Last Boss

Chapter 162 - Bala bantuan



Chapter 162 - Bala bantuan

2Di tengah makan siang bersama dengan pelayannya, sosok yang menyeret Edward ke dunia tiba-tiba muncul dihadapannya. Dia datang membawa sebuah kabar yang merubah segalanya yang ada di dunia ini.     

Sesosok makhluk yang sederajat dengan Developer dikatakan akan menghancurkan dunia secara perlahan, mengubah takdir dunia ini dan membunuh Edward karena menjadi penghalang utama bagi dirinya.     

Mendidih darah Edward, dirinya meluapkan segala amarahnya akan tindakan mereka yang begitu seenaknya kepada kehidupannya. Namun apa daya, ia sadar jika ia tak bisa berbuat apa-apa selain menghadapi takdirnya.     

Di tempat yang jauh dari sana, Ratu Ausele muncul tepat diatas menara jam alun-alun Ibukota. Ketika mulutnya bergerak, seluruh perhatian pasukan disana teralih kepadanya. Menatap penuh takjub melihat gadis cantik nan tegas bermahkota-kan emas di kepala; menatap penuh ambisi ke arah seluruh prajuritnya.     

"Rakyat ku! Sekali lagi kita dihadapkan dengan dengan orang-orang yang berusaha menginjak keberadaan kita. Mereka yang telah kita usir, kini kembali mengangkat pedang kepada kita." Suaranya yang menggebu, perlahan berubah dan semakin pelan disertai raut wajah yang tampak sangat tulus seraya berkata "Aku mengerti jika diantara dari kalian mungkin bingung, kenapa Ratu tidak berpihak kepada Kekaisaran? Kenapa kita tidak melawan Kekaisaran? Kenapa kita tidak bergabung dengan aliansi dan melawan Kekaisaran? Akan saya jawab ... Karena penyerangan itu bukanlah berasal dari Kekaisaran!"     

Seluruh penduduk yang ada disekitar sana terkejut, beberapa prajurit kebingungan, namun sebagian ada juga yang tampak sangat yakin dengan ucapan sang Ratu–mereka adalah kelompok prajurit yang pernah diselamatkan oleh Kekaisaran atau kelompok yang percaya akan cerita prajurit Kekaisaran yang menyelamatkan rekan mereka ketika penyerangan hari itu.     

Sang Ratu kembali berbicara dengan raut wajah yakin dan percaya diri "Kami memiliki beragam bukti dan kesaksian prajurit kami yang diselamatkan pasukan Kekaisaran pada hari itu, sebab itu Aku, Ratu Ausele von Abyc menyatakan jika Kekaisaran tidak ada kaitannya dengan penyerangan hari itu!" Ditengah perang, sang Ratu menyatakan kebenaran kepada penduduknya.     

Mereka masih tidak percaya, terapi sekelompok orang yang dikatakan sebelumnya kembali berani berbicara dan membenarkan akan cerita dimana Kekaisaran ikut memerangi sosok yang menyerang kota mereka sebagai orang dari Kekaisaran.     

"Rakyat ku ... aku memahami jika informasi ini sangat tiba-tiba dan kalian mungkin bertanya, lantas siapa yang menyerang kita? Tentu aku pun sudah tahu jawabannya ... Tetapi sebelum itu ... Diriku tidak bisa menerima mereka yang tidak mau mendengarkan kita! Sekali lagi ... Mereka mengulangi kesalahan yang sama untuk tidak mendengarkan suara kita! Bangkitlah rakyat ku ... Bangkitlah prajurit ku! Kita sekali lagi akan mempertahankan Kerajaan kita! Kita tidak akan membiarkan mereka untuk menginjakkan kaki mereka di tanah kita lagi! Untuk Kerajaan Abyc!"     

"Untuk Kerajaan Abyc! Hidup Ratu Ausele!"     

Suara sang Ratu menyatukan mereka, menghapus keresahan yang menghantui mereka akan kekaisaran. Meski mereka masih meragu akan informasi sang Ratu, tetapi mereka yang sudah murka kepada aliansi karena kembali menginvasi mereka menjadi seakan tak peduli lagi dengan masalah Kekaisaran.     

Prajurit mengangkat senjata mereka, penduduk menjaga persediaan selama peperangan. Mereka saling membahu dan membuat barikade di dalam Ibukota, mereka tak segan demi mengusir penjajah. Hingga nasionalisme serta kesetiaan penduduk Abyc kepada keluarga kerajaan menjadikan momok menakutkan bagi aliansi manusia yang kini berusaha menembus Kerajaan Abyc.     

Tanah bergetar, Ausele kehilangan keseimbangan untuk sesaat. Apa gempa? Batinnya bertanya, namun kesadarannya menjawab. Getaran itu adalah akibat dari serangan meriam dari unit lapis baja musuh yang sudah mendekat.     

"Ratu ..."     

Loyd memanggilnya dengan mata yang begitu serius yang ingin memberitahu sang Ratu jika mereka sudah mencapai Ibukota. Ratu mengangguk pelan, kemudian dirinya kembali melihat kepada seluruh prajuritnya.     

"Jangan takut! Jangan gentar! Kita akan buktikan jika kita, bangsa Abyc bisa berdiri sendiri tanpa uluran tangan orang-orang yang sudah menginjak kita!" Ausele menarik pedang, mengangkat tinggi kemudian kembali berkata "Aku akan bersama kalian ... Hingga titik darah penghabisan, aku tidak akan meninggalkan kalian semua! Untuk Kerajaan kita!"     

"Yaaaaaaaaaaa!"     

Sorak bergemuruh, jauh lebih kuat dan terdengar lebih keras hingga mencuat keluar dinding Ibukota. Api semangat mereka membara begitu mendengar ucapan sang Ratu yang akan ikut berperang bersama mereka. Tentu, ucapan Ausele bukanlah bualan semata.     

Ditengah prajuritnya yang mempersiapkan formasi di dalam Ibukota, ia pun pindah dengan teleportasi menuju atas tembok Ibukota–bagian atas tembok dibentuk layaknya sebuah benteng, memiliki penghalang untuk berlindung dari serangan panah. Seluruh prajurit dari beragam divisi serangan jarak jauh–pemanah, penyihir, serta pengguna senjata sihir, telah bersiap dan mengarahkan senjata mereka ke arah puluhan ribu prajurit aliansi disertai belasan lapis baja yang menjadi benteng terdepan pasukan itu.     

Senyuman sang Ratu berubah menjadi canggung dalam sekejap, menatap kagum disertai rasa khawatir melihat puluhan ribu pasukan puluhan ribu prajurit yang membawa beragam senjata untuk menaklukkan mereka. Benar, perang ini bukanlah perang 3 Kerajaan seperti sebelumnya. Ada sekitar 10 Kerajaan yang tergabung dalam pasukan itu.     

"Ratu ... Ini ..."     

"Mereka benar-benar ingin memaksa kita menyerah, huh?     

Tiba-tiba sang Jenderal menghampiri mereka, berdiri disamping sang Ratu seraya ikut memandangi pemandangan penuh kengerian.     

"Jenderal, apa menurutmu kita bisa menang?"     

Sang Jenderal langsung menjawab "Melihat jumlah pasukan mereka pastinya kita akan kalah, Ratu ku. Tetapi kita dalam posisi bertahan, kita masih memiliki sedikit kemungkinan untuk bertahan." Mata sang Jenderal kemudian melirik kepada petinggi muda yang ada di sebelahnya "Tetapi, mungkin hasil kerja sama Tuan Loyd dan peneliti pusat akan berhasil, kan?"     

Reflek kepala petinggi itu menoleh kepada sang Jenderal dengan raut wajah bingung seolah tak mengerti apa yang ia katakan.     

"Anda sudah menebar semuanya di depan gerbang, kan?"     

"Ah!" Loyd langsung memahami apa maksud ucapannya, kemudian seringai kecil muncul di wajahnya menandakan kepuasan "Ya, saya sudah menyuruh prajurit menanamkan semuanya. Batasnya adalah parit kecil itu, di belakang parit kecil itu terdapat produk-produk baru milik peneliti pusat," ujarnya seraya menunjuk sebuah parit tak berguna yang cukup jauh dari tembok Ibukota.     

Tidak ada apapun di dalam parit itu selain tanah, sebab parit itu adalah sebuah pembatas untuk rencana Loyd dan peneliti pusat untuk menguji senjata militer mereka.     

"Walau begitu saya merasa jika itu tidak akan berguna ..."     

Loyd tersenyum dengan kecewa, seraya ia menunjukkan sebuah kertas yang belum lama ia terima kepada sang Jenderal dan Ratunya yang kebingungan kebingungan karena ucapannya.     

Mata sang Ratu terbelalak untuk sesaat melihat apa yang ditulis disana, sebuah pesan singkat yang membawa secercah harapan untuk Kerajaannya. Senyuman penuh kemenangan ia lukis dengan jelas di wajahnya, tapi kenapa? Dia bahkan belum memenangkan perang ini.     

Di tengah perjalanan pasukan aliansi ingin menguasai Ibukota, sebuah ledakan di langit terjadi. Namun itu tak membuat langkah padukan aliansi terhenti, karena mereka menganggap itu berasal dari serangan Kerajaan Abyc.     

Mereka terus mendekat seraya menembakkan proyektil-proyektil kuat yang diarahkan ke dinding, namun itu tak membuat tembok mereka berlubang karena sudah dilapisi oleh dinding sihir yang teramat kuat.     

Sedikit lagi mendekati parit, mereka terus menembakkan proyektil ke arah dinding Ibukota. Para penyihir tak dapat lagi menahannya, beberapa dari mereka terus terjatuh dan bangkit kembali untuk menjaga dinding Kota tetap utuh. Disaat yang sama, ledakan kedua di langit terjadi; meninggalkan sebuah kepulan asap yang sama seperti sebelumnya.     

Menatap penuh harapan, sang Ratu mengeratkan kepalannya seraya terus menatap ke langit seakan berharap sesuatu terjadi.     

Mencapai parit, sedikit lagi lapis baja melintasi parit disaat pasukan berpedang mereka telah memeriksa parit tak berguna itu. Hingga, sang Ratu memejamkan mata seakan berpasrah akan sesuatu dan ledakan ketiga di langit terjadi hingga membuat kepulan asap hitam semakin menebal dan perlahan tampak seperti awan yang begitu rendah.     

Aliansi merasakan ada yang tidak beres dengan awan itu serentak memerintahkan seluruh pasukan berhenti.     

Seorang pria keluar dari dalam lapis baja seraya memandangi awan hitam itu dengan tatapan heran "Apa-apaan awan itu? Firasat ku tidak enak ..."     

Tiba-tiba seorang prajurit Abyc bergerak begitu cepat dengan kudanya menghampiri pasukan utama yang sudah siap menyerbu Kerajaan Abyc.     

"Berhenti! Jangan menyerang! Saya membawa pesan darurat! Hentikan serangan segera!"     

Dia berteriak dengan sangat keras, membuat seluruh pasukan keheranan karena pengumumannya. Hingga ia pun berhenti di satu lapis baja yang di cat dengan warna yang berbeda dari unit lainnya–itu adalah unit lapis baja pemimpin pasukan yang menyerbu Ibukota.     

"Ada apa?" tanya sang Komandan kepada prajurit itu.     

"Saya mendapat pesan dari pelabuhan dan mendapatkan Message dari markas pusat!"     

Dia memberikan dua surat yang berbeda kepada sang Komandan. Komandan itu turun dari unit lapis bajanya, kemudian membaca keduanya secara perlahan.     

"Apa!? Jangan bercanda! Disaat seperti ini!?"     

Dia berteriak dengan lantang karena saking terkejutnya, menyobek kertas itu lalu melemparnya ke tanah dengan murka yang tak tertahankan. Dia kemudian membuang pandangannya kearah Ibukota, tepatnya kepada sang Ratu yang tengah menyeringai penuh kemenangan.     

Itu adalah kemenangan Abyc, setidaknya itulah yang seharusnya terjadi ...     

Tapi tiba-tiba ledakan besar terjadi di langit jauh dari mereka di bagian utara, ledakan yang menelan seluruh cahaya matahari untuk sesaat hingga membuat dunia menjadi gelap untuk sesaat. Kemudian di susul oleh suara gemuruh yang amat dahsyat dan membuat sang Ratu hampir kehilangan keseimbangannya, lagi. Tidak hanya itu, tetapi banyak pasukan aliansi juga dan pasukan Kerajaan Abyc terjatuh karena gemuruh serta getaran tanah yang amat dahsyat bagaikan gempa dengan skala tertinggi.     

Mereka semua melupakan perang yang terjadi disana untuk sesaat, seluruh perhatian mereka teralih ke langit bagian utara–awan diatas langit itu membentuk lingkaran sempurna sehingga birunya langit mendominasi disana.     

Tidak hanya di selatan, tetapi di Uridonia, Meridonialis dan Kerajaan timur lainnya, semua aktifitas mereka terhenti karena fenomena tak wajar itu. Sebuah ledakan dilangit yang menyapu bersih awan disana.     

Napas sang Ratu tercekat dikala dirinya sadar milik siapa ledakan itu ... Sosok yang memiliki kekuatan sebesar itu hanyalah satu orang.     

"Edward ..."     

**     

Beberapa menit sebelumnya,     

Edward bersiap untuk pergi ke desa-desa kecil untuk mengawasi persediaan atau tepatnya kompensasi yang mereka berikan kepada penduduk desa akibat terkena dampak perang mereka.     

"Baiklah, apa kau sudah siap?" tanya Edward kepada pelayan pribadinya.     

"Ya, kapan pun anda siap, Tuan. Tujuan kita pertama adalah desa-desa yang ada di selatan, kan?" Jawab serta tanya Scintia kepada tuannya.     

"Kalau begitu ayo, sebelum malam hari."     

Mereka menaiki kuda masing-masing, bergerak menuju gerbang timur Kota Louvre. Pemandangan yang mereka lihat tak berubah sejak mereka masuk dan keluar dari restoran, hanya sedikit penduduk kota yang beraktivitas diluar dan sisanya di dominasi oleh prajurit persekutuan yang melakukan patroli disekitar kota.     

Di ujung pandangan mereka, seseorang tengah melambaikan tangan kepada mereka di dekat gerbang kota. Sosok itu mengenakan zirah hitam yang mirip sekali layaknya seorang pasukan khusus Kekaisaran, namun pasukan seperti itu sudah kembali ke Kekaisaran sejak berakhirnya pengambilalihan kota.     

Siapa dia?     

Benak Edward bertanya untuk sesaat, hingga ia sadar jika sosok itu memiliki tombak dengan dua bilah pisau melengkung di ujungnya. Dia adalah Astaroth, setelahnya menguasai kota ini, dia tak kembali dan tetap terus memimpin pasukan yang ada disini. Lalu dalam situasi bertahan ini, Astaroth bertugas menjaga kestabilan kota bersama walikota yang sudah menyerah–walikota Kota Louvre tetap bekerja seperti biasa, namun dia berada dibawah pengawasan ketat pasukan persekutuan Kekaisaran.     

"Paduka Void, apakah anda ingin pergi ke suatu tempat?" tanya Astaroth ketika mereka baru saja tiba di posisinya.     

Dalam sekejap, mengkerut kening Edward mendengar pertanyaannya "Bagaimana kau tahu jika ini diriku?" tanya Edward mempertanyakan penyamarannya.     

Para Jenderal Iblis masih belum banyak yang tahu tentang sosok Iblis berambut putih yang mengaku sebagai bawahan Ink Owl. Menjadi pertanyaan besar bagi Edward ketika Astaroth bisa menebak identitasnya.     

Lalu dengan santai Astaroth menjawab "Ah, saya tahu dari Ink Owl dan Tuan Belial. Saya kebetulan melihat sosok Iblis berambut perak berkeliaran di Istana secara tidak sengaja dan saya menanyakannya langsung, mereka berkata jika itu adalah anda."     

"Ah ... Begitu," balas Edward memberi reaksi sedikit kecewa.     

Namun ia tak bisa marah, ia tidak tahu kenapa. Semuanya terasa semakin tidak penting, bahkan kini ia berada titik dimana ia tidak peduli lagi jika identitasnya ketahuan. Kenapa? Apa karena informasi dari developer? Ataukah hal lain? Edward sendiri tak tahu. Satu hal yang ia sadari, ia sudah tak peduli lagi sejak penyerangan di Kerajaan Abyc.     

Tiba-tiba dari langit, seekor burung hantu tiba-tiba mendarat tepat disamping Astaroth. Burung hantu itu mengenakan seragam petinggi Kekaisaran, sosok yang tak asing lagi di matanya.     

"Oh? Paduka, selamat siang. Apa anda ingin pergi?" tanya Ink Owl.     

Kedatangannya menjadikan pertanyaan lain di kepala Edward "Owl? Apa yang kau lakukan disini? Kupikir kau ada di Istana?"     

Ink Owl langsung menjawab "Ah, sebelumnya iya. Tetapi saya juga baru saja tiba di kota ini, saya kemari untuk memeriksa persediaan pasukan kita."     

"Beruntung, walikota itu bisa sedikit kerja sama sekarang daripada saat waktu kami mengambil alih kota. Semuanya jauh lebih mudah, hanya saja tinggal menunggu kota ini bisa benar-benar bekerja." Astaroth melirik kearah bangunan-bangunan milik penduduk yang jendela maupun pintu tertutup sangat rapat, ia juga dapat melihat jika ada beberapa penduduk yang mengintip dari balik gorden jendela mereka "Oh lalu satu lagi, walikota itu juga memberikan hasil pajak sebagai upeti kepada kami," sahut Astaroth melanjutkan penjelasan Ink Owl.     

"Upeti?"     

"Benar, paduka. Mereka memberikan emas dan perak dari hasil pajak kota ini, saya pikir tindakan mereka sudah wajar," jawab Ink Owl, menganggap hal itu adalah hal yang wajar.     

Walau begitu, bagi Edward yang masih belum memahami tentang wilayah jajahan hanya bisa menjawab "Begitu," dengan reaksi yang datar seraya matanya terus menoleh ke rumah-rumah penduduk dengan penasaran.     

Kemudian Ink Owl kembali "Maaf, paduka. Apakah anda ingin pergi?"     

Void langsung menjawab "Ya, aku ingin melihat desa-desa yang ada di sekitar kota ini. Aku ingin melihat apakah barang kompensasi sudah sampai kepada mereka atau belum, itu saja."     

Dengan seringai bahagia, Ink Owl menjawab "Ah, anda tidak perlu khawatir. Semuanya sudah sampai di desa dan kepala desa disana yang akan mengurus sisanya."     

"Walau begitu anda terlalu baik sampai memberikan kompensasi kepada manusia, paduka," sahut Astaroth terdengar tidak puas, Edward langsung bertanya akan maksud ucapannya dan Astaroth kembali berkata "Maksud saya, anda tidak perlu memikirkan mereka. Para manusia itu pasti bisa bertahan hidup dengan sendirinya."     

Edward terkekeh mendengarkan penjelasan mentah dari mulut seorang Jenderal, namun ia membalasnya tanpa amarah dalam ucapannya "Kota ini mengurus beberapa desa disekitarnya, pengairan kepada pertanian mereka, perdagangan, ataupun bantuan untuk berbagai bencana seperti kelaparan dan lainnya. Mereka juga membayar pajak ke kota ini dan kita sebagai penguasa sementara kota ini harus tetap menjaga kestabilan kota ini. Karena peperangan kita ini bukan melawan ras manusia, tetapi militer yang melindungi mereka ... Juga sosok yang ada di belakangnya." Mata Edward menyipit begitu mengatakan sosok lain yang terlibat, ekspresi dua jenderal Iblis di depannya pun menjadi sangat serius setelahnya.     

Para Jenderal maupun orang terdekat sang Kaisar telah mengetahui siapa sosok dibalik pecahnya perang ini dan apa tujuan mereka kepada dunia. Ramalan dan takdir dunia ini, semuanya telah mereka ketahui dan saat ini, itulah yang mereka perangi.     

"Benar ... Anda benar-benar baik ... Paduka Void!"     

Mereka tersentak mendengar suara arogan yang menggema diatas langit mereka. Seraya menggertakan gigi, Edward tanpa ragu menembakkan sihir tepat dimana sumber suara itu berada. Namun dengan lihai, sosok itu menghindari serangan Edward.     

"Woaaaah! Tiba-tiba menyerang. Anda benar-benar tidak ragu menyerang saya, padahal saya mantan Jenderal yang setia kepada anda loh, ahahahaha–. Waaaah!"     

Serangan kembali melesat dari tangannya, tak membiarkan manusia burung itu berbicara dengan tenang. Dia berhasil menghindar, tetapi raut wajahnya menjadi sangat marah setelah ucapannya kembali terjeda.     

"Tuan Lucifer ..."     

"Lucifer! Sialan! Beraninya kau menunjukkan wajahmu di depan kami!"     

Dia muncul, tak lagi mengenakan jaket levis modern. Tetapi mantan Jenderal Iblis itu memakai sebuah kemeja tanpa kerah, bagian lengannya tampak jelas telah disobek dengan kasar hingga membuat kemeja itu tak memiliki lengan. Sebuah pin asing juga tampak menggantung, bukan lambang kerajaan manapun, sebuah pin yang tak pernah ada di dunia ini.     

"Wah wah! Siapa sangka aku bisa bertemu dengan Tuan Ink Owl, dan Astaroth. Senang bertemu dengan kalian lagi, sudah lama kita tidak bertatap muka, kan?"     

Kedua Jenderal Iblis menggeram, hanya memberikan sorot mata tajam penuh emosi tanpa menjawab pertanyaan dari Lucifer.     

"Apa tujuan mu kemari?" tanya Ink Owl.     

Lucifer menjawab disertai tawa angkuhnya "Ahahahahaha! Tentu saja untuk memenggal kepala sang kaisar!"     

Dia berani mengatakannya dengan lantang, terdengar hingga ke seluruh penjuru Kota. Para Iblis yang mendengar menjadi murka, dua Jenderal Iblis yang ada di depan Edward pun mengeluarkan luapan energi sihir yang amat luar biasa.     

"Hahahahahaha! Benar-benar mudah membuat kalian marah! Tapi seharusnya kalian khawatir dengan Kaisar kalian!"     

Lucifer menjetikan jarinya dan tiba-tiba sesosok gadis dengan topeng khas pelayan petarung tiba-tiba muncul dengan sabit yang mengayun tepat ke leher.     

Trang!     

Tetapi pelayan pribadinya jauh lebih cepat daripada gadis itu hingga ia langsung menangkis dan tanpa segan menendang gadis dengan sabit itu sampai terpental cukup jauh.     

"Fiuu~ luar biasa, kapten pelayan petarung. Bahkan anda tak segan meski harus melukai mantan rekan anda sendiri."     

Gadis itu terpental, cukup keras hingga menghantam tanah berulang kali. Tetapi di akhir ia mampu menjaga keseimbangannya dan berdiri dengan kedua kakinya tanpa melepaskan sabit dari genggamannya. Gadis itu berdiri tegap, begitu anggun meski hanya berdiri saja, lekukan tubuhnya begitu dewasa dan semua itu sangat Scintia kenal.     

"Mona ... Kenapa ..."     

Gadis itu melepaskan topengnya, menunjukkan wajahnya yang terlihat begitu dingin layaknya sebuah pahatan es. Napas Scintia terengah-engah, emosinya yang bercampur aduk kembali meluap ketika melihat sosok gadis yang merupakan mantan rekannya.     

"Huh!?"     

Ditengah kacaunya perasaan Scintia, Edward tanpa ragu melepaskan sihirnya kembali kearah Lucifer. Meskipun Lucifer menghindar dengan kedua sayapnya–yang tampaknya sudah utuh kembali setelah dibakar sang Kaisar.     

"Apa yang kalian tunggu? Membiarkannya terus berbicara omong kosong? Kita tidak memiliki waktu untuk itu, benar?" Edward melepaskan penyamarannya, menunjukkan sosok Void dengan mantel ringan miliknya "[Magic: Wind Step]" Edward berdiri diatas kuda, kemudian ia perlahan melangkahkan kakinya layaknya menaiki tangga. Ia melayang. Ia terus berjalan menuju sang Lucifer tanpa ragu, menarik pedangnya dan memakai salah satu skill terkuat miliknya "Dia adalah pengkhianat, kita tidak perlu menaruh simpati kepda mereka. Jenderal ku, apa kalian akan diam saja?"     

Ink Owl dan Astaroth seakan tersadar kembali setelah tenggelam di dalam lautan emosi. Ink Owl langsung terbang tinggi tanpa ragu dan Astaroth berteriak sangat keras.     

"Musuuuuuuh! Semuanya siaga perang!"     

Dia memanggil bala bantuan, menyiagakan seluruh prajurit seraya memberi titah untuk mengangkat senjata mereka. Tawa menggelegar dari mulut sang Jenderal pengkhianat itu.     

"Ahahahahaha! Kau memanggil pasukan hanya untuk diriku!?"     

Astaroth menjawab dengan dingin "Bukan untukmu ... Tetapi apa yang kau bawa!"     

Lucifer tersentak, kemudian seringai menghiasi wajahnya "Luar biasa! Kau bisa mengetahuinya! Kalau begitu tidak usah ku tutupi lagi!" Lucifer mengambil bola-bola kecil di dalam tas kecil yang menggantung di pinggang, ia melemparkan semua itu ke tanah–menaburkannya layaknya menabur bibit tumbuhan diatas tanah.     

Lalu semua bola-bola itu pun perlahan membentuk boneka-boneka dengan zirah berwarna ungu gelap, boneka menyerupai manusia yang pernah membuat kekacauan di Uridonia dan juga Kerajaan Abyc–serta 3 kota lainnya.     

"Kalian lawanlah boneka-boneka itu! Lalu paduka ..."     

Sang Kaisar tiba-tiba ada di depannya, mengayunkan dua pedang ke satu titik secara bersamaan.     

"Lawanmu bukanlah diriku ..."     

Sebuah pukulan tiba-tiba menghantam pedangnya, melesat dari belakang Lucifer hingga membuat pedangnya beradu dengan tinju itu..     

Sosok itu tidak ada sebelumnya, sejak kapan? Void langsung memberi jarak dengan mereka. Sosok itu perlahan keluar dari sebuah lubang spiral yang muncul dibelakang Lucifer, sosok bertubuh besar, kekar dengan mantel ringan.     

Mata Edward terbelalak melihat sosok itu. Mengenakan pakaian putih, bercahaya bak mentari, rambut perak panjang dengan sorot mata tajam. dia memiliki 6 sayap di punggungnya, sayap yang melambangkan kekuasaan, kekuatan serta kebebasan.     

Sosok suci yang pernah muncul 500 tahun yang lalu ... dimana tidak ada satupun yang ingat jika hari itu adalah hari yang mempertemukan dua kekuatan terbesar di dunia.     

Lalu saat ini ... mereka kembali berhadapan seraya menunjukkan taring mereka.     

To be continue     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.