51| About Complementing
51| About Complementing
Ada banyak harapan yang pupus karena tertampar kenyataan yang tidak sesuai. Tapi ada banyak juga harapan yang terwujud dan sesuai, sehingga membuat sebagian orang yang beruntung itu tersenyum bahagia.
Sama layaknya dengan Felia saat ini, ia menatap laki-laki yang tengah membenarkan kerah kemejanya. Pakaian yang simple, namun menarik membuat dirinya terus menerus terpukau dengan apa yang telah di capai saat ini.
"Kenapa kamu melihat saya seperti sangat memuja seperti itu, sayang?"
Akhirnya, suara bariton yang akhir-akhir ini selalu terngiang-ngiang di kepalanya mulai masuk ke dalam indra pendengaran. Menghancurkan tatapan penuh takjub dirinya ke arah Leo, menjadi raut wajah biasa saja dengan gelagapan. "Jangan terlalu percaya diri, Tuan. Aku tidak melihat dirimu, hanya... ah iya melihat jam dinding yang berada di belakang mu." ucapnya sambil menunjuk sebuah jam yang berada di dinding, memang satu arah dengan sudut pandangnya saat ini.
Leo menaikkan sebelah alisnya, tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Felia. "Masa? menatap jam dengan terpukau, semua orang juga tahu kalau kamu berbohong." ucapnya dengan kekehan kecil.
"Mau berbohong atau tidak, itu bukan urusan kamu."
"Dasar wanita memang sulit di tebak, seharusnya bilang saja apa yang kamu rasakan. Toh saya juga akan dengan senang hati menerima segala pujian dari kamu,"
Leo berjalan ke arah Felia, lalu tanpa aba-aba langsung saja menggendong wanitanya ala bridal style. "Kita harus segera sarapan," ucapnya sambil mengecup kening Felia dengan lembut.
"Jangan menggendong ku, Tuan. Pagi-pagi jangan mengundang perhatian, aku bisa jalan sendiri!" ucapnya sambil memukul kecil dada bidang Leo. Kalaupun laki-laki itu tidak terkenal, itu juga tidak ingin di gendong seperti ini dan menyuguhkan publik bagaimana keromantisan mereka.
Leo sedikit kewalahan dengan Felia yang terus memberontak, "baiklah aku akan melepaskan kamu." ucapnya sambil menurunkan tubuh wanitanya dengan gerakan perlahan.
Felia tersenyum penuh kemenangan lalu melambaikan tangan dan mendahului tubuh Leo untuk keluar kamar hotel. Dan tiba-tiba saja, tubuhnya terhalang dengan dua orang laki-laki yang berprofesi sebagai bodyguard bayaran Leo.
"Permisi, Tuan-tuan."
Kedua bodyguard tersebut langsung saja memberikan akses keluar saat menolehkan kepala dan terdapat wanita dengan tubuh mungil. "Selamat pagi, Nona." ucap mereka berdua.
Menganggukkan kepalanya dengan sebuah senyuman ramah, "halo selamat pagi juga untuk kalian berdua." Lalu melangkahkan kaki lebih dulu karena mendengar suara bariton yang memanggil dirinya dengan kekehan. Kini, ia bertindak seperti seseorang yang bersusah payah kabur dari laki-laki menyebalkan, dan sepertinya itu benar adanya.
"Fe!"
Masih berjalan dengan langkah kakinya yang kecil, Felia menghiraukan panggilan Leo. Dan sialnya, lift yang seharusnya menjadi akses untuk menuju ke lantai tempat adanya restoran baru saja tertutup rapat sebelum ia bisa melangkah ke dalamnya. Terpaksa, berhenti tepat di depan pintu besi lift untuk menunggu giliran turun lagi.
"Akhirnya berhenti juga, makanya jangan berani-beraninya meninggalkan saya."
"Atau apa?"
Mengerjapkan kedua bola matanya, Felia di pagi hari dengan dress simpel sudah melekat di tubuhnya. Bahkan wanita ini sangat percaya diri keluar dan berhadapan di depan publik dengan sapuan make up yang benar-benar tipis.
"Atau saya akan melumat bibir mu," suara rendah Leo mampu membuat bulu kuduk wanita yang mendengarnya berdiri dengan sempurna. Bisa-bisanya laki-laki itu memiliki daya tarik yang sangat tinggi!
Felia yang mendengar itu langsung saja mengedarkan pandangannya takut ada yang mendengar apa yang di katakan Leo, begitu pandangannya melihat kedua orang bodyguard yang berdiri tak jauh di hadapan mereka, rasanya ia ingin menenggelamkan diri di bathtub. 'Oh astaga Leo...' batinnya, merasa geram sekaligus gemas dengan laki-laki yang berada di sampingnya ini.
"Jangan mengada-ada, Tuan."
"Sudah berapa kali saya harus bilang sama kamu supaya memanggil saya dengan panggilan sayang?"
Felia meneguk salivanya, saat ia ingin mengucapkan sayang untuk Leo pasti kata itu tercekat di tenggorokannya. Pada akhirnya? ia memilih untuk tetap memanggil laki-laki itu dengan panggilan Tuan. "Iya sayang," ucapnya. Terdengar biasa saja memang, tapi rasanya hati ingin lepas dari tempat semestinya.
"Nah begitu terdengar jauh lebih baik," ucap Leo yang berkomentar puas. Setiap Felia berada di sampingnya, di setiap itu juga senyumannya tidak akan pernah luntur. Ia langsung saja menaruh lengannya di pinggang mungil tersebut, seperti biasa melakukan hal yang sudah seharusnya dilakukan.
Felia pasrah saja di perlakukan seperti ini, jam masih sangat pagi dan kemungkinan lift belum begitu penuh. Dan ya, ini menjadi celah bagi Leo untuk bermesraan dengan dirinya. Ah sepi atau tidak juga laki-laki itu tetap saja menempeli dirinya.
Cukup beberapa saat menunggu lift terbuka,
Ting
Dan ya, saat-saat yang ditunggu sudah terwujud. Mereka memasuki lift, begitu juga dengan dua orang bodyguard yang berada tepat menghalangi pintu masuk lift seolah-olah sudah penuh dengan banyak orang. Padahal mah di dalamnya hanya ada Leo dan juga Felia.
"Ingin permainan kecil gak?"
"Apa itu?"
Felia menatap Leo yang menunjukkan senyum miringnya, justru ia mengangkat alis. Baru saja ia ingin menanyakan perihal apa yang dimaksud dengan 'permainan kecil' Leo, tiba-tiba saja ..
Jleb
"Awshh--"
Kalau saja dirinya tidak menahan mulutnya yang ingin keluar desahan, mungkin saja seorang Felia sudah tidak tahu ingin menaruh wajahnya di mana karena malu dengan kedua bodyguard yang berada satu pijakan dengan dirinya.
Menurunkan pandangannya, ia melihat jemari Leo yang sudah berada masuk ke dalam kewanitaannya. "Kau gila?" bisiknya dengan berdesis sebal. Bayangkan saja, masih pagi bisa-bisanya Leo membuat dirinya basah. Belum lagi mereka berada di dalam lift?! sudah pasti CCTV memperhatikan ke arah mereka.
"Iya, gila karena kamu." Leo bersikap tenang seolah-olah tidak terjadi apapun. Ia melihat ke arah CCTV yang memang sudah di amati belum aktif, lalu jemarinya mulai beraksi di sana.
Skip...
Ting
Menghela napas lega, akhirnya Felia bisa terlepas dari siksaan nikmat berdurasi sebentar. "Jorok," gumamnya dengan sedikit terengah-engah.
Melihat Leo yang tidak mengelap cairan miliknya di mana pun --yang artiannya masih membekas di tangan laki-laki itu--, membuat Felia langsung saja menarik tangan Leo setelah kedua bodyguard mereka keluar lift untuk menuju ke toilet laki-laki yang terdapat di lantai dasar tempat restoran berada.
"Cuci tangan mu dengan bersih,"
"Iya bawel. Tanpa di suruh pun saya akan melakukan hal ini, nanti saya pastikan malam terakhir di Paris adalah yang paling spesial."
Blush
Seiring dengan kepergian Leo, rona merah itu muncul di kedua pipinya. Debaran yang entah kenapa sangat mampu membuat tubuhnya seperti tersengat desiran aneh, menjalar ke seluruh tubuhnya dengan sempurna.
"Ih gak jelas, lebih baik aku duluan aja."
Felia masuk ke dalam restoran dengan satu bodyguard yang menjaganya, dan satu lagi menunggu Leo keluar dari toilet. Banyak arah mata yang menoleh ke arahnya, tatapan keramahan pertanda mereka suka dengan kehadirannya.
"Selamat pagi Nona Luis, silahkan ikuti saya untuk meja anda."
Tunggu, perasaan Felia belum memesan meja nomor berapa. Dan terlebih lagi... Nyonya besar Luis? apa telinganya tidak salah dengar?
Tidak ingin mengambil pusing, ia segera mengangkat bahunya acuh lalu berjalan mengikuti seorang kepala pelayan yang seperti manager?
"Silahkan Nona duduk di sini, nanti saya ambilkan menu utama dan menjelaskan tentang menu bufftet yang juga ada di sini." ucap sang pelayan laki-laki dengan sangat ramah, nada bicaranya terdengar sangat sopan.
Mungkin ini adalah sistem kerja di sini, melayani tamu penting dengan pelayanan yang sempurna.
Felia segera mengucapkan kembali kasih, lalu duduk di kursi yang sudah dilayani sang pelayan tersebut. "Baik, dan sepertinya kamu cukup memanggil aku dengan sebutan Felia tanpa embel-embel Nona." ucapnya yang merasa tidak enak dengan panggilan pelayan tersebut terhadap dirinya, mungkin karena ia tidak terbiasa?
Sang pelayan tersebut hanya menampilkan senyuman tipis, lalu sedikit membungkukkan tubuhnya. "Maaf Nona, saya tidak bisa melakukan itu karena ini standar kesopanan seorang pelayan pada tamu." balasnya.
Menghela napas kecil, Felia hanya menganggukkan kepalanya lalu tersenyum ramah kemudian membiarkan pelayan itu pamit sebentar untuk mengambil buku menu. "Jadi, ini yang dirasakan Leo saat aku memanggilnya dengan sebutan Tuan?" sekarang ia paham bagaimana rasanya di hormati pada saat yang menurutnya tidak lah tepat.
Mungkin benar, standar orang berbeda-beda.
"Ekhem, sendirian aja.."
Suara bariton itu mengalihkan perhatian Felia, terlihat Leo yang sudah mendaratkan bokong di kursi seberangnya. Felia baru ingat kalau dalamannya... terasa sedikit basah!
"Menyebalkan," ucapnya dengan raut wajah yang tidak bersemangat. Mungkin Leo pintar membuatnya melayang dengan permainan kecil tadi, tapi tetap saja ia merasa malu yang berakhir menjadi kekesalan.
"Bilang saja nikmat, dasar wanita dengan tingkat ego yang tinggi." ucap Leo sambil menaruh ponselnya di atas meja makan. Mereka saling menatap satu sama lain, seolah-olah mengatakan satu sama lain salam pagi di Paris yang begitu menyejukkan hati.
"Cantik,"
"Siapa?"
"Itu, pelayan dengan seragam pakaian mereka yang minim."
Felia mendengus, "Tidak jelas."
"Ya kamu lah, masa saya memperhatikan pelayan yang sedang bekerja? lebih baik memandangi dirimu."
"Merayu terus,"
"Kalau merayu untuk satu-satunya wanita yang saya sayangi, itu adalah poin lainnya yang menunjukkan kalau rasa sayang saya tidaklah main-main."
Felia benar-benar mencari celah kebohongan yang berada di balik bola mata milik Leo, tapi hasilnya benar-benar nihil. Laki-laki di hadapannya ini... benar-benar mengucapkan setiap kalimat yang keluar dari mulutnya dengan kesungguhan.
"Euhm... ini kita ingin mengambil paket menu breakfast atau ingin pilih makanan buffet saja?" tanyanya yang langsung mengalihkan topik pembicaraan karena tidak tahu ingin menjawab perkataan Leo dengan kalimat seperti apa.
Leo menaikkan sebelah alisnya, sadar karena Felia mengalihkan pembicaraan. Ia tidak ambil pusing akan hal ini, lalu memutuskan pandangan dengan wanita di seberangnya. "Saya ingin ambil paket menu breakfast saja, kalau kamu terserah."
Felia menganggukkan kepalanya, ia melihat ada seorang pelayan yang tadi memberikan pelayanan penuh kepada dirinya.
"Silahkan Nona dan Tuan di lihat-lihat terlebih dahulu,"
Pagi ini, masih berada di ruang lingkup hotel yang berada di Paris, mereka menjalani setiap detik waktu berharga untuk menghabiskan waktu bersama.
Yang wanita terkagum-kagum dengan apa yang di lakukan si laki-laki, dan si laki-laki yang sangat bahagia melihat raut wajah gembira si wanita.
Tidak ada yang sempurna, begitu juga dengan Leo. Mobil sport mahal, jet pribadi, terkadang berlibur dengan kapal pesiar bukan berarti menjadikannya seorang laki-laki yang sangat sempurna.
Sayangnya Felia ke kehidupannya, membawa suasana yang sedikit... berbeda?
Begitu juga dengan Felia, mengenal Leo adalah sebuah kemustahilan yang tiba-tiba menjadi kenyataan. Dulu, semua harta benda dan keinginan mahalnya hanya bisa menjadi angan-angan belaka saja. Namun kini... bersama dengan Leo ia merasa lengkap, karena bisa mengisi satu sama lain.
Felia bahagia memiliki Leo yang menetap di hidupnya dan memberikan segala kebaikan untuknya.
...
Next chapter