My Coldest CEO

47| Paris Witnesses Love



47| Paris Witnesses Love

3Paris, 07:30 PM     

Malam di Paris tentu saja tidak jauh berbeda dengan malam di London pada umumnya yang di rasakan oleh Leo, namun berbeda dengan Felia yang sudah berdecak kagum sambil melihat Menara Eiffel yang menjulang tinggi dari jarak yang tidak terlalu dekat.     

Pakaian yang mereka kenakan cukup rapat dengan syal yang melingkari masing-masing leher, supaya tetap menjaga suhu tubuh agar tetap merasakan kehangatan. Udara terasa dingin saat malam hari, namun tidak menghilangkan rasa ingin berkunjung ke tempat yang merupakan iconic di negara ini.     

"Suka?" tanya Leo sambil menarik pinggang Felia supaya lebih mendekat ke arahnya. Terlebih lagi, banyak pasang mata laki-laki yang seperti terhipnotis dengan kecantikan wanitanya. Ia tidak rela, toh segala perubahan yang terjadi pada Felia semuanya berkat dirinya. Bukannya perhitungan, tapi apapun yang sudah menjadi campur tangannya, itu berarti miliknya.     

Felia mendongakkan kepala, menatap rahang kokoh Leo dengan decakan kagum. "Tentu saja, Tuan. Pasti orang-orang yang tinggal di sini akan terus menerus berkunjung, karena tempatnya seindah ini." balasnya, memberikan jawaban yang sangat lugu.     

Leo terkekeh. "Kalau orang sini mah sudah biasa dengan Menara Eiffel. Nah keterbiasaan itu yang membuat mereka biasa saja dengan menara ini, bahkan mungkin ada yang bosan." ucapnya, ia memberikan penjelasan dari sudut pandangnya. Soalnya, di London juga banyak tempat wisata menarik tapi dirinya biasa saja karena dulu sudah puas ke sana.     

"Benar juga ya, Tuan? Tapi tetap saja kalau aku tinggal di sini, aku mau setiap saat berkunjung walau hanya numpang lewat atau mungkin hanya beberapa saat saja."     

"Memangnya ada sanak keluarga yang ada di Paris, huh?"     

"Tidak, aku hanya suka berhalusinasi."     

Leo melihat Felia yang terkekeh, terlihat sangat manis sekali. Coba saja dari dulu ia lebih di pertemukan langsung dengan wanita sederhana ini, pasti ia tidak akan terjebak dari Azrell yang tidak rela berputus hubungan dengan dirinya.     

Beralih dari melingkari pinggangnya, tangan Leo menuju ke puncak kepala Felia. Mengelus rambut halus dengan dengan gerakan yang sangat perlahan, menyalurkan rasa bahagia tersirat yang ia rasakan. "Tidak perlu berhalusinasi lagi jika ada saya di samping kamu, kamu tinggal bilang ingin apa dan voila saya yang akan mewujudkannya."     

Felia mengerjapkan kedua bola matanya, terkesima dengan apa yang diucapkan oleh Leo. "Jadi kamu berlagak seperti Daddy peri, Tuan? kalaupun aku ingin ini itu, aku akan berusaha untuk memakai uang ku sendiri selagi mampu. Kamu bekerja untuk memenuhi kebutuhan kamu, bukan untuk memberikan kebaikan harta juga untuk aku."     

"Tapi kalau kebutuhan saya sudah lebih dari cukup, saya tidak pernah masalah karena telah menghabiskan uang untuk seseorang."     

"Bagaimana kalau nanti aku mengkhianati kamu? pasti kamu menyesal."     

"Tidak ada yang perlu di sesali, saya di sini hanya titipan Tuhan. Dan apa yang saya punya tentu saja tidak abadi, kalaupun nanti kamu mengkhianati saya, saya akan melepas mu dengan mudah."     

Leo memang sesantai itu, masih banyak mungkin wanita yang ingin berada di posisi Felia. Namun sepertinya kata 'melepas mu dengan mudah' itu adalah sebuah kebohongan besar, karena jauh di dalam lubuk hatinya ia menentang keras dengan apa yang terucap dari mulutnya itu.     

"Kalau begitu, kapan-kapan saja aku minta-minta seperti orang tidak mampu saja."     

"Memangnya kamu mampu?"     

Felia menganggukkan kepalanya, membenarkan apa yang ditanyakan oleh Leo. "Tentu saja aku mampu, aku mampu bertahan walaupun Azrell terus menerus masuk ke dalam lingkungan aku dan kamu."     

Mendengar jawaban itu, membuat Leo mengulum sebuah senyuman yang manis. "Kalau begitu aku juga mampu, mampu bertahan dan membuktikan pada diri mu kalau aku adalah laki-laki yang tetap pada pendiriannya."     

Menatap satu sama lain, seolah-olah ada tatapan tersirat dari balik kedua bola mata yang sama-sama memikat. Perlahan tapi pasti, Felia menghamburkan tubuhnya ke pelukan laki-laki yang memiliki tubuh tegap yang sangat cocok untuk di jadikan sandaran.     

"Terimakasih, Tuan." ucapnya, suara Felia teredam karena wajahnya yang bersembunyi di dada bidang Leo. Walaupun begitu, nada malu dengan wajah memerah pasti sudah bisa di bayangkan oleh laki-laki yang kini sudah memeluk balik tubuhnya.     

"Sama-sama, sayang."     

Leo sengaja memanggil wanita yang berada di pelukannya ini dengan sebutan itu. Belum ada hubungan spesial, tapi sudah memanggil sayang? baiklah, pada detik selanjutnya ia akan membuat sebuah kebahagiaan yang mewujudkan perasaan dari dua hati.     

"T-tuan.. sebaiknya panggil aku dengan nama saja, kalau seperti itu terdengar--"     

"Apa kamu mau menjadi pacar saya, Fe?"     

Untuk pertama kalinya Leo gugup mengucapkan hal yang seharusnya sudah biasa karena ia sering katakan, mengingat dirinya adalah CEO playboy yang memiliki banyak sekali mantan untuk di seleksi supaya bisa memenuhi kriteria masa depan. Tali saat bersama Felia, rasanya sudah sangat berbeda. Ia semakin merasakan kalau jatuh cinta itu... ajaib?     

Menengadahkan kepalanya, Felia menarik wajah dari dada bidang yang terasa sangat nyaman itu dan mulai menatap wajah Leo dengan tatapan berkaca-kaca. Lidahnya terasa pelu, ini pertama kalinya ada laki-laki yang mengajaknya berpacaran dengan mode serius. "T-tuan..." Hanya itu yang bisa ia ucapakan saking tidak percayanya.     

"Apa jawaban mu?"     

Leo melihat Felia yang masih bergeming namun kedua bola matanya terkunci pada wajahnya, ia menampilkan sebuah senyuman hangat pertanda tidak ada paksaan dari apa yang ia katakan barusan.     

"Tentu saja aku mau, Tuan!"     

Seruan yang terdengar sangat bahagia dengan tubrukan yang langsung saja memeluk tubuhnya, membuat dirinya sedikit terhuyung namun dapat menahannya.     

Tiba-tiba saja banyak tangan yang bertepuk tangan karena terdengar suara gemuruh, sudah dapat di pastikan mereka semua yang berada disini menyaksikan keromantisan dari seorang Leo. Bahkan ada beberapa dari mereka yang menjerit tertahan seolah-olah itu adalah hal yang paling diinginkan oleh para kaum wanita.     

Bayangkan saja, jika ada laki-laki yang menyatakan perasaan kepada mu tepat di depan Menara Eiffel. Pasti itu adalah momen yang paling tidak akan pernah terlupakan, walaupun nanti semisalnya sudah berputus hubungan. Karena suatu hal yang tidak biasa, menepis kebiasaan dan menjadikannya sesuatu hal yang sangat spesial.     

"Tuan, apa harus ya di tonton semua orang seperti ini? aku malu..."     

"Tidak apa, sayang. Selagi mereka tidak mengganggu kebahagiaan kita, mereka bebas bersikap."     

Idola yang baik untuk para fans yang terkadang berlebihan saat melihat dirinya. Mungkin tidak ada yang agresif atau bahkan menarik-narik dirinya untuk mengajak foto bersama, para penggemar Leo pada tahu diri kalau laki-laki ini sangat sukar di gapai sehingga bertemu dengan jarak sedekat ini pun masih bisa menjaga batas wajar.     

"Tapi aku malu, Leo. Kenapa kalau dekat dengan seseorang yang terkenal harus merasa seperti ini ya? apa privasi mu sama sekali tidak terganggu?" wajah polos itu kembali tertampil di hadapan Leo, melontarkan pertanyaan yang sangat menggemaskan.     

Mengecup singkat kening Felia dengan tatapan sayang, ia tersenyum. "Tidak menurut saya kamu bukan lah privasi, tapi kepemilikan yang sudah seharusnya diketahui oleh banyak orang."     

Bahagia? tentu saja. Hanya dalam beberapa hari saja Leo sudah menggilai Felia dari segi sifat dan juga tubuhnya yang masih tersegel dengan sempurna. Ia beruntung karena bertemu dengan wanita yang masih sesuci Felia, dan ia tidak ingin merusak sebelum adanya kemantapan untuk menaruh sebuah cincin di jari manis wanitanya .     

"Aku tidak bisa berkata-kata, tenggorokan ku terasa sangat kering."     

"Kalau begitu, kamu tidak perlu berkata-kata biar saya saja yang menunjukkan sudah seberapa besar rasa saya untuk kamu."     

Di balik kebahagiaan Leo dan Felia, tentu saja pasti akan ada hati yang tersakiti begitu dalam. Tapi itu semua sudah pilihan takdir, siapa yang pergi pasti dia yang menyesal dan memohon kembali, hukum alam.     

"Saya ingin kamu tahu satu hal, Fe."     

"Apa itu, Tuan?"     

"Saya lebih suka kalau kamu panggil saya dengan sebutan sayang dan nama, bukan Tuan seperti layaknya karyawan."     

"Tapi aku tidak terbiasa, menurut ku sangat tidak sopan karena kamu--"     

"Lebih tua dari pada diri mu?"     

Felia meringis mendengar tebakan kalimat dirinya yang belum selesai terlontar namun sudah dipotong oleh Leo. "Bukan masalah perbedaan umur, ya tapi tidak nyaman saja."     

Tangan Leo beralih kembali ke pinggang Felia, berpose seperti sedang berada di lantai dansa. Pose mereka sangat romantis untuk di abadikan, dan di posting pada media sosial sebagai sebuah pasangan yang serasi.     

Wajah sederhana Felia menjadi daya tarik tersendiri bagi publik, bukan tentang kemewahan tapi tentang seberapa tulus kasih sayang yang diberikan.     

"Mau makan malam romantis?"     

"Boleh juga, aku cukup lapar."     

"Dimana? Ingin di hotel saja atau kita pergi ke restoran berbintang?"     

"Jangan resto, Tuan. Ku pikir di sana terlalu mahal, ak--"     

"Saya yang traktir karena mulai malam ini semua kebutuhan yang kamu perlukan menjadi tanggung jawab saya, termasuk jam makan dan menunya."     

Leo menatap dalam bibir ranum Felia, senyuman tidak pernah luntur dari wajahnya. Terlihat begitu menawan, dan sangat tampan dengan semburat sinar rembulan di langit malam. "Tidak ada penolakan, kamu tahu hal itu sayang." ucapnya dengan nada rendah, mendekatkan wajahnya ke arah Felia lalu mulai melumat bibir yang sudah dari kemarin-kemarin menjadi candunya.     

Berciuman dan disaksikan oleh banyak orang yang satu pijakan dan satu udara dengan mereka bukanlah hal yang memalukan terlebih lagi Leo adalah orang besar dan terpandang yang menjadi dambaan banyak orang, dengan hal ini menurut mereka sangat romantis dan manis. Bahkan ada beberapa wanita yang mulai menjerit tertahan, mungkin saja membayangkan kalau bibir sexy milik Leo menempel dan melumat bibirnya.     

Ciuman mereka terlepas, menyisahkan Felia yang sedikit terengah-engah. Mainan mulut dengan perlahan dan sangat memabukkan itu sangat menghipnotis dirinya.     

Kini, Paris menjadi saksi kalau Leo sudah menemukan seorang wanita yang tepat untuk mengisi kemapanan dan kekosongan hidupnya. Entah bagaimana dengan hari-hari berikutnya yang mungkin saja bisa bertambah rumit, atau bahkan hanya tersisa kebahagiaan untuk hari selanjutnya.     

...     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.