85| The Queen in Leo's Life
85| The Queen in Leo's Life
"Enak banget, Bara. Good job, aku sangat suka. Terimakasih banyak untuk makan malam hari ini, aku sangat suka." ucapnya dengan nada suara yang terdengar sangat ramah, ia selalu puas dengan makanan yang di sajikan chef ramah itu. Jadi, sebuah pujian kecil cocok untuk di berikan pada laki-laki tersebut.
Bara mendengar nada bicara yang sangat bahagia keluar dari mulut kekasih sang Tuan rumahnya, tentu saja kini wajahnya sudah mengukir sebuah senyuman yang sangat hangat. "Terimakasih, Nona. Semua ini di sajikan atas perintah Tuan, saya hanya menjalankan pekerjaan saja." balasnya dengan tubuh yang membungkuk sopan.
Sesuai dengan perjanjian yang Leo katakan pada dirinya, Bara akhirnya mengatakan kalau semua ini rencana sang Tuan rumahnya. Ia suka sekali dengan perlakukan Leo kepada Felia, katanya laki-laki itu gengsi kalau diungkapkan di awal dinner mereka jadi ya dikatakan pada akhir saja.
Saat mendengar apa yang dikatakan Bara, Felia membelalakkan kedua bola matanya dengan tidak percaya. Lalu dengan perlahan menolehkan kepala ke arah Leo, ia menatap laki-laki itu dengan sorot mata sangat haru. "Iya kah Leo? ih kenapa tidak bilang dari awal... kamu manis sekali." ucapnya dengan nada serak pertanda bahwa sebentar lagi hujan akan turun dari kelopak matanya.
Melihat wanitanya yang terharu tentu saja sebagai seorang laki-laki yang merencanakan surprise ini merasa kalau hatinya kian menghangat. Mereka duduk saling bersebrangan, lalu Leo beranjak dari duduknya untuk mendaratkan bokong tepat di kursi yang berada di sebelahnya wanitanya.
"Kalau saya yang beri tahu duluan, nanti sepanjang dinner kamu malah senyum-senyum sendiri gak jelas. Terus gak jadi makan deh, nah kan kalau begini enak. Kamu sudah tahu ini surprise dari aku, dan makanannya juga sudah habis." balasnya sambil terkekeh kecil. Tak lupa ia mengacak gemas puncak kepala Felia, dengan wajah yang menampilkan senyum bahagia.
Dulu, tiga bulan juga bersama Azrell, namun rasanya beda dengan saat bersama Felia saat ini. Tentu saja mereka wanita yang berbeda, namun perasaan sayangnya lebih besar untuk wanita yang berada di sampingnya ini daripada sang mantan kekasih. Kalau boleh meralat apa kalimat pegangannya tentang mantan, kalau suatu saat dirinya berpisah dengan Felia pasti ia akan dengan senang hati memohon kembalinya wanita itu.
Cinta memang bisa menyihir hati siapapun yang tadinya sudah mati rasa menjadi penyayang dan kembali takut kehilangan.
Senyuman Felia merekah, lalu menjulurkan tangan untuk mengelus dengan perlahan rahang kokoh milik Leo yang selalu tampak mempesona. "Terimakasih ya sayang buat tiap bulannya yang pasti ngasih aku sesuatu yang membahagiakan, maaf aku tidak memberikan apapun untuk mu." ucapnya dengan nada yang terdengar pelan.
Perihal surprise, ia memang payah. Selain dirinya tidak tahu seluk beluk seorang laki-laki karena Leo yang pertama bagi dirinya, ia rasa kekasihnya satu ini juga sudah mempunyai segalanya jadi ia bingung dan tidak tahu harus memberikan apa untuk perayaan hubungan tiap bulan ini atau sering di sebut dengan mensive.
Leo mengerjapkan kedua bola matanya yang tajam dan intens itu, lalu menggelengkan kepala dengan sangat tulus. "Memangnya saya minta ini itu sama kamu?" tanyanya dengan nada bariton yang di lontarkan sangat lembut.
"Ya enggak sih, namanya surprise ya aku gak perlu menunggu kamu minta, iya kan?"
"Iya juga sih, tapi bagi saya kehadiran kamu sudah sangat lebih dari cukup, Felia. Maksud ku, untuk apa minta hal yang lain kalau ada hal berharga yang sudah ada di genggaman saya?"
Mendengar kalimat penuh keromantisan dan tentu saja terdengar sangat manis itu membuat kedua pipi Felia merona, ayolah apalagi yang bisa membuat dirinya bahagia selain memiliki kekasih yang sangat perhatian dari segala aspek dan sudut kehidupannya?
Bahkan, kini Felia bergeming saking tidak tahunya harus menjawab ucapan Leo dengan kalimat seperti apa.
Tentu saja hal itu membuat Leo terkekeh geli, ia tahu kalau Felia tengah di landa malu. Kalau boleh bertaruh, pasti dada wanitanya naik turun karena apa yang diucapkan membuatnya deg-degan. "Kenapa diam saja? apa yang saya ucapkan ini salah dan terlalu berlebihan bagi mu? kalau iya, maaf--"
"Tidak, aku sangat bahagia mendengar itu dari mu, sayang!" seru Felia, ia memotong perkataan Leo yang bahkan belum keluar seutuhnya dari mulut. Ia menatap malu-malu dan mengedarkan pandangannya. Dan ternyata, Bara sudah menghilang dari sudut ruangan.
Ah Bara adalah pekerja yang sangat paham dengan situasi, kalau mereka tengah melontarkan sesuatu hal yang manis pasti dia pergi.
Jadi, Felia tidak perlu cemas kalau wajah salah tingkahnya dilihat oleh orang lain.
Leo terkekeh, lalu menarik rahang Felia supaya kembali menatap wajahnya. "Hei, kamu itu keajaiban Tuhan yang diberikan untuk saya. Jadi, saya tidak membutuhkan imbalan apapun dari kamu. Kalau mau membuat surprise untuk saya..." ia menggantungkan kelimanya dengan tatapan yang tentu saja sangat sulit untuk di artikan. Lalu kepalanya kian maju dengan tubuhnya yang perlahan membungkuk ke arah perut kekasihnya.
"Kalau mau membuat surprise untuk saya, cukup dengan kehadiran bos kecil kita saja. Itu sangat berarti bagi saya, kita akan selalu menjaganya sampai menatap kehidupan untuk pertama kalinya." sambung Leo sambil mencium perut Felia yang terbalut dengan dress polos longgar, tak lupa juga tangannya mulai mengusap-usap perut itu.
Felia terkekeh, merasa geli dengan Leo yang mengelus perutnya secara perlahan. "Jangan di usap seperti itu, Leo. Sangat geli, ku yakin di dalam perut dia juga ikut tertawa." ucapnya sambil menahan tangan kekar laki-laki tersebut supaya menghentikan aksinya.
Sekarang akhir pekan ke sekian mereka tidak liburan ke liar negeri karena mendapatkan kabar kalau Felia mengandung. Hal itu justru tidak membuat wanita ini kesal karena tidak bisa berjalan-jalan, justru ia berterimakasih pada Tuhan karena pada akhirnya menemukan laki-laki tepat sesuai dengan takdirnya.
Yang pahit hanya kedatangan Azrell pada waktu pertama kali mereka menjalin hubungan, dan pertama kali itu juga seorang Felia kehilangan satu-satunya teman hidup yang saling bertukar cerita dan kabar. Namun Felia tidak peduli akan hal itu, baginya masa lalu tidak perlu di bawa-bawa ke masa sekarang jadu menurutnya itu adalah memori yang harus segera di kubur.
"Biarkan saja, supaya nanti anak kita humoris seperti saya."
"Kamu? humoris? yang benar saja!"
Leo tertawa karena memang benar apa yang dikatakannya tentang 'humoris' itu salah besar. Ia hanya suka meledek dan menjahili, namun terkadang tingkat humornya sangat tinggi. "Loh terus gimana caranya supaya dia ikut menjadi sosok yang berwibawa seperti saya? saya berikan kamu tumpukan dokumen supaya dia paham, begitu?"
Menggelengkan kepalanya, Felia sama sekali tidak setuju dengan apa yang dikatakan oleh Leo. "Ih menyebalkan, tentu saja aku tidak mau membaca tumpukan dokumen yang terlihat membuat kepala sakit itu." ucapnya yang sudah menyerah lebih dulu. Ia bahkan tidak tahu bidang apa dikuasainya, yang ia tahu dirinya berbakat menjadi Ibu Rumah Tangga. Ah itu mah memang pekerjaan wajib seorang wanita, jadi tidak begitu spesial.
Leo lagi-lagi tertawa. Tidak pernah membayangkan kalau seorang Felia bekerja seperti Azrell, dan kini tiba-tiba ia membayangkan itu. Rasanya... benar-benar sangat lucu dan menggemaskan. Oa akhirnya memutuskan untuk menegakkan kembali tubuhnya, namun tangannya tidak terlepas dari permukaan perut Felia. "Lagipula saya tidak akan membiarkan kamu berpikir saat sedang hamil muda seperti ini, takut kelelahan malah otaknya. Saya juga kalau kamu tidak hamil, ya tidak akan memperbolehkan kamu bekerja."
"Memangnya kenapa? kan bekerja itu seru, lagipula anggap saja olahraga harian."
Sejak Felia diangkat oleh Leo menjadi kekasihnya dan tinggal satu atap, tentu saja wanita itu tidak pernah ngapa-ngapain dalam artiannya bebas dari pekerjaan. Tidak ada satu pun sudut di rumah besar ini yang terbengkalai begitu saja, bahkan bagian gudang memiliki pekerja yabg siap menyusun rapih sekaligus membersihkannya.
Menurut Leo, wanita itu hanya tinggal uncang kaki saja ketika laki-lakinya sudah sukses. Menikmati hasil kerja keras, tapi perlu mengeluarkan tenaga yang besar lagi. Jadi... ini salah satu alasan dirinya kenapa tidak membiarkan Felia kembali bekerja walaupun di dalam rumahnya sendiri.
Kalau Felia bekerja, bagaimana dengan maid lainnnya yang di berikan tanggung jawab atas pekerjaan tersebut?
"Tidak boleh, saya tidak mau kamu lelah. Pokoknya wanita itu ibarat ratu, dan kamu adalah ratu yang pantas untuk duduk diam menikmati keadaan."
"Halah, aku itu tuh cuma mantan maid di rumah Azrell. Masa iya tiba-tiba bisa jadi ratu? itu ilustrasi untukku yang sangat mustahil, terlalu ketinggian sayang."
"Loh, memangnya sekarang kamu tidak merasa seperti ratu di rumah saya? padahal saya memperlakukan kamu sangat spesial loh, sayang."
Mendengar pertanyaan itu, tentu saja Felia kembali memutar otaknya mengingat peristiwa yang sudah terjadi saat dirinya bersama dengan Leo. "Euhm, iya aku merasa seperti ratu. Tidak melakukan apapun, dan bebas melakukan sesuatu tanpa batasan." ucapnya sambil menganggukkan kepala dengan raut wajah yang sangat lugu, dia masih Felia saat awal pertemuan mereka.
Memajukan wajahnya sampai kening dan hidung mereka saling bersebelahan, Leo menatap dalam manik mata yang terlihat sangat indah itu. "Nah itu, saya selalu ingin menjadikan kamu ratu di dalam hidup saya." ucapnya dengan nada rendah, bahkan napasnya terasa hangat menyapa permukaan wajah Felia dengan sopan.
Mencoba untuk menahan napas karena semakin terbius dengan tatapan Leo, akhirnya Felia mengerjapkan kedua bola matanya namun tidak memundurkan kepala. "Kamu sangat manis," gumamnya sambil menampilkan sebuah senyuman yang terlihat manis.
Leo mengangkat senyuman miringnya, lalu berdehem kecil. "Iya, manis seperti bibir mungil mu." balasnya dengan kedipan mata, ia menggoda wanitanya hanya dengan kalimat sederhana seperti itu.
Cup
Malam ini, mereka masih tetap bersama dengan kebahagiaan yang tak pernah pudar. Menyatukan masing-masing bibir mereka dan melumatnya secara perlahan, menyalurkan kasih dan sayang yang memang tidak pernah du sembunyikan.
...
Next chapter