My Coldest CEO

75| Moon And Star



75| Moon And Star

0Malam di New York City menurut Leo sangat serupa dengan malam di London, ya seperti biasa karena dirinya tidak terlalu memperhatikan keindahan sekelilingnya. Berbeda hal dengan Felia yang dalam diamnya tengah mengagumi karya Tuhan yang telah menciptakan seluruh pemandangan mempesona ini.     

"Apa yang paling kamu suka, bulan atau bintang, sayang? dan apa kamu tahu pengertiannya?" Pertanyaan sederhana ini keluar dari mulut Felia yang tengah menatap langit-langit malam, kini mereka sudah pulang ke mansion dan ya berada di taman halaman belakang adalah hal yang paling cocok untuk dijadikan tempat bersantai dan melepas penat.     

Leo yang tadinya juga ikut menatap langit pun kini mengalihkan pandangan pada wanita ya yang berada di sebelahnya, mereka duduk di tepian kolam renang. Niatnya ingin main tahan lama siapa yang duluan kedinginan saat kaki masuk ke dalam air kolam yang dingin, namun sepertinya tidak ada yang kalah karena sampai pada detik ini pun mereka tetap menenggelamkan sebelah kaki ke dalam air.     

"Tentu saja saya tahu," jawabnya sambil menganggukkan kepala. Itu adalah pertanyaan yang paling mudah untuk di jawab, terlebih lagi ia memiliki pengetahuan yang cukup luas mengingat pekerjaan CEO bukan hanya topeng belaka tapi ia harus tahu banyak pengalaman dan juga informasi dari yang besar sampai kecil.     

Felia menatap Leo juga, tatapannya begitu lekat. "Apa? coba katakan." ucapnya dengan nada yang tidak terlalu keras karena ini sudah malam hari dan takut suaranya mengganggu sang pemilik rumah atau bahkan para maid yang memutuskan untuk istirahat setelah lelah seharian bekerja.     

Leo terkekeh kecil, ia seperti mentertawakan wajah lucu Felia, entah darimana segi lucunya karena wanita itu sedari tadi tidak melawak atau berguyon sekalipun. "Kalau bulan itu satelit alami Bumi satu-satunya dan merupakan satelit terbesar kelima dalam Tata Surya, dan kalau bintang benda langit yang memancarkan cahaya yang disebabkan oleh reaksi fusi nuklir yang menghasilkan energi yang terjadi intinya." ucapnya hanya dengan sekali napas saja, toh dirinya memang sudah paham di luar kepala.     

"E-eh? bukan itu maksud ku Tuan, kini aku justru merasa bodoh karena tidak tahu pengertian dari masing-masing mereka sejelas itu."     

"Loh? lalu apa yang kamu maksud sayang?"     

"Maksud ku, tadi kan aku bertanya suka bintang atau bulan? nah setelah itu maksud ku kalau kamu pilih bintang apa alasannya... maksud ku tuh seperti itu."     

Leo ber-or ria, ia hanya menganggukkan kepalanya, paham dengan penjelasan yang lebih perinci lagi mengenai pertanyaan Felia beberapa saat lalu. "Kalau itu? saya lebih ingin menjadi seperti bulan," jawabnya yang sudah memilih.     

Felia menaikkan sebelah alisnya, lalu karena sudah mulai risih dengan air yang menerpa permukaan kulitnya, ia langsung mengangkat kaki ke darat. "Apa alasannya? aku ingin tahu kenapa kamu lebih memilih bulan.."     

Leo sedikit berdehem, untuk sebuah alasan klasik ia memang nomor satu dalam merangkai tiap kalimat untuk menunjukkan pengekspresian. "Saya suka bulan karena dia selalu menjadi penerang di malam hari untuk para orang-orang yang memerlukan pencahayaan dalam tiap langkah ataupun kegiatannya, dalam artian saya ingin di butuhkan semua orang dengan apa yang saya miliki saat ini. Dan juga, bulan itu seperti sumber utama kegelapan, sudah pasti akan selalu di hargai dan di nomor satukan. Bayangkan langit malam tanpa bulan, semesta akan segelap apa?"     

Sungguh, rasanya kalau mengobrol dengan Leo akan ada berbagai macam topik. Ah iya, tak terkecuali topik vulgar yang membahas kedewasaan.     

Felia lagi-lagi menganggukkan kepalanya, ia setuju dengan perumpamaan yang dikatakan oleh Leo. Baginya, matahari dan juga bulan memiliki peranan yang serupa di lain waktu bahkan memang benar sangat di butuhkan oleh banyak orang. "Jawaban yang bagus, aku suka." ucapnya sambil menampilkan sebuah senyuman yang terlihat sangat manis, laki-laki di sebelahnya ini selalu bisa membuat kagum dalam hal sederhana.     

"Kalau kamu? apa yang kamu suka dari bulan dan bintang? mereka memiliki peranan yang hampir sama, namun kian hari bintang semakin sukar menampakkan kehadirannya di langit malam."     

"Kalau aku, aku lebih suka bintang daripada bulan. Untuk alasannya, ia hadir sebagai pelengkap langit malam dan peneman bintang. Aku suka dia hadir di langit walaupun terkadang skyglow yang berperan aktif sehingga kini perbintangan jarang terlihat, hanya ada beberapa saja."     

//Fyi; Skyglow adalah suatu keadaan yang menyebabkan ada selubung cahaya di atas langit yang bisa mengurangi keseluruhan kontras cahaya. Analoginya seperti warna langit yang menjadi biru di siang hari akibat matahari, menyebabkan kita tidak bisa melihat bintang. Skyglow mirip seperti itu, namun dengan intensitas yang lebih rendah.//     

Leo merasa kagum dengan jawaban Felia, memang hanya kalimat sederhana yang di susun namun menghasilkan sebuah alasan logis. "Tapi, bagaimana kalau bulan membutuhkan bintang namun bintang tersebut tidak hadir?" ucapnya yang menghadirkan pertanyaan. Baru kali ini mereka bertukar topik pembicaraan tentang Tata Surya, biasanya hanya akan ada kalimat gombalan dan romantis yang membawa rona merah.     

Felia menatap dalam manik mata Leo, baginya di dalam mata tersebut ada pancaran kasih sayang yang sangat memabukkan. "Kalau semisalnya bulan membutuhkan bintang, kan masih ada beberapa bintang yang hadir untuk dia, iya kan?" jawabnya dengan tenang, ia tidak mengerti dengan apa yang di maksud oleh laki-laki tersebut.     

Leo menaikkan sebelah alisnya, lalu ikut melakukan hal serupa seperti wanita tersebut untuk menaikkan kakinya ke atas. Dan ya, sapuan sejuknya angin malam malah menghujam kulit kakinya. "Kan kamu bintang, kalau saya yang bernotabene bulan membutuhkan bintang seperti mu tapi kamu pergi, apa masih berlaku lagi untuk saya tentang beberapa bintang lainnya?" tanyanya sambil menaik turunkan alis.     

Ia saja tidak ingin mengibaratkan bintang Felia jauh dari dirinya, bahkan sampai tidak hadir.     

Mendengar penuturan Leo yang seperti itu, tentu saja membuat Felia takut. "Hei, tidak begitu Tuan! aku akan tetap menjadi bintang mu selamanya, tidak akan membiarkan bintang lain menggantikan." balasnya sambil mendengus.     

Senyuman hangat tercetak jelas di permukaan wajah Leo, menjadikan ketampanan dengan semburat cahaya rembulan yang menerpa semakin menambah poin kesempurnaan yang ada. Ia menggeser tubuhnya, mendekati Felia lalu memeluk wanita itu dari samping. Seperti anak kecil, kini ia sudah menenggelamkan kepalanya di lekukan leher kekasihnya.     

"Lagipula siapa juga yang ingin mengganti bintang baru selain kamu? tidak ada. Walaupun sinar bintang lain ada yang jauh lebih terang, kalau saya sudah nyaman sama kamu berarti itu tidak bisa di ganggu gugat oleh apapun."     

"Masa sih? kalau misalnya ada yang lebih cantik dari aku, bagaimana?"     

"Ya saya akan melihat foto-foto mu di ponsel, kalau apa yang saat ini sudah saya miliki itu lebih dari apapun. Kecantikan bukan segalanya bagi saya, tapi kesederhanaan kamu yang bisa melengkapi kekurangan saya itu adalah hal yang akan menjadi segala-galanya."     

Mendengar deretan kalimat yang keluar dari mulut Leo membuat dada Felia berdesir hebat seperti terdapat jutaan kupu-kupu yang berterbangan, untuk yang kesekian kali rona di pipinya hadir. Entah apa yang harus Felia katakan untuk membalas apa yang di ucapkan oleh sang kekasih, akhirnya ia memutuskan untuk menetralisir perasaan aneh di dalam hatinya.     

"Aku tidak tahu ingin mengatakan apa, tapi demi Tuhan aku berterimakasih pada sang pencipta karena telah menghadirkan seorang laki-laki tampan nan dermawan berhati lembut seperti kamu. Kalau biasanya banyak laki-laki yang memandang status dan latar belakang, bahkan kalau tidak setara yang rendah di buang begitu saja, tapi.... kamu berbeda."     

Leo mendongakkan kepalanya untuk menatap rahang tirus itu, lalu tersenyum menampilkan deretan gigi yang terlihat jelas dan sangat manis. "Iya saya memang berbeda, dan perbedaannya itu saya tampan dan baik hati sedangkan para laki-laki yang menurut penilaian mu, sudah kurang tampan brengsek pula." Di akhir kata, ia tertawa.     

Baginya, heran saja gitu kalau ada orang yang memandang status. Baginya, selagi nyaman dan cinta satu sama lain, status bukanlah sebuah penghalang. Ya kalau dari keluarga tidak jelas, tinggal jelasin dan lamar wanita tersebut supaya memiliki keluarga bersama yang jelas.     

"Percaya diri sekali kamu, Tuan."     

"Iya, harus percaya diri soalnya sama kamu. Kalau percaya diri sama wanita lain, gak mau saya."     

"Memangnya kenapa? bukannya kamu tukang tebar pesona ya?"     

"Bukannya apa-apa, tapi masa iya disaat sudah memiliki wanita seperti kamu, saya malah tebar pesona pada wanita lain? saya bisa memposisikan bagaimana rasanya kalau saya ada di situasi seperti itu, pasti sakit. Maka, saya tidak akan melakukan hal itu."     

Kelewat pengertian adalah hal yang sangat diidam-idamkan para wanita pada pasangannya, dan ya Felia sangat beruntung mendapatkan sosok seperti layaknya Leo.     

"Iya juga, tapi masa iya kamu ingin selamanya dengan wanita seperti ak--"     

"Kalau kamu membahas hal itu lagi, saya tak akan segan-segan untuk mengajak mu bermain di tepi kolam renang."     

Kalau Felia tidak di ancam, mana mungkin wanita itu akan berhenti merasa kecil dengan dirinya sendiri? memangnya Leo sebesar apa sampai kekasihnya sangat sukar seolah-olah ia adalah impian yang terlampau tinggi?     

"E--eh? iya enggak jadi sayang, aku bilang kalau aku sangat sayang sama kamu."     

Pengalihan pembicaraan yang sempurna, dan kini mampu membuat Leo memaku pada saat itu juga. Felia jarang sekali mengungkapkan perasaan sayang yang ia miliki untuk dirinya, namun tiba-tiba saja wanita tersebut mengucapkannya tanpa di pinta sedikitpun. Tentu saja hal itu berefek besar pada kinerjanya jantung Leo yang tiba-tiba saja menjadi memompa cepat.     

"Iya saya juga sangat sayang sama kamu, dan saya mengakui juga jatuh cinta pada pesona mu."     

"Kalau begitu, coba cium aku."     

Leo melihat Felia yang mengatakan itu seolah-olah tanpa takut kalau dirinya bisa saja kebablasan, bukan sekedar ciuman tapi disertai dengan berbagai macam gerakan lainnya. Ia lebih memilih untuk beranjak dari duduknya, lalu segera mengambil tubuh wanitanya supaya masuk ke dalam gendongan ala bridal style. "Kita lakukan saja di kamar ya, sayang. Sekalian sapa adik saya yang sudah menegang,"     

...     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.