanya Leo kebingungan sambil menaikkan sebelah alisnya.
Felia menggelengkan kepalanya, lalu keluar dari kuncian tubuh Leo sehingga kini ia berhadapan dengan punggung laki-laki tersebut. "Berbalik lah dan aku akan memuaskan mu," ucapnya dengan nada rendah sambil menelusuri punggung mulus Leo dengan jemari lentiknya.
Mendengar nada menggoda yang dikeluarkan oleh Felia, tentu saja Leo tertantang dan langsung memutar tubuhnya. "Kalau itu mau mu, silahkan." ucapnya sambil bersandar pada dinding, kini tumpuannya hanya kedua kaki dengan wastafel di sebelah tubuhnya.
Felia tanpa basa basi langsung saja mendekatkan wajahnya ke arah dada kotak-kotak Leo dan menjilatinya dengan gerakan sensual. Ia tahu kalau kelemahan laki-laki ini adalah di rangsang terlebih dahulu, sebelum masuk ke intinya.
"Ashhhh damn you, Fe."
Desahan Leo selalu menjadi candu bagi seorang Felia yang kini semakin turun menikmati tubuh laki-laki yang tengah keenakan dengan sentuhannya ini. Lama-lama, lidahnya mulai bertemu di depan kejantanan yang sudah terlihat berurat dengan menegang.
Tanpa aba-aba ataupun bertanya tentang perizinan sang empunya, mulut Felia langsung saja melahap kejantanan yang tengah menjadi tantangan dalam hubungan percintaan mereka. Memaju mundurkan kepalanya dengan gerakan sedang --tidak lambat namun juga tidak begitu cepat--.
Sedangkan Leo? Ia sibuk berpegangan dengan wastafel, melihat wanitanya sudah berjongkok dengan memaju mundurkan kepalanya. Refleks, tangannya meraih kepala Felia, membantu wanita itu untuk lebih mempercepat gerakannya.
"Ashhhhhh, kamu penuh nikmat, sayang."
Felia menerima semua perlakuan Leo ya karena memang seperti inilah gerakan berhubungan badan yang sesungguhnya. Ia juga menikmati apalagi benda panjang nan tumpul itu hampir masuk ke ujung tenggorokannya.
Desahan demi desahan memenuhi malam mereka, bermain di kamar mandi lalu beralih ke kasur untuk lebih menambah feel kenikmatan.
Tubuh Leo seolah-olah tidak lelah menggempur Felia padahal seharian penuh bisa di bilang jadwalnya kian padat, tapi hanya karena wanitanya ini semua seakan sirna berganti jiwanya seperti singa yang tal kalah bercinta dengan lawan jenisnya.
...
Next chapter