My Coldest CEO

80| Proved Jealous



80| Proved Jealous

3Menunggu dengan cemas kedatangan Leo dan juga Felia, kini seorang Rio tengah mencengkram tangannya satu sama lain dengan perasaan yang cemas. Hanya satu tanda ciri khas yang ia ingat, ada di leher belakang wanita yang tengah di tunggu-tunggunya.     

Hari ini juga ia memutuskan untuk mengambil cuti terlebih dahulu, bahkan setelah tadi malam ia membatalkan keberhasilannya yang bisa serius dan tidak menyebalkan untuk melakukan hubungan badan dengan Azrell. Ia memulangkan wanita itu selamat sampai tujuan dan memilih langsung pamit dengan Sam dan juga Nayya.     

Ia sudah melacak latar belakang Felia, berkat bantuan bodyguard-nya ia menemukan informasi tersebut. Tapi untuk keberadaan Daddy-nya, ia lebih memilih untuk bungkam dan tidak ikut masuk ke dalam masalah menuju kerumitan.     

Menghembuskan napasnya, kini Rio mengusap wajah dengan kasar. Setengah jam lagi Leo dan Felia mendarat, yang artiannya di tambah waktu perjalanan ke rumahnya pun akan memakan waktu cukup lama.     

Ia memutuskan untuk meraih benda pipih yang selalu menjadi daya tarik bagi beberapa orang, lalu memutuskan menghubungi wanita yang sejak di antar kepulangannya tidak ia kabari.     

Padahal kebiasaan seorang Rio kan menjahili Azrell, jadi kalau dia tidak melakukan hal itu rasanya ada yang kurang. Tapi mau bagaimana lagi, ia terlewat penasaran dengan Felia. Kalau sampai bodyguard-nya salah, sudah dapat di pastikan kalau dirinya akan malu setengah mati.     

Setelah menemukan kontak wanita yang di maksud, ia langsung saja menekan tombol telepon untuk menghubungi dirinya dengan seseorang di seberang sana.     

Seseorang itu pun tidak perlu lagi di jelaskan siapa-siapanya, toh tempat berlabuh Rio saat ini hanya Azrell seorang tidak ada lagi wanita yang menarik di matanya.     

Dering ketiga, panggilan langsung terangkat membuat Rio membesarkan volume telepon sambil membanting dirinya di atas sofa. Akhirnya ia bisa sedikit bersantai dengan mengobrol bersama dengan orang yang selalu bisa membuat suasana hatinya naik.     

"Kenapa menelepon ku?" suara sinis dari seberang sana mulai terdengar masuk ke dalam indra pendengaran Rio, membuat laki-laki itu mau tak mau terkekeh karena berhasil memicu kekesalan wanitanya.     

Baru awal percakapan saja Rio sudah mendengar jika wanitanya itu protes dengan dirinya yang tiba-tiba menelepon. "Tidak apa, aku hanya ingin mengajak mu berbicara saja. Ternyata mengambil cuti itu sangat membosankan, aku tidak tahu harus melakukan apa untuk mengisi waktu." balasnya. Memang jawaban yang sedikit menyebalkan, namun memang apalagi jawaban yang paling bagus yang di lontarkan seorang laki-laki? padahal niatnya hanya ingin basa-basi saja.     

"Cuti? kamu tidak bilang apapun sama aku." jawab Azrell di seberang sana dengan nada suara yang terdengar heran, pasti wanita ini di seberang sana tengah menaikkan alisnya yang sudah di pahat sedemikian rupa sampai terlihat simetris satu dengan yang lainnya.     

Memang benar Rio tidak berkabar apapun mengenai semua ini. Bahkan setelah itu mengantar pulang wanitanya pun setelah itu tidak memberikan kabar lagi, bahkan membalas pesan singkat yang di luncurkan saja tidak.     

Ia terlalu sibuk untuk suatu hal yang sudah di nanti-nantikannya, ini adalah hari spesial kalau memang penelusurannya terbukti. Ia akan dengan senang hati memeluk Felia, bahkan sampai menitikkan air mata.     

"Iya aku memang belum bilang kamu, itu makanya aku bilang sama kamu."     

"Ya setidaknya bilang lah dari kemarin kan bisa,"     

Tunggu, terdengar nada tidak suka dari seberang sana. Apa Felia tengah merasa kesal dengan dirinya karena tidak memberikan kabar? kalau iya... astaga ia sangat beruntung sekali mendapatkan wanita ini.     

Rio mengulum senyumnya sambil mengangkat senyum lebar-lebar, ia berpikir kalau wanitanya ini diam-diam sudah menaruh hati pada dirinya. "Kenapa kesal? karena tidak mendapatkan kabar dari aku ya, hm? apa wanita pemarah ini sudah jatuh cinta dengan ku..?" semakin dirinya membuat sebuah pertanyaan yang sangat menambah tingkat kepercayaan dirinya.     

Terdengar decakan sebal dari seberang sana, justru itu adalah hal yang di tunggu-tunggu Rio. "Yeh kamu gak jelas banget sih, memangnya apa pentingnya kamu bagi aku? jangan terlalu percaya diri," balas Azrell di seberang sana sambil memutar kedua bola matanya.     

"Kamu jangan begitu sama aku, aku tahu kalau kamu diam-diam memiliki perasaan pada ku, iya kan?"     

"Kalau sekali lagi berbicara tidak jelas, lebih baik aku tutup saja teleponnya."     

Mendengar ancaman yang sama sekali tidak mengerikan itu, Rio hanya terkekeh sebagai tanggapan. "Silahkan, kan aku cuti nanti tinggal mampir saja ke Luis Company dan menemani diri mu seperti waktu itu. Ancaman bukan hal yang menakutkan, aku hanya perlu mencari jalan keluar lain." ucapnya yang tidak ingin kalah, ia merasa kalau gertakan wanitanya itu hanya berharap supaya dirinya diam tapi tentu saja tidak berhasil.     

"Ah menyebalkan, kalau menelepon ku hanya untuk menjahili diriku lebih baik matikan saja."     

"Memangnya kamu mengharapkan apa dari ku, huh? sebuah perkataan kangen atau serupa, seperti itu ya?"     

Azrell bergeming, tentu saja wanita di seberang sana itu selalu meninggikan egonya. Kangen tapi bersembunyi di balik kekesalan, jadinya terkubur begitu saja.     

"Tidak!"     

"Jangan ragu untuk mengatakan kalau kamu kangen sama aku, karena aku juga merasakan hal yang serupa dengan kamu sayang..."     

Entah tersambar apa, namun tiba-tiba deretan kalimat yang keluar dari mulut Rio itu terdengar sangat romantis dan manis sekali astaga.     

...     

Di sisi lain..     

"Jangan ragu untuk mengatakan kalau kamu kangen sama aku, karena aku juga merasakan hal yang serupa dengan kamu sayang..."     

Mendengar suara banyak yang terdengar sangat manis sampai menyentuh hatinya itu membuat Azrell dalam diam mengulum senyum, namun ia memilih untuk berdehem supaya desiran di dadanya dapat dinetralisir. "Jangan merayu dan mengeluarkan kalimat klasik seperti itu, kamu sudah tahu sangat mengganggu pekerjaan ku." ucapnya sambil menatap sisa tumpukan dokumen yang belum sempat ia sentuh.     

Rasanya kalau Leo terus menerus mengambil cuti seperti ini, terasa jarinya pasti ingin copot. Ia baru sadar ternyata saat dulu mereka menjalin kasih, sang karyawan pengganti merasakan lelah yang dirasakan olehnya seperti ini.     

"Aku tidak merayu, oh iya bagaimana dengan kamu? tadi pagi sarapan? oh atau tadi malam kamu tidak tidur nyenyak ya karena aku tidak jadi memasukkan benda kesukaan mu ke tubuh mu?"     

Membelalakkan kedua bola matanya, sungguh ini pembicaraan seperti apa? memang selain menyebalkan, laki-laki itu sangat mesum. "Jangan mengada-ada, bahkan aku berterimakasih pada Tuhan karena sudah di jauhkan dari laki-laki seperti kamu." ucapnya, lagi-lagi apa yang diucapkan di dalam hati dan mulutnya sangat berbeda.     

Memangnya siapa yang ingin menolak permainan badan yang sangat lincah milik Rio? ia jujur kalau laki-laki yang pernah ia cicipi tidak ada yang bisa menandingi Rio, ya setidaknya begitu.     

"Bilang saja iya, aku sangat bahagia kalau kamu marah karena hal itu, berarti kamu menikmati setiap permainan yang aku berikan."     

"Iya, terserah."     

Lama kelamaan Rio memang menjengkelkan, mungkin benar apa yang dikatakan oleh laki-laki itu kalau dia ingin membuat seorang Azrell merasakan sebal lalu berakhir dengan jatuh cinta.     

"Jangan marah-marah mulu, nanti tambah cantik."     

"Bodo amat, aku gak peduli."     

Azrell akhirnya meletakkan ponselnya di meja, sedaritadi ia menempelkan benda pipih tersebut di daun telinga dan sepertinya indra pendengarannya sudah cukup lelah berdekatan dengan suara Rio yang terdengar menyebalkan. Ia menekan tombol speaker untuk membesarkan volume panggilan, lalu perhatiannya kini tertarik pada layar laptop yang sedari tadi masih menyala.     

"Yah jangan marah dong sayang... oh ya aku cuti untuk bertemu dengan Felia, dan tentunya Leo akan datang ke sini." ucap Rio dari seberang sana.     

Azrell yang tadinya ingin kembali memulai pekerjaannya, tiba-tiba terhenti begitu saja. Ia menatap layar ponsel seolah-olah ia menatap langsung orang di seberang sana. "Tunggu, untuk apa?" tanyanya yang langsung penasaran. Tidak boleh munafik, kalau ingin tahu ya jangan sungkan untuk bertanya daripada membuat argumentasi sendiri yang belum tentu benar.     

"Iya, aku ingin memastikan keakuratan kebenaran itu. Kalau Felia adikku, aku akan sangat bahagia dan seluruh perhatian ku mungkin akan diberikan untuknya."     

Kali ini, Azrell menyesal karena sudah bertanya mengenai hal ini. Rasanya sangat tidak rela saat mendengar laki-laki yang sedang dekat dengannya akan memberikan perhatian pada wanita lain, padahal wanita tersebut adalah seseorang yang pernah menjadi teman sejatinya.     

"Maksudnya?" tanyanya yang memang tidak mendapatkan inti dari apa yang dikatakan oleh Rio. Mungkin tujuan laki-laki itu hanya untuk melepas rindu karena sudah bertahun-tahun tidak bersama, tapi... tetap saja kan ia memiliki perasaan kesal kepada Felia takutnya karena hal ini, kekesalannya itu semakin bertambah.     

"Ya aku ingin memberikan seluruh perhatian ku, apa itu hal yang salah?"     

"Tidak."     

"Kenapa? cemburu dengan adik ku sendiri, iya?"     

"Tidak!"     

"Jangan hanya karena masalah masa lalu, kamu sampai membawanya ke masa sekarang. Lebih baik saling minta maaf daripada kamu selalu memberikan kesan buruk kepada Felia, aku abang dari wanita itu loh."     

"Ya kalau abang memangnya kenapa? kamu saja tidak pernah berada di posisi ku."     

"Pernah, tapi harus merelakan dan aku mendapatkan kamu yang sangat keras kepala tapi sampai sekarang aku sama sekali tidak memiliki pikiran untuk lari dari tanggung jawab, iya kan?"     

Kini rasanya kepala Azrell sangat pening, ia ingin membenturkan kepala namun sayang karena itu adalah tindakan yang menyakiti dirinya sendiri. "Iya terserah kamu, terimakasih untuk sarannya nanti aku pikirkan kembali. Oh sudah dulu ya sepertinya aku harus segera menyelesaikan pekerjaan, kamu menunggu mereka saja karena aku tidak minat."     

Pip     

Ia mematikan sambungan telepon secara sepihak tanpa mendengarkan balasan dari Rio, lalu memundurkan ponselnya supaya tidak berdekatan lagi dengannya yang sudah muak. Bayangkan saja, satu pemicu kembali masuk ke dalam hubungannya dan sialnya Felia adalah wanita yang selama ini dicari-cari oleh laki-laki yang sedang dekat dengannya, berstatus adik kandung pula.     

Memijat kening yang terasa pening, akhirnya ia menghembuskan napas lelah lalu meraih gagang telepon yang menghubungkan dirinya dengan kepala kantin.     

"Halo, ini aku Azrell. Tolong buatkan aku minuman hangat ya, apa saja pokoknya yang paling rekomendasi."     

Setelah mendapatkan kalimat pengiyaan dari seberang telepon, ia langsung menaruh telepon kantor kembali ke tempatnya lalu menyandarkan tubuh ke kepala kursi kekuasaan miliknya. Kini, otaknya penat, tubuhnya lelah, hatinya tertekan.     

Apa tidak ada yang lebih buruk dari ini? tentu saja ada, yaitu menyaksikan bagaimana perhatian penuh Rio kepada Felia. Ia saja tidak pernah mendapatkan hal itu, hanya kekesalan saja yang ia nikmati dari laki-laki tersebut!     

"Bisa gak sih kembali ke masa lalu supaya aku tetap bertahan pada Leo dan tidak diberikan situasi yang merugikan seperti ini?!"     

...     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.