My Coldest CEO

49| Night Full Of Magic



49| Night Full Of Magic

0Place De La Concorde, Paris     

Alun-alun berbentuk oktagon yang berada di antara Tuileries Gardens dan jalan Champs Elysees ini dirancang cantik dengan keberadaan ornamen taman, air mancur, hingga lampu-lampu taman yang indah, terutama saat di malam hari. Dengan ciri khas bianglala menjadi iconic yang paling gencar untuk dinikmati karena dengan itu, para pengunjung bisa melihat pemandangan kota Paris yang sangat cantik berpadu angin malam.     

Leo menarik pinggang Felia, banyak para pengunjung yang mulai memperhatikan keberadaan mereka secara terang-terangan. Sialnya, ia tidak membawa salah satu bodyguard karena ingin memunculkan momen spesial yang sesuai pengharapan di Menara Eiffel tadi.     

"Kita pulang saja yuk, Tuan. Sepertinya di sini sangat ramai."     

Deretan kalimat yang diucapkan dengan sangat lembut membuat dirinya langsung memusatkan perhatian ke arah wanita yang berada di sisinya saat ini, dikunci dengan lengannya. "Loh kenapa pulang? saya kesini untuk mengajak kamu liburan akhir pekan, bukan untuk menghabiskan waktu di dalam kamat hotel yang membosankan." ucapnya sambil mengacak lembut puncak kepala wanitanya.     

Felia menghembuskan napas secara perlahan, lalu mengeratkan jaket yang menyelimuti tubuh mungilnya. Menatap ke sekeliling, dan pandangannya langsung bertabrakan dengan beberapa pasang mata yang menoleh ke arahnya atau hanya ke arah Leo?     

"Apa menjadi terkenal seperti ini seru ya, Tuan? Maksud ku... apa tidak risih kalau tanpa penjagaan bodyguard pasti digandrungi seperti ini."     

"Saya tidak merasa risih, karena orang berhak menaruh rasa suka pada orang lain. Selagi mereka tidak menarik-narik diri ku untuk berfoto, semua ini bukanlah masalah besar bagi ku."     

Leo menatap Felia yang sedikit memucat, apa wanita ini risih? Apa lagi melihat dia bergeming, tidak membalas jawabannya. "Mau pulang? gak jadi naik bianglala, huh?" tanyanya sambil menampilkan sebuah senyuman hangat.     

Kalau wanitanya tidak mau, tentu saja Leo tidak akan pernah memaksanya.     

"Niatnya seperti itu, tapi... ayo kita mengantri!"     

Dalam detik selanjutnya, tiba-tiba Felia bergerak menarik tangan Leo. Melepas pelukan posesif di pinggangnya, dan membuat laki-laki tersebut mengikuti setiap langkah kaki menuju loket pembelian karcis.     

Dalam hati, tentu saja Leo terkekeh kecil. Ia merasa kalau Felia bisa melawan situasi yang bertentangan dengan kebiasaan wanita itu. Hal yang sangat luar biasa karena dari sebagian orang biasanya enggan mengalah dengan ego, karena apa yang sudah menjadi kebiasaan akan sulit diubah dan masuk ke dalam zona baru.     

Felia wanita yang sederhana, dan... unik?     

Mereka sampai di depan loket karcis, dan pada saat itu juga orang-orang yang mengantri langsung saja memberikan jalan supaya mereka langsung menunju ke barisan paling awal.     

"Woah.." tanpa sadar Felia berdecak kagum. "Apa kalau memiliki penggemar di berbagai belahan dunia akan di perlakukan sangat spesial seperti ini, ya?" tanyanya dengan nada pelan.     

Leo akhirnya benar-benar melepaskan kekehannya. "Dasar wanita lugu kesayangan saya, tidak perlu mengobrol lebih baik kita segera membeli tiket." ucapnya sambil meraih tangan Felia, menggenggam tangan mungil yang sangat pas dengan telapak tangannya. Berjalan terus sampai berhadapan dengan seorang wanita yang berada di dalam loket, tengah tersenyum manis ke arah mereka.     

"Bisakah saya minta karcis untuk dua orang?" tanyanya sambil menyandarkan tangan yang bebas tidak menggenggam tangan Felia. Tatapannya mampu mematikan sang lawan bicara karena terlalu mempesona, padahal hanya tatapan mata yang terlihat biasa saja.     

Wanita itu mengangguk-anggukkan kepalanya, lalu melakukan pekerjaan untuk mengambilkan dua tiket untuk sang pembeli yang sangat jarang menginjakkan kaki di sini. "Tentu, Tuan Leo. Dan ini tiket untuk mu, selamat menikmati dan anda bisa langsung masuk ke dalam bianglala. Terima sudah berkunjung," ucapnya dengan sangat ramah.     

Padahal, semua orang juga tahu siapapun wanita yang berbicara bahkan sampai tatap-tatapan empat mata seperti itu tidak tahan untuk meminta berfoto bersama atau bahkan setidaknya menyentuh sedikit tangan Leo. Tapi kembali lagi, harus profesional...     

Felia menatap ke arah Leo yang mengeluarkan beberapa lembar uang Euro, setahunya jumlah yang laki-laki itu berikan kelebihan banyak. Ingin bertanya, tapi ia urungkan.     

"Ambil kembaliannya, anggap saja itu tip untuk mu karena sudah bersikap profesional." ucap Leo sambil mengubah posenya menjadi posesif, kembali menaruh lengannya pada pinggang Felia.     

Wanita itu hampir saja memekik kalau mengingat jika ada laki-laki lainnya yang berada satu loket dengan dirinya. "Terimakasih banyak Tuan, anda sangat berkharisma dan tampan juga baik hati. Semoga Tuhan memberkati Tuan, sekali lagi terimakasih." ucapnya dengan senyuman bahagia yang tercetak jelas di permukaan wajah.     

Leo menganggukkan kepalanya, sambil memberikan sebuah senyuman manis.     

Setelah mengucapkan kalimat kembali kasih, ia langsung saja melangkahkan kakinya untuk membawa Felia langsung masuk ke dalam bianglala.     

"Tuan, kamu baik sekali. Kenapa tidak pernah sayang dengan uang?"     

"Saya sudah bilang kalau saya sayangnya sama kamu, urusan uang biarin aja mau di buang untuk apapun juga mudah di carinya."     

"Iya, mudah karena kamu seorang Luis. Jadi tidak perlu kebingungan bekerja keras, duduk santai saja uang mu masih mengalir."     

"Kalau begitu, nikmati uang ini bersama saya."     

Leo sama sekali tidak pernah berpikir kalau memberikan tip berlebihan ke seorang pekerja akan membuat dirinya bangkrut, ya anggap saja sebagai hadiah kecil untuk orang lain atas keberhasilan hidupnya.     

Lagipula uang bukan segalanya tapi segalanya membutuhkan uang, hukum dunia.     

Mereka mendaratkan bokong di kursi yang berada di dalam bianglala, mereka memilih untuk duduk berhadapan supaya puas menatap satu sama lain.     

Setelah merasa slot bianglala sudah penuh, wahana yang sangat diincar banyak orang ini mulai bergerak dan berputar dengan gerakan lambat. Pada saat itu juga, Leo mengeluarkan ponsel dari saku celananya. "Kamu diam, aku ingin memotret diri mu." ucapnya sambil memposisikan kamera ponsel ke arah wanita yang mulai memusatkan pandangannya ke luar, menatap pemandangan yang sialnya memang sangat indah.     

"E-eh? untuk apa? aku--"     

"Jangan banyak bicara, Fe."     

Pada saat itu juga, Leo menekan tombol potret yang berada di sisi bawah tengah ponsel. Satu momen terabadikan. "Cantik," gumamnya setelah melihat poto hasil potretnya.     

Felia mengembuskan napas dengan pasrah, mau di larang juga Leo akan lebih keras kepala dam tidak terbantahkan jika di bandingkan dengannya. Ia kembali menoleh ke luar jendela bianglala, membiarkan laki-laki di seberangnya melakukan kegiatan sesukanya.     

Cekrek     

Satu momen candid terabadikan.     

Cekrek     

Dan satu lagi.     

"Fe, sepertinya saya ingin foto berdua dengan mu."     

Entah tersihir pesona Felia atau apa, tapi Leo menjadi pribadi seperti bucin pada pasangan. Padahal sebelumnya, saat Azrell mengajak foto saja ia menolak karena enggan. Dan kini, bahkan tanpa di minta oleh wanitanya justru dirinya sendirilah yang mengajukannya.     

Felia menaikkan sebelah alisnya, senyuman kikuk hadir di permukaan wajahnya. Ia membawa anakan rambut ke belakang telinga, lalu menatap Leo. "Euhm, seperti tidak perl--"     

"Tidak menerima penolakan."     

Memotong ucapan Felia, Leo langsung saja berjalan pelan ke arah wanitanya dan duduk satu kursi di sana. Kini mereka bersebelahan dengan dirinya yang masih setia menggenggam ponsel.     

"Kamu yang pegang ponselnya atau saya?"     

"Orang aku bilang gak mau foto, huh!"     

"Kalau begitu, tidak berarti iya. Supaya saya akan tetap bisa berfoto dengan mu,"     

"Kalau aku mengiyakan, apa artinya tidak?"     

"Iya ya tetap iya lah, mana ada kalau iya tiba-tiba berubah jadi tidak."     

Leo tertawa melihat wajah kecut Felia. Malam ini adalah malam yang paling menyenangkan. Akhir pekan dengan wanita lugu yang justru mengundang kegemasan tersendiri baginya, benar-benar 'akhir pekan' yang melepaskan penat.     

Biasanya, kalau ia berakhir pekan dengan Azrell, hanya ada penuntutan karena wanita itu banyak sekali meminta ini itu. Bukan karena ia tidak mampu, ia sangat mampu. Tapi... bayangan akhir pekan yang bertujuan untuk refreshing jadi terpakai untuk berbelanja banyak sekali oleh-oleh.     

"Yasudah aku yang memegang, berpose."     

Mereka saling tersenyum ke arah kamera, pose pertama menghasilkan potret yang sempurna. Pose kedua, Leo tetap tersenyum namun Felia menjulurkan lidah ke arah laki-laki di sebelahnya. Banyak pose yang mereka ambil, background lampu-lampu bianglala menjadi background yang menambah cantik hasil poto mereka.     

"Saya posting di Instagram, ya."     

Mendengar ucapan Leo, tentu saja Felia panik. "Eh jangan Tuan! Bagaimana kalau nanti Azrell jadi membenciku karena ini? belum lagi... aku malu kalau mendapatkan komentar dari banyak orang." cicitnya dengan bibir yang mengerut sebal.     

"Kalau begitu, saya akan matikan kolom komentar."     

Leo tidak mendengarkan lagi ucapan Felia yang melarang dirinya supaya tidak di posting di publik, namun terlambat sepertinya laki-laki itu sudah masuk ke dalam aplikasi dan memilih semua foto sampai beberapa slide.     

Done     

Leo tersenyum puas menatap postingan dengan caption 'night in paris with my beautiful lover'.     

"Kamu memang tidak terbantahkan ya, Tuan." ucap Felia sambil mendengus kecil, ingin marah pun pasti tidak ada artinya.     

Leo terkekeh kecil, lalu langsung saja meraih tengkuk Felia dan melumat bibir ranum yang sedaritadi ia tahan untuk tidak melumatnya di depan hiruk-pikuk manusia yang berada satu pijakan dengan mereka.     

Kali ini, tidak ada lagi Felia yang menutup mulutnya rapat-rapat karena malu berciuman dengan Leo. Kini, justru lidahnya yang mulai mengabsen deretan gigi laki-laki tampan ini. Membuat Leo menarik senyuman miring, merasa puas.     

Tidak lama, Felia memutuskan lumatan mereka. Perlahan, namun tetap saja mampu membuat oksigen yang berada di atmosfernya menipis.     

"Jadi, kamu sudah pintar ya mengambil alih ciuman. Ternyata pembelajaran dari saya berguna juga,"     

Blush     

Leo melihat kedua pipi Felia yang memerah, ia menatap dengan lekat kedua manik mata biru yang indah itu. Lalu detik selanjutnya memeluk tubuh mungil yang lagi-lagi sangat pas berada di dekapannya. "Terimakasih telah menghadirkan malam penuh keajaiban di Paris dan di hati saya,"     

Diucapkan dengan sangat tulus, membuat siapapun yang mendengarnya sangat tersentuh dan terharu termasuk Felia. Ia memeluk erat tubuh kekar Leo, mengelus tengkuk laki-laki tersebut dengan perlahan. Pertama kalinya berpacaran, pertama kalinya juga ia merasa begitu di cintai dengan tulus oleh seorang laki-laki. "Aku akan belajar untuk mau menjadi kekasih yang terbaik untuk kamu, Tuan."     

"Sayang Fe bukan Tuan,"     

"Iya, aku cinta kamu, sayang Leo."     

Tidak pernah ada tahu bagaimana kriteria hati untuk memilih pasangan, tidak di ukur dari sudut manapun asalkan yakin.     

Kini, wanita yang tengah dicari-cari Leo akhirnya sudah tergenggam erat di hidupnya. Setelah ini, masih ada banyak perjalanan yang harus mereka lalui. Entah bagaimana kabar takdir yang akan menyapa mereka, hanya perlu berdoa kalau pengharapan tidak selamanya abadi dan pasti akan terwujud.     

...     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.