My Coldest CEO

93| Negative Thinking



93| Negative Thinking

0Felia menatap Leo dengan sorot mata yang sangat lekat, ia menyandarkan kepalanya pada bahu laki-laki tersebut. Kini, mereka berada di dalam mobil untuk berjalan ke tempat tujuan.     

"Memangnya tidak masalah kalau aku ikut kamu ke kantor, sayang?" Pertanyaan itu akhirnya dilontarkan Felia, padahal tadi ia sendiri yang merengek minta ikut karena tidak ingin ditinggal lagi oleh Leo. Tapi dirinya sendiri yang tiba-tiba merasa tidak enak karena sebelumnya tidak pernah menginjakkan kaki di gedung pencakar langit ini, Luis Company.     

Leo sedikit menolehkan kepalanya, lalu kembali terfokus pada jalanan yang tersuguh di depannya. "Loh kamu gimana tadi kamu yang minta loh karena tidak mengizinkan saya bekerja, tentu saja tidak masalah, memangnya kenapa?" jawabnya sambil menjulurkan tangan kirinya untuk mengelus singkat pipi Felia, lalu di taruh lagi pada stir mobil supaya tidak oleng.     

Entah kenapa, memang kini Felia menjadi sosok yang sangat amat teramat membutuhkan seorang Leo pada setiap hari-harinya.     

"Ya tidak tahu sih, hanya tiba-tiba kepikiran kalau nanti karyawan mu pada tidak suka dengan kehadiran ku. Apalagi kalau nanti mereka menatap ku dengan sorot mata yang membuat hati ku ciut, bagaimana?"     

Segala pemikiran negatif kini bersarang di otak Felia, semuanya langsung keluar yang membuat tingkat kepercayaan diri berkurang.     

Leo menarik senyumannya, lalu berdehem kecil. "Untuk hal itu sepertinya tidak mungkin sayang, kalau mereka menatap mu seperti singa lapar kan ada saya yang rajanya singa. Nanti kalau mereka lancang, aku akan langsung memecatnya sebagai imbalan karena berani dengan kekasih saya." ucapnya dengan nada bariton yang sedikit serak, mungkin karena pagi hari jadi belum mengeluarkan banyak tenaga sampai masih terdengar suaranya yang sangat sexy.     

Felia menganggukkan kepalanya, benar juga dengan apa yang dikatakan Leo. Kenapa dirinya takut dan terlalu khawatir? toh kekasihnya ini adalah seorang atasan dari tempat yang ingin mereka tuju, apalagi mengingat dirinya yang mengandung janin mungil yang otomatis sudah dapat di pastikan kalau ia adalah calon Nyonya Luis. Ah padahal ia tidak pernah bercita-cita menjadi terkenal dan terlampau kaya, tapi di satu sisi ia juga selalu berterimakasih pada Tuhan.     

Karunia yang di berikan Tuhan adalah hal yang terbaik, jadi seluruh manusia hanya bisa menikmati semua itu dengan lapang dada walaupun terkadang dimunculkan rintangan.     

"Tapi kayaknya tidak perlu di pecat, Leo. Bukankah itu berlebihan ya?" tanyanya dengan suara tidak enak, bayangkan saja masa seseorang di berhentikan kerja hanya karena dirinya? kasihan dong dan sangat tidak manusiawi.     

Leo terkekeh kecil, ia bilang ini salah memutuskan ini juga salah. Namun bukan di tentang dengan emosi atau apapun itu, jadi ia masih menganggap kalau perilaku Felia yang sekarang termasuk ke dalam rintangan sebagai seorang calon Daddy.     

"Ya terus kamu maunya gimana? memangnya ada cara lain selain memecat kan tidak ada..."     

"Tapi terdengar sangat kejam Leo, coba saja bayangkan. Kalau ada yang tidak sengaja melihat mu tapi kamu tiba-tiba risih, terus dia yang tidak tahu apa-apa di keluarkan dari kerjaan pasti tidak enak di perlakukan seperti itu."     

Sepertinya setiap orang akan merasa serba salah jika berada di dekat wanita yang tengah hamil.     

Pertama, tadi pagi setelah selesai sarapan Felia dengan mata berkaca-kaca menatap ke arah dirinya dan merengek tidak memperbolehkannya ingin bekerja. Saat sudah di turuti, wanitanya itu malah merasa tidak enak. Padahal tadi dia sendiri loh yang memintanya, Leo hanya menuruti.     

Kedua, tadi Felia mempermasalahkan para karyawannya yang menurut pikiran negatifnya akan tidak di sukai. Giliran Leo memberikan saran untuk memecat, wanita itu tidak setuju.     

Kan jadi lucu sekaligus membingungkan.     

"Yasudah nanti terserah kamu saja,"     

"Kalau terserah justru aku bingung, Leo... masa terserah-terserah doang sih huh."     

"Tuh kan saya salah lagi, yasudah maunya gimana biar kamu enak sayang..."     

Felia menatap jelas pahatan rahang Leo yang terlihat memang kelewat tegas, rasanya ingin setiap saat ia mengelus bagian wajah yang sangat menarik itu tanpa berniat menyudahinya. Namun untuk kali ini ia mengurungkan niat karena tubuhnya tidak bisa terlalu banyak bergerak. "Aku maunya tidur nanti saat sampai di kantor kamu!" pekiknya, menjawab pertanyaan Leo dengan sebal. Toh kan dirinya memang tidak ingin di acuhkan, masa tiba-tiba di bilang 'terserah' dasar laki-laki.     

Merasa kalau sifat wanitanya menggemaskan, Leo terkekeh. Ia sama sekali tidak terganggu, ataupun kesal dengan perubahan sifat Felia yang seperti ini. Baginya ya seperti sebuah kemajuan besar karena mengingat dulu wanitanya ini sangat lugu dan polos, bahkan tidak memperlihatkan beberapa emosi yang ada di tubuh. Dan kini kekasihnya tersebut sudah melakukan hal itu, jadi... ya ia hanya menikmati perubahan tersebut.     

Leo menampilkan senyuman hangatnya, ia berbicara dengan Felia sambil mengarahkan mobilnya yang sudah mulai masuk ke pekarangan Luis Company. "Yasudah sayang nanti tidur ya, muach. Jangan marah-marah mulu ah, nanti saya cium baru tahu rasa." ucapnya sambil menginjak rem dan berhenti secara perlahan tepat di depan gedung LC.     

Felia melihat Leo yang sudah melepas seat belt, lalu mencondongkan tubuh ke arahnya untuk melakukan hal yang serupa. Perlakuan sederhana, namun sangat manis.     

"Kamu tunggu di sini dulu, saya ingin keluar sebentar menemui doorman."     

Menganggukkan kepalanya, Felia memilih untuk meraih tas jinjing miliknya yang berada di atas dashboard lalu mengikuti setiap pergerakan Leo yang keluar dari mobil menemui seorang laki-laki yang memang berprofesi seperti apa yang kekasihnya bilang tadi. Entah apa yang dikatakan oleh Leo, namun karyawannya yang satu itu sibuk melontarkan senyuman hangat dan berakhir menganggukkan kepala sambil membungkukkan tubuh dengan sopan.     

Setelah itu, Felia melihat Leo yang kembali menuju ke arah mobil, lebih tepatnya ke arah pintu mobil dari sisinya.     

Ceklek     

Pintu mobil terbuka bersamaan dengan tangan kekar Leo yang terjulur untuk membantu Felia keluar, setelah wanitanya keluar ia memasukkan sebagian tubuhnya untuk mengambil tas kerja.     

"Yuk, masuk ke dalam." ucapnya sambil meraih tangan mungil Felia yang memang sangat pas di genggamannya, tangan kanannya setia memegang tas kantor yang berisikan dokumen penting.     

Felia mengikuti setiap langkah kaki Leo, namun pandangannya tidak teralihkan kala melihat seorang doorman yang tadi berbicara dengan kekasihnya itu sudah masuk ke dalam mobil mereka dan mulai melajukannya.     

Mungkin saja itu memang bagian pekerjaan dari doorman tersebut oh atau memang Leo sudah langganan meminta tolong dengannya, ah entahlah Felia tidak ingin ambil pusing dengan hal itu.     

Mereka mulai masuk ke dalam Luis Company, dan tentu saja menjadi pusat perhatian. Apalagi Felia yang dari hari ke hari semakin terlihat cantik mempesona, bahkan orang-orang pada mengira kalau dirinya masih muda. Padahal ia sudah dua puluhan, ya memang masih muda sih.     

"Leo, kita menjadi pusat perhatian semua orang." cicitnya dengan mada bicara yang di perkecil takut mereka semua mendengarnya. Ya ia malu, terlebih lagi kini Leo mengajaknya berjalan seperti siput karena takut kalau dirinya nanti kelelahan.     

Leo menolehkan kepalanya, mendapati puncak kepala wanitanya yang memang ia lebih tinggi daripada Felia. "Ya biarkan saja sayang, mereka punya penglihatan dan mungkin kebetulan kita ini objek yang paling menarik." balasnya dengan senyuman hangat, walaupun kekasihnya ini tidak melihat namun kan para karyawan wanita di sini melihat senyuman itu.     

Dan jadilah para karyawan wanita mulai mengontrol degup jantungnya supaya tidak memompa dengan cepat, bahkan memekik tertahan untuk saat ini.     

"Tapi apa kamu tidak risih kalau mereka seperti ini terus, Leo? maksud ku..."     

"Kalau kamu berkomentar lagi, akan saya cium pada saat ini juga, bagaimana?"     

Felia membelalakkan kedua bola matanya, ancaman Leo itu adalah hal yang sangat serius jika dibandingkan dengan segala-galanya. Ia mau tak mau harus menuruti apa yang dikatakan oleh laki-laki tersebut, mengatupkan mulutnya seakan-akan tidak terjadi apapun.     

Leo terkekeh kecil dengan apa yang dilakukan Felia, lalu ia melepas tautan tangan mereka saat sudah sampai di lift khusus hanya untuk orang-orang khusus juga. Menekan tombol untuk membuka lift, setelah itu mereka berdua masuk ke dalam dengan dirinya yang sudah menekan tombol lantai yang di tuju.     

"Jangan diam juga seperti itu, sayang." telurnya saat tidak mendengar suara apapun lagi dari wanita yang berada di sisinya ini. Ia benar-benar merasa kalau Felia menggemaskan, sampai-sampai ia kangen dengan sesuatu hal sensitif mengenai hubungan mereka yang terhalang karena ada yang tengah di perjuangkan pada perut kekasihnya itu.     

Felia bergeming, namun kepalannya sudah mendongak ke arah Leo dengan sebelah alis yang terangkat.     

Menghembuskan napasnya, Leo segera mengecup kecil bibir ranum yang sudah di poles dengan lip tint berwarna cherry yang menyegarkan. "Jangan merajuk terus sayang, nanti setelah pulang kerja saya akan mengajak mu berjalan-jalan, mau gak?" tanyanya yang mencoba merayu sang kekasih yang tadi ia suruh untuk tidak berkomentar tentang apapun. Bukannya ia risih dengan pertanyaan tersebut atau tidak suka, tapi justru semakin banyak pertanyaan Felia maka akan semakin banyak pikiran negatif yang bersarang pada otak wanitanya itu.     

Felia mengerucutkan bibirnya, lalu mendengus kecil pertanda rasa kesal masih menyeruak sampai sekujur tubuhnya. "Benar ya? memangnya mau kemana kasih tahu aku terlebih dulu," ucapnya dengan kedua bola mata yang menyipit. Harus menginterogasi Leo terlebih dulu, soalnya terkadang laki-laki itu sibuk dan tiba-tiba membatalkan janji dengannya, huh!     

Menganggukkan kepalanya dengan pasti, kali ini tidak ada kebohongan atau apapun itu. "Kalau itu rahasia dong nanti jadi gak spesial lagi, kamu tunggu saja ya sampai nanti jam pulang kantor." jawabnya dengan mengulum senyuman yang terlihat manis.     

Ting     

Begitu pintu lift terbuka pertanda mereka sudah sampai di tempat tujuan, Felia langsung saja melangkahkan kakinya keluar lebih dulu daripada Leo. "Bye bye aku duluan, malas sama kamu!" serunya setelah itu benar-benar berjalan duluan meninggal laki-laki yang kini hanya bisa menggelengkan kepala tak habis pikir dengan kekehan kecil dari mulutnya.     

...     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.