My Coldest CEO

79| All Thoughts



79| All Thoughts

1Kepulangan Leo dan Felia di terima baik oleh Xena yang sudah puas dengan keberadaan mereka tiga hari di New York, begitu juga dengan Letta yang sepertinya puas dengan kedatangan Aunty-nya yang sangat ramah dan juga penyayang.     

Kini, mereka berdua sudah duduk di kursi yang berada di jet pribadi bahkan sudah lepas landas dari sepuluh menit yang lalu. Felia dengan berbagai macam pertanyaan tentang ajakan Rio di hari lalu, sedangkan Leo yang tampak dengan santainya membaca berita di koran elektronik pada i-pad miliknya.     

"Kamu pikir, Rio menyuruhku datang ke kediamannya itu untuk apa ya, Tuan?" Akhirnya, salah satu pertanyaan yang bersarang di otaknya di utarakan pada laki-laki yang duduk di sampingnya ini. Lagipula menahan pikiran sendiri itu hanya membuat kepalanya terasa pening saja, jadi ia berpikir untuk membaginya dengan sang kekasih yang tampak tenang-tenang saja.     

Leo memutuskan penglihatannya yang sedang meneliti deretan kata di layar ponselnya, ia tadi membaca berita tentang berbagai macam tempat wisata menarik yang kali saja pekan selanjutnya bisa ia kunjungi bersama dengan sang kekasih. Ia memusatkan perhatiannya pada Felia, lalu memberikan sebuah senyuman menawan.     

"Mungkin ingin melamar mu, sayang. Berpikir positif saja dengan dia,"     

"Hei! mana ada melamar seperti itu, menyuruh pihak wanita yang menghampiri dirinya."     

Felia mengerucutkan bibir, jawaban Leo sama sekali tidak membantunya keluar dari jalan pikir yang berbelit-belit memutar berbagai macam pertanyaan.     

"Oh jadi kamu mau di lamar sama dia? berharap atau bagaimana? nanti bisa saya sampaikan." balas Leo sambil menampilkan senyuman miring, ia hanya bercanda dan juga tahu bahwa konteks yang dikatakan Felia tidak menjerumus ke arah pengharapan, dianya saja yang memang berniat untuk menjahili kekasihnya itu.     

Felia membelalakkan kedua bola matanya, ia sama sekali tidak berpikiran seperti itu. Bagaimana bisa ia di lamar oleh seorang laki-laki yang bahkan hanya dalam pertemuan satu kali saja, setelah itu tidak lagi. "Tidak, siapa juga yang mau. Dasar kamu Tuan CEO yang sangat menyebalkan, aku tidak habis pikir kenapa kamu mengatakan hal itu." ucapnya dengan deretan kalimat protes, bahkan kentara sekali nada bicaranya sangat kesal.     

Bukan di tuduh sih, lebih tepatnya di berikan pernyataan yang sama sekali tidak sesuai dengan fakta, sangat menyebalkan. Sebenarnya sih sama saja menurut artian, namun bagi Felia 'menuduh' itu termasuk ke dalam konteks yang kasar.     

"Loh memang benar kan? lagipula saya juga tidak akan membiarkan siapapun mendekati kamu."     

"Memangnya kenapa? tadi kamu sendiri yang menebak kalau ada laki-laki lain yang ingin melamar ku, sekarang kamu bersikap seolah-olah tidak ingin kehilangan."     

"Ya saya hanya bercanda, sayang. Memangnya saya rela dengan sesuatu yang sudah menjadi hak milik, di rebut begitu saja oleh orang lain? Tentu saja saya tidak rela."     

Dalam diam, Felia mengulum senyuman manis. Ia tidak pernah membayangkan memiliki kekasih yang benar-benar memiliki sifat yang sangat sempurna seperti Leo, namun tiba-tiba segalanya terwujud menjadikan mimpi manisnya menjadi kenyataan yang sama manis dengan impian.     

Melihat kedua pipi Felia yang merona, dengan gemas Leo langsung saja mendaratkan sebuah kecupan hangat ke kening wanitanya. "Menggemaskan," gumamnya. Setelah itu, ia mengembalikan posisi tubuhnya sambil mengarahkan layar i-pad ke hadapan kekasihnya.     

"Apa?" Felia menaikkan sebelah alisnya karena bingung dengan Leo yang tiba-tiba menyodorkan i-pad ke arahnya.     

"Lihat dan baca lah,"     

Mendengar perintah itu, Felia langsung menurunkan kepalanya dan melihat apa yang ditampilkan pada layar laptop. "Apa ini? wisata ke Zimbabwe?" tanyanya ketika membaca judul yang tertera di layar i-pad tersebut. Ia kembali mengalihkan pandangannya ke arah laki-laki yang berada di sampingnya, lalu menatapnya dengan sorot mata begitu lekat.     

"Iya, kita mau kesana gak minggu depan? saya rasa Zimbabwe tempat yang pas untuk menyegarkan mata, bagaimana menurutmu?"     

Felia menepuk-nepuk dagunya, mengambil pose berpikir yang seolah-olah menimang-nimang apa yang ditawarkan Leo kepadanya. "Euhm... sebaiknya jangan jalan-jalan dulu untuk minggu besok, Tuan." ucapnya yang memberikan keputusan, ia menambang berbagai kondisi saat mereka gemar keluar negeri.     

Membayangkan pekerjaan Azrell yang menumpuk, pasti membuat wanita itu kelelahan.     

Leo menaikkan sebelah alisnya, lalu berdehem kecil pertanda kalau dirinya memang membutuhkan alasan untuk penolakan tersebut. "Memangnya kenapa? kamu tidak suka atau bagaimana, hm? kalau begitu saya bisa mengubah rencana, sekaligus langsung menyusul jadwal." ucapnya dengan gesit. Baginya, akhir pekan memang hari yang cocok untuk berlibur. Jadi, ia sama sekali tidak mempermasalahkan jika mengambil beberapa hari cuti untuk memperpanjang liburannya.     

Felia menggelengkan kepalanya, memberitahu pada Leo kalau apa yang dikatakan oleh laki-laki itu adalah suatu kesalahan. "Tidak, bukan karena aku tidak suka." Hei, memangnya siapa yang berani menolak pesona di Zimbabwe? tidak ada! "Aku hanya tidak ingin membiarkan Azrell bekerja terlalu keras, dia wanita sama seperti ku dan aku harap kamu mengerti dimana batas kemampuan seorang wanita dalam bekerja, sayang." sambungnya sambil memberikan alasan yang paling logis.     

"Kenapa kamu masih sangat peduli dengan orang yang sudah menjatuhkan kamu, Fe?"     

"Ya karena dia pernah menjadi bagian terbaik di dalam hidup ku, masa hanya gara-gara cinta doang aku sampai mengambil hati dengan apa yang ia lakukan sih? itu bukan sifat ku."     

"Kalian berdua wanita dengan tingkat kebaikan yang bagus, namun salah satu dari kalian ada yang tidak bisa berpikir dewasa."     

Felia menaikkan sebelah alisnya, lalu menatap Leo. "Azrell maksudmu? dia buka tidak berpikiran dewasa, mungkin kalau aku berada di posisi kayak dia aku juga bakalan marah, Tuan. Tapi tidak akan sekasar itu sih, aku akan lebih menjaga batasan."     

"Kenapa memangnya?"     

"Kalau wanita memutuskan untuk pergi, itu akhirnya ia ingin di perjuangkan lebih dari sebelumnya. Kata pergi itu hanya untuk penenang rasa lelah, dia ingin seberapa pedulinya kamu."     

"Bagi laki-laki, kepergian wanita yang memilih untuk memutuskan hubungan itu adalah hal yang serius. Memangnya kepergian bisa dipermainkan seperti itu? tentu saja tidak. Makanya saya hanya menerima kepergian, tapi tidak menyambut kedatangan untuk yang kedua kalinya." balas Leo, mengatakan apa yang ia rasakan dengan sebuah kenyataan yang jelas.     

Menurut laki-laki, siapapun yang meninggalkan itu pantas untuk mendapatkan apa yang ia pilih untuk di tinggalkan. Jadi, ia tidak salah sebagai laki-laki juga harus bisa memilih wanita yang setia dan tidak asal meninggalkan dirinya tanpa alasan yang jelas. Dirinya cuek malah di putusin bukannya di berikan pengertian atau perhatian yang seharusnya seorang laki-laki pekerja dapatkan.     

Jalan pikir Leo memang dewasa karena baginya apa yang sudah rusak tidak bisa di perbaiki lagi, dan Felia sangat setuju dengan pemikiran laki-laki tersebut.     

Felia menganggukkan kepalanya, lalu mengambil i-pad yang berada di genggaman tangan Leo lalu menaruhnya ke atas meja yang berada di hadapan mereka. Ia kembali menatap kekasihnya, lalu detik selanjutnya menyandarkan kepala ke bahu kokoh tersebut. "Maafkan Azrell ya, sayang.." ucapnya dengan nada lembut.     

Entah hati seorang Felia terbuat dari apa namun wanita itu benar-benar tidak ingin merasa hal yang seperti ini, rasanya sangat berbeda di saat dulu memiliki teman yang seperti 24/7 bagi dirinya namun kini tidak ada lagi.     

Leo menghembuskan napasnya, ia ingin seperti itu tapi rasanya sukar sekali. Ia juga tidak tahu kenapa semudah itu melepas Azrell, padahal dulu walaupun ia cuek pasti ada rasa yang membuat dirinya jatuh cinta dengan wanita tersebut. Namun semenjak ada Felia, perasaan tersebut kian terkikis dan kini sama sekali tidak menyisakan apapun.     

"Itu adalah pertimbangan yang rumit, Fe. Saya sangat kecewa tentang kepergiannya, dan saya sudah rela ia dengan mudah kembali bahkan sampai memaki diri mu dengan kalimat yang sama sekali tidak mendidik."     

"Dia emosi, jadi wajar saja Tuan."     

Memang sih saat mengingat kejadian itu, Felia belum bisa menghilangkan rasa sakitnya ketika wanita itu menyebutnya dengan panggilan jalang. Ah tapi apa daya, semua maafnya jauh lebih besar daripada rasa sakit itu. "Apa salahnya memaafkan? nanti pasti kamu akan lega Tuan karena sudah melepas apa yang menjadi beban di benak mu."     

"Bukan masalah permintaan maaf atau memaafkan, tapi rasanya aku belum bisa.."     

"Tidak apa, tapi jangan lupa memaafkan orang lain. Tuhan saja bisa memaafkan kita, masa kita sibuk membenci orang lain sih?"     

Felia mendengar degup jantung Leo yang seirama, dalam diam ia tersenyum simpul. Ia senang kalau Leo bisa mendengarkan apa yang ia katakan, toh ini demi kebaikan, iya kan?     

"Iya sayang," Hanya itu yang dikatakan oleh Leo. Tangan kekarnya kini mulai terjulur untuk mengusap puncak kepala Felia dengan gerakan sangat lembut. Ia terlanjur sayang dengan apa yang ia miliki sekarang, dan ya semampunya akan mendengarkan semua yang di ucapkan wanitanya. Lagipula suruhan positif yang membawanya ke arah lebih baik, bukan suruhan negatif.     

Felia memejamkan kedua bola matanya, rasanya lelah habis di gempur Leo malam tadi. Jadi, dirinya memutuskan untuk sejenak beristirahat. Ia berdoa pada Tuhan dengan apa yang terjadi selanjutnya adalah rencana yang sudah tersusun sangat indah, dan ia tidak sabar menanti kelanjutan hidupnya.     

Sedangkan Leo? tentu saja ia sibuk mengusap-usap Felia yang sudah ia tebak akan masuk ke dalam mimpi. "Selamat tidur sayang, aku gak sabar nunggu perut kamu isi bayi kita..."     

Iya benar, tadi malam mereka melakukan hubungan dewasa dan Leo mengeluarkan cairan kejantanannya di dalam kewanitaan Felia. Jadi, atas kehendak Tuhan ia berdoa yang terbaik.     

Bayangkan perpaduan Leo dan Felia, pasti akan menghasilkan buah hati yang sempurna. Dengan pencampuran sifat yang sangat sopan, pasti nanti anak mereka masuk ke dalam kategori anak populer seperti layaknya kedua anak kembar Damian dan juga Klarisa.     

"Tuan, jangan mengganggu tidur ku dengan membahas hal itu."     

"Loh masih dengar? tidur, sayang..."     

Setelah itu, tidak ada lagi sahutan dari Felia. Leo yakin kalau wanitanya itu sudah di ambang masuk mimpi namun ia mengatakan hal yang membuat kekasihnya itu malu, ah menggemaskan.     

...     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.