69| Simplicity Is a Mask
69| Simplicity Is a Mask
Turun dari jet pribadi, kini mereka berada di bandara LaGuardia karena di sana tersedia tempat parkir untuk jet pribadi milik Leo.
"Tuan, kenapa terasa keren sekali ya kalau naik jet pribadi? sungguh, semuanya terasa mudah." ucap Felia sambil terkekeh kecil, ia mendekap erat lengan Leo supaya tidak kehilangan arah di bandara besar ini apalagi banyak orang berlalu lalang dan parahnya lagi kalau ia tersesat dirinya sedikit rumit berbicara arsen American Inggris karena dirinya lebih paham dengan British Inggris.
Leo memegang punggung tangan Felia, lalu mengelusnya dengan sangat lembut. "Iya saya pikir juga begitu, daripada berdesakan dengan orang lain di pesawat dan perjalanannya hampir menyentuh waktu delapan jam lebih baik saya terbang dengan jet pribadi." jawabnya dengan nada bariton yang masih menjadi ciri khasnya.
Ia menggiring Felia untuk mengikuti setiap langkah kakinya untuk keluar dari bandara, diikuti oleh bodyguard sewaannya dan juga pilot serta copilot. Ah iya, seorang pramugari cantik juga ikut dengan mereka supaya nanti bisa tinggal di rumah Vrans.
Beberapa menit lalu, Leo sudah menghubungi Vrans mengenai kedatangannya dan menyuruh sang putra untuk menjemputnya dengan tiga atau empat mobil. Dan ya,
"Mereka mobil jemputan kita, Tuan?"
Leo menganggukkan kepalanya, "Iya sayang. Saya menyuruh Vrans supaya mereka menjemput kita, dan ya itu driver kiriman putra saya." jawabnya sambil berjalan ke arah mobil melaju berjumlah empat mobil dan berhenti tepat di hadapannya.
Mereka menghentikan langkahnya, dan bersamaan dengan itu masing-masing supir mobil tersebut keluar dan membuka pintu mobil, akses pelayanan yang sangat sopan.
"Selamat siang Tuan Leo, silahkan anda masuk dan tetap menjaga keselamatan dengan menggunakan seat belt." ucap private driver tersebut kepada Leo sambil sedikit membungkukkan tubuhnya dengan hormat.
Felia hampir saja berdecak kagum dengan mobil yang di perintahkan Vrans untuk menjemputnya, sungguh apa tidak sayang body mobil semulus itu dan tentu saja semahal itu di gunakan? maksudnya, kalau ia punya satu dari salah satu mobil tersebut, ia berjanji tidak akan memakainya dan berakhir menjadi pajangan!
Leo menganggukkan kepalanya, lalu memberikan sebuah senyuman manis yang sangat tulus. "Baik, terimakasih." ucapnya, mulai masuk ke dalam bagian belakang mobil diikuti dengan Felia yang hanya mengulas sebuah senyuman tipis sebagai ucapan terimakasih sekaligus hormat untuk sang driver tersebut.
Ketika mereka semua sudah serempak masuk ke dalam mobil, barulah mereka melaju dengan mobil yang terdapat Leo dan Felia di dalamnya mengawal jalan.
Antara penumpang yang duduk di belakang mobil dengan si pengemudi di berikan pembatas kaca, namun di tengahnya juga ada kaca kecil yang dapat di buka tutup. Jadi, kecil kemungkinan untuk driver itu mendengar percakapan penumpangnya.
"Tuan, apa Vrans tidak sayang pada mobilnya?"
Pertanyaan penuh keluguan itu pun akhirnya keluar dari mulut Felia membuat Leo langsung menoleh ke sumber suara, ia menggelengkan kepala. "Tidak, untuk apa sayang pada mobil? harta itu tidak perlu di sayang, selagi bisa memenuhi kebutuhan ya pakai saja." jawabnya sambil menaruh telapak tangan di puncak kepala wanita yang kini berada di sebelahnya.
Felia memiringkan kepalanya, ia benar-benar heran dengan jalan pikir orang kaya. Ya wajar saja ia hanya wanita sederhana, boro-boro punya mobil keren, satu mobil mewah dengan Sam saja dirinya benar-benar sangat gugup. "Tapi kan belinya mahal, lebih baik di sayang dan di simpan saja. Aku kalau jadi kamu nih, semua barang mahal aku gak mau pakai!"
"Kalau kamu gak mau pakai, terus untuk apa dibeli? cuma buat jadi pajangan mah sama saja,"
Leo gemas sekali dengan jalan pikir Felia, ia sih dulu ia pernah berpikir kenapa bisa membeli banyak hal dengan nominal uang yang besar namun tidak sayang memakainya. Bahkan, saar merawat Vrans kecil saja ia rela membelikan banyak mainan dengan harga fantastis. Ujungnya? di taruh gudang karena belum ada penerus laki-laki yang memainkan kembali semua mainan itu.
"Iya juga sih, tapi kan.." Felia bingung dengan kalimat yang akan ia katakan. Ia merasa kalau berdebat dengan Leo, 100% dirinya akan kalah dan berakhir dengan stuck seperti ini.
Leo terkekeh kecil, "apa sayang?" tanyanya sambil mengelus-elus pipi Felia. Ia mengulum sebuah senyuman, entah mengapa rasa gemasnya dengan wanita satu ini tidak pernah hilang.
Felia menghembuskan napasnya, ia akhirnya memutuskan untuk menyudahi percakapan daripada nanti panjang lagi, iya kan? "Tidak jadi," balasnya sambil menyenderkan tubuhnya pada jok mobil yang sialnya sangat nyaman.
"Jangan tertidur, perjalanan kita hanya empat puluh menit sayang." Lek menarik lengannya supaya tidak menghalangi kepala Felia yang sudah bersandar, menatap kekasihnya itu dengan sorot mata hangat. Baginya, Felia adalah satu-satunya wanita yang masih mengingatkan dirinya tentang harta. Bahkan tak segan merasa kalau apa yang ia lakukan berlebihan, padahal menurutnya biasa.
"Iya, enggak tidak Tuan."
Leo terkekeh mendengar jawaban Felia yang berbelit-belit, padahal konteksnya sama namun di jadikan dalam satu kalimat.
"Kalau begitu jangan tutup mata mu dulu, nanti tidur mu tidak puas dan malah pusing."
"Hm,"
"Kamu mendengar apa yang sayang katakan gak? jangan hm gm aja, saya takut nanti kamu malah jadi pusing sayang."
Melihat Felia yang tidak berkutik, ia hanya terkekeh kecil saja. Mungkin wanitanya ini pegal atau bahkan lelah karena semala perjalanan hanya duduk manis saja, dan sekarang duduk lagi. Ia mendekatkan wajahnya ke arah Felia, lalu mulai mengecup bibir mungil itu dengan gerakan singkat. "Selamat tidur, nanti saya bangunkan." sambungnya dengan volume kecil, terdengar menenangkan seperti seorang Daddy yang tengah mengucapkan selamat tidur pada putri kecilnya.
Perjalanan kali ini sedikit berbeda jika dibandingkan dengan sebelumnya, karena tadi di jet pribadi Felia sangat bawel dan menceritakan banyak hal kepadanya.
Dari wanitanya itu yang kehilangan jejak orang tua, bahkan kali pertama dia membuka mata hanya ada bangunan kosong tanpa orang. Dan di saat itu, ia hanya di bekali dengan tas berisikan baju dan namanya yang entah di tulis siapa. Bahkan, Felia enggan memberikan nama marga kepadanya, kan kali saja ia bisa membantu.
Senyuman Leo kini terlihat sangat tulus menyayangi Felia, ia sekarang tahu kalau segala hal sederhana tersimpan jutaan luka di balik topeng yang dimainkan dengan sangat apik untuk menutupinya.
'Aku gak tahu apapun, Tuan. Yang aku tahu saat aku terbangun gak inget apa-apa, kayak ingatan aku kembali dari nol.'
"Tidak, aku tidak ingin mencari siapa orang tua ku. Kalau mereka tulus, kenapa bisa-bisanya membuat aku berada di bangunan kosong sendirian.'
'Tenang saja, sejauh ini aku aman. Tidak ada yang merusak kewanitaan ku, ya hanya saja... sejak kejadian itu aku merasa sendirian.'
'Tapi aku bisa kok hidup sendirian di kota London, walaupun kadang menjadi buruh cuci dari rumah ke rumah imbalannya sudah cukup untuk hidup sehari-hari sampai Azrell datang.'
'Tidak, aku tidak mengingat siapapun yang meletakkan aku di sana. Ya lagipula itu masa lalu, tidak perlu di ingat juga sih aku hanya ingin bercerita supaya kamu nantinya tidak kaget kalau ada sesuatu yang terungkap di masa depan.'
Semua deretan kalimat yang diucapkan oleh Felia beberapa menit lalu pun kembali melintasi jalan pikir Leo.
Padahal ia tidak melihat bagaimana sengsaranya hidup Felia di balik kesederhanaannya, namun dari cerita yang terdengar ia sangat percaya mengingat wanita itu memang menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Kalau berbohong, pasti tidak akan menunjukkan bukti-bukti seperti kertas yang sudah dilipat-lipat kecil sampai lecek dengan tulisan namanya di sana --marganya kembali di tutupin oleh tangan Felia--.
Cerita yang menyesakkan? tentu saja. Ia tidak bisa menerka bagaimana pastinya Felia bisa di perlakukan seperti itu, dan sampai tidak ingat apapun. Untung saja tidak ada sakit berkepanjangan dan menurut wanita itu dia baik-baik saja bahkan kepalanya tidak merasakan sakit, jadi menjalankan hidup yang tersuguh saja dan tidak repot-repot mencari kebenaran.
Titik melamun Leo pecah karena mendengar dengkuran halus yang berasal dari Felia, ia masih mengulas sebuah senyuman hangat. Mengubah posisinya supaya mengarah tepat ke hadapan wanitanya, lalu meraih anak rambut yang tampak beterbangan.
"Saya akan bertanggung jawab untuk mu, saya janji tidak akan membiarkan kamu kekurangan lagi sampai harus mengemis pekerjaan. Menjadi kekasih saya, hanya duduk diam dan menjadi pribadi yang baik sudah cukup bagi saya dan kamu akan mendapatkan segalanya." ucapnya hanya dengan satu kali tarikan napas.
Ia mengembalikan posisi tubuh seperti semula, lalu di mencondongkan kembali namun kali ini ke arah kaca kecil untuk menghubungkan dirinya dengan sang pengemudi. Di buka dengan perlahan, lalu dirinya berdehem kecil sebagai aba-aba. "Nanti kalau sudah sampai usahakan jangan berisik apalagi membunyikan klakson," ucapnya sebagai pengingat.
Ya walaupun ia bilang perjalanan mereka 40 menit namun tak ayal pasti jam tidur Felia kurang menerima itu dan pasti bisa tertidur dengan durasi lebih.
Sang supir tidak menolehkan kepalanya karena fokus berkendara sebagai driver profesional, ia hanya sedikit melirik ke arah kaca bagian tengah mobil yang berada di atas. "Baik Tuan, mengerti." ucapnya sambil menganggukkan kepalanya.
Leo hanya mengangguk kecil, lalu menutup kaca pembatas itu dan memundurkan tubuhnya.
Merasa damai jika berada satu tempat dengan Felia, ia ikut menyandarkan tubuh namun kini kepalanya menjadi terpusat sepenuhnya pada wanita tersebut.
Yang selalu percaya diri tanpa sapuan make up, dan giliran memakai make up hanya tipis saja namun cantiknya kelewatan. Ia jarang memuji wanita secara terang-terangan --kecuali menggombal yang bertujuan hanya untuk mencari perhatian--, namun seluruh sifatnya berbeda hanya pada seorang Felia saja.
"Baru sebentar tapi saya sudah sesayang ini sama kamu, Fe. Kalau boleh jujur, kamu wanita yang sangat manis dan juga... cantik."
Masa lalu bukanlah hal yang besar bagi Leo, ia tidak peduli selagi masa lalu itu tidak merugikan wanitanya. Kalaupun merugikan, ia yang akan dengan senang hati memperbaiki dan memberikan segala ketulusannya.
...
Next chapter