My Coldest CEO

94| Obey Felia's Wish



94| Obey Felia's Wish

0Tidak ada kegiatan menarik yang bisa di lakukan saat berada di ruangan yang dominan diisi dengan segala hal yang berbau pekerjaan. Berkali-kali mengedarkan pandangan ke segala arah karena ikut memutar dengan apa yang harus di lakukan kekasihnya, akhirnya Leo menjentikkan jemari.     

"Kamu mau makan, sayang?" tanyanya dengan nada bicara yang terdengar sangat hangat. Daritadi ia hanya berkutat dengan tumpukan dokumen ya karena memang ini yang harus ia lakukan, terlebih lagi harus serius supaya cepat selesai dan bisa pulang tepat waktu lalu berjalan-jalan sore dengan sang wanita yang paling ia cintai.     

Felia yang memang baru saja bangun dari alam mimpinya pun akhirnya menguap, otomatis telapak tangannya menutupi mulut yang terbuka lebar. Ia mengusap mata yang masih terasa sayup-sayup, lalu menolehkan kepalanya ke arah Leo. "Makan? iya sih aku lapar..." jawabnya sambil mengusap-usap perut buncitnya, lalu menatap laki-laki tercintanya dengan sorot mata puppy eyes. "Mau steak!" sambungnya.     

Sesuai dengan artikel yang dibaca Leo pada salah satu web internet tentang 15 makanan umum yang baik dikonsumsi wanita hamil, dan ia menemukan daging sapi rebus atau panggang di salah satu deretan dari ke-15 makanan yang diperbolehkan.     

"Ingin apa lagi, sayang?" tanya Leo, sebentar mengabaikan pekerjaan yang masih menggunung seolah-olah minta di pegang dengan dirinya. Ia memusatkan seluruh perhatiannya pada sang kekasih, Felia baru bangun dari tidurnya ternyata wanita itu tidak main-main dengan perkataannya. Jika bilang ini, maka ini akan di jalankan. Jika bilang itu, maka itu juga akan di jalankan.     

Felia mengubah raut wajahnya seperti sedang berpikir serta menimang-nimang dengan apa yang ditanyakan oleh Leo. Padahal banyak yang ia mau, namun rata-rata di larang --ah bukan di larang sih, tapi sebaiknya di jauhkan-- karena takut tidak bisa di konsumsi oleh dirinya yang tengah hamil.     

"Aku mau cereal dengan susu kedelai dingin!" serunya sambil membayang betapa nikmatnya perpaduan makanan yang ia sebutkan tadi. Ia tidak peduli jika seharusnya waktu yang paling tepat untuk makan cereal adalah pagi hari, namun ini sudah menjelang siang ia baru ingin memakannya.     

Menganggukkan kepalanya, Leo mengerti dengan permintaan random Felia. Lagi-lagi, wanita hamil makan harus sesuai dengan mood-nya. Bahkan kalau di rumah saja, jika kekasihnya itu tidak menginginkan masakan Bara pasti ia akan minta tolong membuatkan menu lainnya yang lebih menarik dan sesuai dengan permintaan Felia. Merepotkan? tidak, sudah seharusnya memang itu pekerjaan Bara yang seorang Chef.     

"Sayang mau oatmeal?"     

"Enggak, gak mau. Maunya tuh cereal, pokoknya cereal apa aja yang penting pakai susu kedelai."     

"Iya, terus apa lagi?"     

"Aku mau alpukat tapi di jus! yang ini jangan dingin, tapi harus manis di tambah susu kental manis vanilla. Terus... buah mangga potong yang segar."     

Leo menganggukkan kepalanya, ia sangat beruntung dengan Felia yang selalu meminta ini itu namun tidak pernah merengek hal yang tidak-tidak --seperti merengek sampai merajuk meminta sushi, dan tidak membaik sampai di turuti--, untung wanitanya selalu paham dan mengerti.     

"Iya, tapi untuk steak-nya tidak bisa yang setengah matang ya sayang karena tidak boleh." ucapnya yang mengingatkan Felia akan hal ini karena kekasihnya itu sangat menyukai tingkat kematangan medium rare saat memakan makanan tersebut.     

//Fyi; medium rare steak setengah matang ini mempunyai tekstur daging yang juga juicy dan lembut. Ketika dicek menggunakan termometer makanan, daging bagian dalam medium rare harus bersuhu 55-60 derajat celcius.//     

Jadi, tentu saja Felia sangat menyukainya karena memang tingkat kematangan itu yang paling juicy dan juga lembut.     

Felia yang sudah merasa kesadarannya utuh kembali pun menganggukan kepalanya, namun ua masih melakukan perenggangan otot karena tertidur di atas sofa. "Iya, Leo. Apapun tingkat kematangannya saat ini aku tidak peduli, hanya ingin steak. Aku lapar... cepat pesan kan." ucapnya yang berakhir dengan rengekan kecil.     

Padahal pagi tadi Felia sudah makan banyak, tidak banyak yang over sih tapi memang porsinya lebih banyak daripada sebelum masa kehamilan.     

Leo pun menganggukan kepalanya, mengerti dengan apa yang diinginkan oleh Felia. "Iya sayang, sabar dong... itu saja ya jadinya?" ucapnya yang kembali memastikan makanan yang diinginkannya sang kekasih. Tidak ikut memesan saja rasanya ia sudah sangat kenyang mendengar menu-menu yang di sebutkan Felia, maksudnya ayolah menu itu sangat tidak nyambung.     

Bayangan dari cereal, steak, jus alpukat, belum lagi buah mangga tentu saja bagi seorang Leo itu bukanlah hal yang serasi.     

"Iya itu saja Tuan," jawab Felia sambil terkekeh kecil. Ia jadi ingat panggilannya dulu saat belum terbiasa memanggil nama dan juga sayang untuk laki-laki yang tengah duduk di kursi kekuasaannya.     

Leo paham, lalu tangannya mulai terjulur untuk meraih gagang telepon genggam yang berada di atas mejanya. Lalu dengan deheman kecil langsung saja menekan beberapa deret nomor untuk menghubungi bodyguard-nya.     

"Halo Tuan, ada yang bisa saya bantu?" sapa seorang laki-laki dengan nada bariton yang cukup berat dan sedikit serak dari seberang sana.     

"Iya, tolong pesankan makanan untuk Felia...."     

Leo menjelaskan apa saja yang harus di beli laki-laki tersebut untuk kekasihnya, lalu setelah mendengar persetujuan pertanda mengerti dengan perintahnya, ia segera mengembalikan gagang telepon ke tepatnya.     

"Sudah sayang, kamu tunggu ya sekitar setengah jam, tidak masalah?" ucapnya dengan nada bicara yang masih selembut kapas. Tidak pernah memaki kesal dengan permintaan aneh-aneh yang diucapkan wanitanya itu, lagipula ia selalu sanggup karena di luar sana memiliki banyak sistem untuk membantu seperti bodyguard-nya tadi.     

Felia menghembuskan napas lega, ia sangat senang jika Leo menuruti apa yang ia inginkan. "Terimakasih banyak ya sayang, kamu selalu menuruti keinginan aku. Jadi mau peluk deh... come here." ucapnya dengan nada bicara manja, kedua tangannya benar-benar di rentangkan dengan lebar seolah-olah benar menyuruh sang kekasih untuk masuk ke dalam pelukannya.     

Merasa gemas dengan perilaku Felia, Leo pun tidak ingin membantah atau menolak. Dengan senyuman yang mengembang di permukaan wajahnya, ia mulai beranjak dari duduk dan langsung seolah-olah bokongnya yang sudah beberapa jam duduk menjadi terasa lega. Ia mulai berjalan untuk menghampiri wanitanya, lalu mendaratkan kembali bokong tepat di sisi kekasihnya itu.     

Tanpa banyak basa-basi, Leo langsung memasukkan tubuh mungil Felia ke dalam dekapannya dengan perlahan. Ia berusaha supaya perut buncit wanitanya itu tidak ikut tertekan karena mereka tengah berpelukan.     

"Saya sangat sayang sama kamu, selagi permintaan kamu masih mampu untuk saya lakukan ya saya tidak akan pernah merasa keberatan dengan hal itu." jawabnya dengan kepala yang sudah bersandar pada bahu Felia, ia menghirup aroma menyegarkan yang selalu menjadi candunya. Wangi yang tidak menusuk atau pun terlalu tajam, tapi wangi yang benar-benar membuat laki-laki seperti dirinya terpesona.     

Sudah berkali-kali Leo mengatakan sayang pada dirinya, bahkan seharusnya Felia bosan dengan pengungkapan kata yang terjadi berkali-kali itu, namun tidak, masih sama seperti sebelumnya rona merah di kedua pipinya kian tercetak jelas.     

Rasanya sangat menghangatkan jika seseorang yang dicintai itu mengatakan perasaannya tanpa rasa gengsi sedikitpun.     

"Aku juga sayang sama kamu, saking sayangnya aku malah jadi minta ini itu terus ya, Leo?"     

"Memangnya kenapa? sudah seharusnya seorang kekasih menuruti apa yang diinginkan oleh kekasihnya, kalau saya tidak mampu justru saya yang akan merasa bersalah."     

"Tapi kan nanti pasti uang kamu terbuang untuk hal yang sama sekali tidak penting, huft."     

Leo melepas pelukan mereka, lalu memundurkan tubuhnya yang otomatis kedua manik matanya bertabrakan dengan milik Felia. Ia mulai menangkup kedua pipi kekasihnya itu, supaya bisa lebih intens menatapnya. "Siapa yang bilang tidak penting? hei, wanita di depan saya ini adalah hal yang paling penting di dunia setelah pekerjaan dan keluarga. Kamu adalah hak terpenting di hidup saya, jadi tidak perlu berpikir yang tidak-tidak." jawabnya dengan nada suara yang sangat lembut, bahkan tatapannya begitu teduh memancarkan ketulusan yang luar biasa.     

Mendengar hal itu, tentu saja Felia terharu. Ia menatap Leo seolah-olah memang tidak ingin kehilangan. Dari awal, laki-laki ini benar-benar sangat baik kepada dirinya. Apalagi tidak pelit, perhatian, ramah, ah pokoknya benar-benar menjadi laki-laki idaman para wanita.     

Dengan kristal bening yang terlihat jelas di kedua manik matanya, Felia menatap dalam mata Leo. Mulai masuk ke dalam pikiran laki-laki tersebut, dan segera menempatkan namanya di sana.     

"Aku gak tau mau bilang apa selain terimakasih yang sangat besar.."     

Setelah itu, terdengar isak tangis dari Felia. Lihat, suasana hati seorang wanita yang tengah hamil memang tidak pernah bisa di prediksikan. Tiba-tiba kesal, senang, marah, dan kini menangis.     

Dengan senyuman hangat, tentu saja Leo tersentuh akan hal itu. Karena dengan Felia menangis karena ucapannya, sudah dapat di tebak kalau wanitanya itu selalu memakai saat dekat dengannya.     

Kini, Leo merasa kalau Felia adalah wanita yang sangat tepat untuk menjadi pasangan hidup kedua baginya. Biarkan kata orang itu apa, karena ya ia menjalani apa yang menurutnya adalah titik kebahagiaan.     

Dengan tubuh yang kembali di dekatkan untuk memeluk Felia, Leo kembali mengelus punggung wanitanya supaya tidak sesegukkan.     

"Kayaknya aku mau balas kebaikan kamu deh, Leo. Kamu mau apa? tuxedo baru, jam tangan, mobil, atau apa katakan saja?" tanya Felia dengan suara serak khas seseorang yang tengah menangis, bahkan suaranya hampir terdengar gamblang.     

Leo terkekeh kecil, ia tidak membutuhkan apapun. Bukan karena sombong, karena memang ia mampu membeli apa yang diinginkan. Bahkan jika ingin berlayar dengan kapal pesiar pun dirinya sanggup, tidak perlu banyak pertimbangan. Katanya, harta tidak akan di bawa mati.     

"Saya tidak membutuhkan apapun itu sebagai imbalan dari kamu, sayang. Saya sudah bilang kamu itu lebih dari cukup, ah iya untuk imbalannya saya hanya ingin bayi kita lahir dengan selamat dan sampai besar selalu menghadirkan tawa di keluarga kecil kita."     

Deretan kata yang sederhana, tentu sana kembali menyentuh relung hati terdalam Felia. "Iya Leo, kita sudah berjuang bersama walaupun dalam jangka waktu yang dekat. Aku sangat bahagia memiliki kamu, aku benar-benar sayang sama kamu..."     

Entah mungkin jika kedua insan jatuh cinta akan terlihat sangat di mabuk asmara seperti ini, ya karena mereka menganggap dengan cinta semua hal yang terjadi di hidupnya seakan ringan dan tidak ada beban karena memiliki seseorang yang sangat penyayang dan pengertian dengan aktifitas keseharian.     

Tapi ada juga yang memilih sendiri dengan berbagai macam alasan, mungkin kalian contohnya?     

...     

Next chapter     

A/N     

Maaf ya kolon author note aku error terus, jadi umum-in di sini aja. Jadi akhir tahun MCC akan complete untuk itu aku hanya ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya karena sudah mengikuti sampai sejauh ini, 2 volume yang menurut kalian semakin membosankan. Maaf ya aku sudah mengerahkan semua yang terbaik, semoga terhibur dengan semua karya ku. I love you so much, tanpa kalian karya ku gak mungkin populer setiap minggunya. Sekali lagi, terimakasih banyak :red_heart:     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.