My Coldest CEO

53| Future Husband?



53| Future Husband?

2Kembali ke London, jet pribadi Leo beberapa menit yang lalu sudah mendarat dengan sempurna. Dan kini, sang empunya bersama dengan kekasihnya sudah berada di halaman belakang rumah. Seharusnya, hari Senin menjadi hari tersibuk karena perawalan untuk kembali bekerja. Tapi kini, Leo sudah meluruskan kakinya sambil menyenderkan tubuh di kursi santai. Iya, dia kembali ambil cuti.     

Dua hari di Paris, dan satu hari untuk mengistirahatkan tubuh. Menjadi CEO sangat menyenangkan dengan para karyawan yang giat dan kinerja yang pintar, jadi ia tidak pernah merasa takut jika satu hari saja ia berlibur Luis Company akan hancur, mustahil.     

"Tuan--"     

"Sayang Fe, atau panggil nama ku."     

Gemas dengan Felia yang masih belum terbiasa memanggil dirinya dengan sebutan pada umumnya tanpa embel-embel Tuan, membuat dirinya ingin menerkam tubuh mungil yang hanya mengenakkan bikini karena bersiap ingin berenang.     

"Ah iya, Leo. Euhm... kenapa tidak bekerja saja di rumah? kenapa harus memperhatikan diri ku seperti ini?" Bukannya terlalu percaya diri atau apapun itu, tapi ia berkata sesuai dengan kenyataan bahwa sejak tadi Leo menatap dirinya seperti tanpa kedip. Apalagi tatapannya yang tenang namun terlihat kilatan seperti singa yang berancang-ancang dari jauh untuk menerkam sang mangsa, tentu saja membuat dirinya gugup.     

Leo terkekeh melihat Felia yang sedaritadi belum menjatuhkan dirinya ke dalam air, mungkin karena risih dengan tatapannya yang lekat? "Memangnya kenapa? suka-suka saya dong, saya sedang bersantai sebelum bekerja." ucapnya dengan tenang, tangannya meraih gelas yang berisikan jus segar sebagai peneman waktu renang mereka dengan cookies untuk camilannya.     

Pagi hari bersama dengan Felia lagi, membuat dirinya enggan untuk pergi dari sisi wanita itu. Baginya, kalau ada hal yang bisa membuat semangat bangkit, lebih baik puas-puasin terlebih dahulu untuk bersamanya setelah merasa cukup boleh ditinggalkan.     

"Bersantai atau memperhatikan ku?"     

"Ya keduanya sih, sekalian cuci mata."     

Leo terkekeh melihat raut wajah Felia yang memerah dengan tangan yang refleks menutupi bagian tubuh sensitifnya.     

"DASAR CEO MESUM!" pekik Felia sambil berbalik badan supaya Leo tidak bisa melihat apa yang sedaritadi dia lihat, menyebalkan sekali. Lebih menyebalkan lagi dengan dirinya sendiri yang justru tidak mengerti kemana arah pandang laki-laki yang juga sama hot-nya dengan dirinya.     

Leo menaruh kembali gelas yang berada di tangannya di atas meja, ke posisi semula. "Biarin mesum, toh saya hanya begitu sama kamu doang. Kecuali saya pemain wanita yang menebar pemikiran dewasa pada mereka," ucapnya dengan senyuman hangat walaupun yakin 100% kalau wanita itu tidak akan melihat senyuman ini karena membelakanginya.     

"Apa, pasti kamu juga kalau kehilangan aku punya cadangan lainnya."     

"Tahu dari mana?"     

Bertepatan dengan itu, Felia tentu saja langsung memutar tubuhnya. "Tuh kan benar!"     

Leo menatap Felia, lalu ia beranjak dari atas kursi santai dan mulai menghampiri wanita yang seiring dirinya mendekat malah memundurkan langkahnya. "Jangan mundur-mundur, nanti jatuh ke dalam kolam renang." ucapnya yang mengingatkan.     

Felia menghentikan langkahnya, tepat di tepi kolam renang. Menatap takut ke arah Leo, bisa saja laki-laki itu melakukan hal yang membuat dirinya panas. "Habisnya, mau apa dekat-dekat?" tanyanya sambil menaikkan sebelah alisnya.     

Tanpa banyak ba-bi-bu, Leo segera menarik tangan Felia. Membuat wanita itu langsung menabrak dada bidangnya dan masuk ke dalam dekapan. Udara pagi hari yang cukup dingin, namun tidak mengurungkan niat Felia yang tadi merengek ingin berenang menjadikan pelukan ini terasa menghangatkan tubuh.     

"Terimakasih, Fe." gumamnya dengan suara bariton yang terdengar serak, kedua tangannya semakin mendekap tubuh Felia dengan erat.     

"Untuk apa, Tuan?"     

"Terimakasih untuk menjadi wanita terhebat di hidup saya, saya selalu suka menatap kamu bukan karena saya mesum. Tapi kamu seperti candu kalau di lihat berlama-lama pasti akan membuat perasaan hangat tersendiri,"     

Di balik wajah yang tampan dan berwibawa, Leo memang di kenal dengan sosok yang sangat romantis. Kata-kata yang terdengar klasik, namun jika di ucapkan olehnya menjadi deretan gombalan yang mampu membuat rongga dada para wanita berdesir hebat.     

Felia tersenyum dalam diam, membalas pelukan Leo walaupun sedikit risih karena dirinya hanya berpakaian seperti ini. "Harusnya aku yang berterimakasih karena sudah mengadopsi ku sebagai kekasih mu," ucapnya dengan kekehan kecil yang terdengar sangat lembut.     

Mendengar ucapan Felia, suasana romantis patah seketika karena Leo tertawa pada detik itu juga. "Adopsi? tidak ada kata yang lebih bagus selain itu apa?" tanyanya sambil terkekeh kecil. Gemas dengan sikap Felia, akhirnya tangannya menurun dan sontak pelukan mereka terlepas.     

"Yasudah lanjutkan renang mu, saya ingin bekerja dulu kasihan sekretaris saya yang meng-handle semuanya sendiri." sambungnya sambil mencium kening Felia, ia menampilkan senyuman tampan.     

Setelah itu, Leo melangkahkan kakinya meninggalkan Felia yang masih terpaku menatap punggungnya yang semakin menjauh dari jangkauan penglihatannya. Ia mulai masuk ke dalam rumah, tubuh bagian atas yang telanjang membuat para maid muda mau tak mau harus menahan jeritan mereka karena tidak mau kelepasan karena melihat anugerah indah Tuhan yang tersuguh jelas.     

Tadi, niatnya ingin mandi dan mengguyur kepalanya dengan air shower tapi ia pikir berendam di bathtub adalah pilihan yang tepat.     

Segera menaiki satu persatu anak tangga yang membawanya menuju ke lantai dua tepat dimana kamarnya berada, ia langsung saja masuk ke ruangan yang sudah menjadi tempat tak tersentuh orang lain ini. Dan mulai mengunci pintunya supaya tidak ada orang yang masuk tanpa izin.     

Sedangkan Felia di kolam renang sana...     

"Ih, kalau berlama-lama dengan Leo pasti nanti aku terkena serangan jantung cantik."     

Entah apa yang ada di pikirannya, ia malah tertawa geli dengan perlakukan Leo selama bersamanya. Tunggu, apa Azrell merasakan hal serupa dan diperlakukan seperti ini juga oleh laki-laki itu? Ah ia jadi merasa kalau Leo mungkin termasuk ke dalam golongan buaya darat, menyebalkan.     

Tidak memikirkan itu lagi, Felia langsung saja berancang-ancang untuk masuk ke dalam air     

Byur..     

Tubuh mungil itu sudah masuk ke dalam kolam renang, mulai berenang dengan gaya yang paling mudah. Menyelam di air kolam yang sangat segar membuat tubuhnya langsung merasakan sensasi dingin menyegarkan.     

Baru hanya beberapa kali putaran, tapi tiba-tiba saja suara gema dering ponsel terdengar sangat jelas. Membuat Felia langsung menyembulkan kepalanya ke permukaan air, memusatkan tatapannya pada meja yang tak jauh dari jaraknya. Ia kembali menepi, belum ada sepuluh menit berenang tapi sudah ada yang mengganggu.     

Keluar dari kolam renang, lalu mengusap wajahnya yang terdapat bulir-bulir air langsung terhempas.     

Beranjak dari duduknya di tepi kolam, lalu berjalan menghampiri ponsel yang masih berdering. Ternyata itu ponsel miliknya, tepat berada di samping ponsel milik Leo.     

"Azrell?" gumamnya saat membaca nama orang yang menelepon dirinya pada layar ponsel. Dengan segera ia meraih benda pipih tersebut lalu menarik logo gagang ponsel berwarna hijau pertanda menjawab panggilan tersebut, dan langsung di dekatkan ke daun telinganya.     

"Halo, Azrell?"     

Sedikit aneh saat menyebut nama Azrell di saat dirinya sudah terbiasa dengan nama Ica. Berat sih memang kalau diingat bagaimana cara wanita itu mengatai dirinya sebagai jalang perebut laki-laki kesukaannya.     

"Hai, Fe." sapaan di seberang sana terdengar sangat lembut, bahkan mampu membuat Felia membelalakkan kedua bola matanya.     

Pasalnya, ia sangat tahu kalau Azrell sangat benci kepadanya. Dan ya, tak mungkin seseorang yang benci dengan orang lain akan bersifat ramah.     

"Ada apa menelepon ku?" tanya Felia yang memang tak ayal merasa penasaran. Ia melangkahkan kakinya dan duduk di atas kursi santai yang bener menit lalu di tempati oleh Leo. Tangannya sambil meraih secangkir coklat panas yang tadi sengaja ia request dengan suhu panas pada seorang maid supaya kalau didiami lama, menyisahkan suhu hangat.     

Menyeruput dengan nikmat, masuk melalui dinding tenggorokannya untuk menghangatkan tubuh.     

"Aku hanya mau bilang, kalau... aku tidak akan mengganggumu dengan Leo lagi."     

"Maksudmu?"     

"Aku sudah memilki calon suami."     

Terkejut? tentu saja. Biasanya seorang Azrell tidak akan melepas sesuatu yang sudah ia tempatkan sebagai miliknya dengan sangat mudah. "Calon suami? bagaimana secepat itu disaat kemarin kamu bilang kalau..." ucapannya terhenti karena baru menyadari akan suatu hal. "Jangan-jangan kamu ngaku-ngaku kalau dihamili Leo, iya kan?" sambungnya setelah pikirannya terkoneksi dengan kenyataan yang tersuguh.     

Terdengar kekehan dari seberang sana, "kalau iya kenapa? lagipula aku sudah tidak tertarik lagi dengan Leo." ucap Azrell dari seberang sana.     

Felia benar-benar di buat bingung. Hembusan angin di pagi hari ini menemani dirinya bersamaan dengan kicauan burung. "Memangnya sejak kapan? perasaan dari kemarin kamu gencar mengejar-ngejar Leo,"     

"Aku sudah dapat harta yang jauh lebih bisa di kuasai daripada Leo, maaf ya."     

"Gak capek kalau ngejalanin hubungan yang berawal dari uang saja, Azrell?"     

"Tidak, karena uang itu kebutuhan."     

Memang benar uang itu kebutuhan, tapi kalau begitu caranya apa tidak merugikan sebelah pihak? belum lagi pasti nanti akan mendapatkan sakit hari, Azrell seperti tidak bisa belajar dari kesalahan yang dibuatnya sendiri.     

Hanya terkekeh kecil, Felia tidak bisa menasihati Azrell yang memang sejak dulu jika di berikan komentar yang membimbing ke jalan yang lurus justru malah membuat wanita tesebut semakin enggan membuka jalan hatinya. "Kalau begitu, selamat untuk mu dan calon anak mu." ucapnya dengan ramah.     

Kemarin, ia memang sangat sakit hati dengan perlakukan Azrell yang seenaknya seperti itu. Tapi entah kenapa dirinya terlalu pemaaf, jadi tidak ada salahnya berdamai kembali dengan wanita tersebut dan keadaan yang sekarang.     

"Terimakasih, dan semangat untuk menjadi pendamping pengganti."     

Pip     

Felia menatap layar ponselnya yang tiba-tiba menggelap, lalu menaruh benda pipih itu kembali ke tempat semula. "Jadi, nelpon cuma mau pamer punya calon suami? kapan-kapan aku juga pamer ah, tapi kapan-kapan kalau udah punya calon." gumamnya sambil terkekeh kecil. Menyesap kembali coklat panasnya, lalu beranjak dari duduknya untuk kembali berjalan ke arah kolam renang.     

...     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.