Last Boss

Chapter 114 - Perang di tanah Abyc (Bagian 2)



Chapter 114 - Perang di tanah Abyc (Bagian 2)

2"Kenapa kita tidak bisa menembus pertahanan mereka!?"     

Pukulan keras ke meja menggema ke seluruh ruangan yang setiap sisinya hanyalah tembok batu berwarna abu-abu. Mengerang marah lelaki berkumis tipis itu kala mendengar laporan garis depan mendengar prajurit-prajuritnya setengah mati untuk melawan prajurit Abyc.     

Beberapa jam kala perang di tanah Abyc berlangsung, pasukan Abyc mundur secara teratur setelah menyambut pasukan 3 Kerajaan di dekat dinding perbatasan. Anggapan bila pasukan Abyc terlalu pengecut menyeruak hingga keseluruh prajurit Hertia; mengobarkan semangat mereka dan amarah karena telah terkena jebakan. Akan tetapi, dugaan mereka salah. Pasukan Abyc mundur untuk menyiapkan jauh lebih banyak jebakan. Hingga akhirnya, hampir sebagian pasukan dari wilayah perang timur, utara dan timur laut terjebak dan tertahan hingga dipaksa bertahan karena tak dapat mendekat sedikitpun.     

Ribuan panah yang melesat serta ledakan dari senjata sihir terbaru Kerajaan Abyc pula dengan efektif menghalau langkah mereka semua.     

"Mereka hanya berjumlah 30.000 orang, jumlah kita 3 kali lipat lebih banyak dari mereka! Kenapa kalian semua bisa gagal!?"     

"Mereka memasang banyak jebakan sepanjang jalan menuju Ibukota, mereka juga menggunakan taktik tarik ulur untuk memancing prajurit-prajurit kita. Ditambah, senjata sihir dan panah mereka membuat prajurit kita tertekan."     

Tangan pemimpin itu menyapu segalanya yang ada di atas meja dengan amarah yang tak lagi tertahankan.     

"Sial!" Teriaknya sangat keras "Kenapa Kerajaan Abyc memiliki senjata seperti itu!? Mereka adalah negara miskin yang tak bisa apa-apa, tidak mungkin mereka bisa menciptakan alat sihir sebagus itu! Apa mungkin Kekaisaran!?"     

Kecurigaannya menguat kepada negeri besar yang pernah menjadi pusat kebencian umat manusia. Kabar yang beredar disekitar Kerajaan Abyc pasca kudeta dan alasan keputusan aliansi untuk 'menghukum' Kerajaan Abyc membuat lelaki yang menjadi pemimpin operasi 'penghukuman' mencurgai Kekaisaran Iblis.     

Hingga seorang lelaki tinggi berzirah dengan tombak di belakangnya berbicara membantah dugaan pemimpinnya itu.     

"Tidak mungkin seperti itu, Tuan Maclair."     

"Anda ... Kapten Leo."     

Lelaki itu bernama Leo Malvier, seorang kapten dari pasukan divisi pertama Kerajaan Hertia. Banyak yang mengatakan kemampuannya berada satu tingkat di bawah Jenderal Hertia, Andares. Pasukan yang dipimpin Leo juga merupakan salah satu pasukan unggulan Kerajaan Abyc, kemampuan bertahan, menyerang serta berbagai taktik dan medan pertempuran membuat mereka menyandang julukan "Spearhead" yang berarti ujung tombak.     

"Aliansi sudah memberikan surat kepada Kekaisaran untuk meminta mereka agar tidak ikut campur dalam permasalahan Kerajaan Abyc dan Kekaisaran juga sudah memberikan balasan kalau urusan mereka dengan Kerajaan Abyc sudah selesai, mereka tidak akan mengganggu Kerajaan Abyc lagi."     

Maclair menyangkal dengan memberikan dugaan lain kepada kapten berambut pirang bergaya rambut ekor kuda itu.     

"Ta--tapi bisa saja mereka melanggar ucapan mereka, para iblis tidak mungkin mematuhi ancaman seperti itu, kan?"     

Leo terkekeh kemudian berjalan mendekat, sembari dirinya berkata.     

"Benar sekali, ada kemungkinan seperti itu. Tetapi 'mata' aliansi sudah tertuju kepada mereka, jika mereka melaporkan Kekaisaran sudah melakukan gerakan berbahaya pastinya akan langsung menghubungi petinggi kerajaan kita atau bahkan anda sendiri, benar?"     

Terbungkam, takk ada bantahan yang keluar dari mulut komandan itu. Dirinya menggeram kesal dengan pandangan yang teralihkan seakan sedang mencari-cari alasan.     

Tawa pelan kembali ia dengar, lelaki pirang itu semakin mendekat hingga ia mengulurkan tangan dan memegang pundak lelaki yang hari ini menjadi pemimpinnya.     

"Anda tidak perlu memikirkan hal itu. Terlebih putri yang dikenal sangat cerdik itu kini telah menjadi ratu, ditambah saya juga mendengar jika pemuda yang pernah diangkat oleh putri menjadi petinggi memiliki peran yang sangat penting pasca kudeta, kemungkinan dia adalah pemuda yang kecerdasannya tak bisa kita remehkan, Komandan Maclair. Jadi tidak mengherankan jika mereka bisa bangkit dengan cepat," tutur Leo menjelaskan singkat situasi pemerintahan Kerajaan Abyc yang berubah drastis kala sang putri menjadi Ratu. Dirinya mengangkat tangannya dari pundak Maclair seraya mundur beberapa langkah menjauh darinya "Tapi saya mengerti rasa curiga anda. Kemungkinan memang ada pihak lain yang ikut membantu mereka dalam pengembangan senjata sihir itu. Tetapi, kita tidak bisa asal menuduh karena nantinya jika tuduhan anda salah akan menjadi hal yang sangat merepotkan untuk Kerajaan ... Ah, maaf jika saya mengoreksi anda," tambah lelaki itu lagi dengan senyuman tipis kemudian sedikit membungkuk; menunjukkan rasa hormat kepada Komandan Maclair.     

Komandan berkumis tipis itu langsung membalas "Tidak, apa yang kau katakan itu benar. Aku terlalu terpancing emosi, benar-benar buruk. Lalu bagaimana, Leo?"     

Leo kembali mengangkat wajahnya, dengan polos ia bertanya seraya memiringkan kepala "Bagaimana apanya?"     

Memalingkan wajah, hembusan napas kasar keluar dari mulut komandan itu "Astaga, kau datang kemari pasti ingin turun ke medan perang, kan?" terka Maclair, berhasil membuat kapten pasukan Spearhead itu tertawa lepas.     

"Anda benar! Tolong izinkan pasukan saya turun. Saya turun, saya akan membawakan kabar baik untuk anda."     

Maclair memejamkan matanya dengan memikirkan segala pertimbangan. Kondisi medan perang yang tampak terus memburuk, ditambah mereka tidak tahu apakah Kerajaan Abyc memiliki rencana lain untuk menahan mereka.     

"Setidaknya aku ingin kalian turun saat mendekati Ibukota. Mungkin saja mereka memiliki rencana lainnya ..."     

"Pasukan saya akan mengatasinya."     

Ringannya mulut kapten pasukan unggulan itu menjawab, meninggalkan keresahan yang semakin bertambah pada lelaki berkumis tipis itu.     

"Astaga ... Baiklah. Leo Malvier, aku perintahkan dirimu untuk membantu pasukan kita di garis depan. Berhati-hatilah dengan trik dan tipu daya musuh!"     

"Baik!"     

Dengan begitu, pasukan unggulan Kerajaan Hertia dengan julukan Spearhead yang berjumlah 100 prajurit turun ke medan perang. Pasukan mereka memakai zirah tebal hingga menutupi wajah, persenjataan mereka pula dibagi menjadi 3, 20 pasukan pemanah 40 pasukan perisai dan 40 pasukan berpedang, sedangkan Leo sebagai pemimpin pasukan memakai sebuah tombak dengan kerucut berujung tajam pada yang menjadi ujung depan tombak.     

Memacu kuda mereka hingga mencapai pasukan utama yang tengah bertempur. kala pasukan yang memiliki bendera itu melewati beberapa pasukan pemanah di garis belakang, kedatangannya langsung diberitakan dengan lantang hingga menambah semangat tempur mereka. Seolah kedatangannya menjadi pertanda kemenangan mereka yang sudah mutlak mereka terima.     

Kabar itu pula terdengar oleh Jenderal Helsper di ruangannya; diberitahukan oleh salah satu prajurit yang langsung mundur kala mendengar berita itu. Ia mengangguk dengan ekspresi tenang, kemudian memerintahkan prajurit itu untuk memberikan pesan agar mundur mencapai Kota Hilmor–kota yang akan direncanakan untuk menjadi tempat pertempuran fase ketiga dalam rencana Jenderal Helsper.     

Raut wajahnya tak gelisah meski telah mendengar pasukan unggulan Kerajaan Hertia turun ke medan perang mereka.     

"Akhirnya ... Mereka datang juga."     

Sebab dirinya sudah tahu bila pasukan itu akan datang. Matanya menyipit menunjukkan sorot mata yang tajam, hingga lirikan matanya beralih kepada sebuah koper persegi panjang yang bersandar di samping mejanya.     

"Mainan baru ... Ya," ucapnya seraya menyeringai tipis.     

Seperti yang diperintahkan, seluruh pasukan Kerajaan Abyc di medan perang serentak mundur hingga mencapai kota yang terbilang paling dekat dengan perbatasan. 83.000 pasukan Abyc yang berhasil bertahan pun berkumpul disana, begitu juga dengan para prajurit dari 3 Kerajaan yang berkumpul menjadi satu dengan jumlah yang sedikit berkurang dengan perkiraan hingga mencapai 170.000 prajurit dari jumlah awal 280.000 prajurit. Pasukan Nord sendiri berhasil dipukul mundur hingga kembali ke kerajaan mereka setelah mengalami kerugian yang cukup parah, meski sedikit korban jiwa tetapi sebagian besar dari pasukannya tak bisa melanjutkan pertarungan karena luka berat.     

Hal ini menjadikan Kerajaan Abyc unggul dalam taktik pertempuran, meski masih kalah jauh dalam jumlah.     

Seluruh prajurit dalam posisi siaga seraya menunggu aba-aba untuk menyerang. 5.000 pasukan yang terdiri dari penyihir, pemanah dan penembak senjata sihir yang sejak awal ditempatkan di kota itu juga telah bersiaga tinggal menembakkan senjata mereka.     

Mereka terkepung, sudah jelas begitu. Tetapi hal itu juga menjadi rencana mereka, juga akan menjadikan pertempuran terakhir di tanah Kerajaan Abyc.     

Pasukan Spearhead dari Kerajaan Hertia yang datang dari utara, serta pasukan suci Kerajaan Uridonia kali ini menjadi ujung tombak pertempuran terakhir itu setelah sebelumnya mereka berjaga di garis belakang. Kini mereka berdiri paling depan, mengambil alih kepemimpinan pasukan disana.     

Di sisi lain, Jenderal Helsper juga turun ke medan perang. Dirinya memulai pertarungan dengan menghadapi pasukan suci serta pasukan lainnya dari Kerajaan Meridonialis. Menaiki pedang dan berdiri di depan prajuritnya, dirinya membuka kotak itu. Sebuah kotak yang merupakan wadah untuk pedang dengan bahan full-metal.     

Pedang itu bukanlah sebuah pedang pada umumnya, pedang itu memiliki sebuah inti berbentuk bulat pada pembatas antara gagang dan bilah pedang. Bagaikan ombak yang tenang, inti itu berganti-ganti warna dengan indahnya; secara perlahan berganti warna dari merah menjadi biru, hijau, kuning kecoklatan. Inti pedang itu terbuat dari beragam batuan sihir yang sudah distabilkan, meskipun belum pernah sekalipun di uji coba.     

Pedang yang diciptakan oleh seorang penempa yang berasal dari tanah Dwarf, lalu di modifikasi oleh para peneliti Kerajaan yang terbilang belum lama dibentuk.     

"Hm?"     

Helsper melihat sebuah kertas kecil tepat dibawah pedang itu yang bertuliskan sesuatu.     

"Tuan Helsper, gunakanlah kemampuan pedang ini sebaik mungkin. Sihir akan terpancar dari pedang bila anda merasakan elemen sihir."     

Pesan yang sangat terasa ambigu bagi dirinya yang memiliki energi sihir yang sangat kecil. Saking kecilnya energi itu, dirinya tidak pernah menggunakan sihir selama hidupnya.     

"Ya aku akan berusaha," ucapnya kemudian menyimpan kertas dibalik zirahnya.     

Diringa menggenggam pedang dengan satu tangan, menarik napas panjang kemudian mengayunkan pedang itu dengan cepat.     

Kekaguman terpancar jelas di wajah para prajurit Abyc yang melihat pedang itu, sedangkan para pasukan suci menatap sinis dengan anggapan buruk keluar dari mulut mereka.     

"Apa yang dia lakukan?"     

"Mungkin hanya ingin pamer."     

"Buruk sekali. Pantas saja mereka memakai taktik seorang pengecut."     

Namun pemimpin mereka yang wajahnya tertutup oleh helm perak dengan ukiran tak berarti di sekitar helmnya menunjukkan sikap waspada dengan terus berdiri tegap, satu tangan memegang tali kendali kuda sedangkan tangan lainnya memegang gagang pedang seraya mencengkramnya beberapa kali.     

"Tuan, apa dia meremehkan kita? Dari taktik hingga apa yang ia lakukan sekarang, sepertinya mereka memang bermain-main dengan perang ini." tanya seorang prajurit yang dekat dengan pemimpin itu.     

Dengan suara datar, dirinya menjawab dengan tegas "Tidak, Jenderal Helsper adalah jenderal yang berbakat. Meski taktiknya terbilang pengecut, tapi kenyataannya itu justru sangat efektif untuk mengurangi jumlah korban mereka dan menghambat hingga membuat Nord mundur. Menurutku pribadi itu taktik yang cerdas sebagai pemimpin yang menghadapi pertempuran 3 kerajaan sekaligus ... Terlebih, dia sepertinya baru saja mendapatkan senjata baru."     

Lelaki itu hanya terdiam kala pemimpinnya mengakui kemampuan musuh mereka, sesuatu yang sama sekali tak ingin lelaki itu dengar.     

"Jenderak Helsper ... Dengan kata lain ini adalah medan pertempuran terakhir mereka dan akan menjadi sangat berat, ya," ucap orang itu seraya menatap penuh waspada kepada Jenderal yang ada di sebrang mereka.     

"Benar, jika itu terjadi maka kita akan mengalami kerugian besar. Pasukan musuh jumlahnya tak berkurang banyak, ditambah ada pasukan lain yang juga sudah bersiap di kota untuk membantu. Orang-orang yang berdiri di atas dinding itu juga pastinya memiliki senjata sihir," tutur lelaki itu mengamati dinding yang jaraknya ratusan meter dari tempatnya berdiri.     

"A--anda melihatnya?" tanya prajurit di sampingnya terdengar tak percaya.     

Dengan singkat pemimpin itu hanya menjawab "Ya," seolah-olah rasa tak percaya lelaki itu tak berarti baginya.     

Mengamati dengan jelas sekumpulan orang dengan jarak ratusan meter terbilang sangat sulit bagi manusia jika tidak menggunakan teropong. Tetapi kemampuan misterius pemimpin kesatria suci itu memungkinkan dirinya untuk melihat sejauh itu, bahkan lebih jauh lagi.     

"Luar biasa," puji lelaki itu.     

"Hm? Bukannya itu hal biasa?" tanya pemimpin itu sangat polos.     

"Mana mungkin!" bantah cepat prajurit itu.     

"Ya terserahlah ... Kalau begitu aku ingin meminta dirimu sesuatu."     

Senyuman penuh kepuasan terukir jelas di wajah Jenderal Abyc, beberapa kali dirinya mencengkram pedang seakan tengah membiasakan diri dengan pedang barunya.     

"Ringan dan tajam, benar-benar hebat Dwarf bisa menciptakan pedang seperti ini. Aku khawatir kalau potensi pedang ini tidak akan keluar," pujinya dengan percaya diri akan bilah pedang yang tipis dan sangat tajam itu "Tapi terlalu ringan, bukan tipe ku. Tapi ya sudahlah, tidak ada waktu untuk memilih ... Hmm?" tambahnya lagi.     

Ketika dirinya melihat kedepan, ia melihat seseorang berzirah perak mendekat dengan kuda perang; kuda yang juga memakai pelindung pada bagian wajah, bawah leher dan bagian tubuh lainnya.     

Lelaki itu mendekat hingga membuat prajurit lainnya mengambil sikap siap serang, namun sebelah tangan Helsper terangkat mengisyaratkan mereka untuk menahan serangan. Sebab, lelaki itu tak membawa pedang dan bahkan prajurit lainnya tak ikut bergerak, menjadi tanda jika lelaki itu datang bukan untuk memenggal kepalanya.     

Lelaki itu berhenti dengan jarak yang cukup berjauhan dengan waspada "Apa anda Jenderal Helsper?" tanya lelaki itu.     

Helsper pun langsung menjawab kemudian ditambah pertanyaan "Benar, apa yang membuatmu kemari disaat kami sudah siap saling bunuh?" pertanyaan yang begitu memancing emosi, seakan menunjukkan jika Kerajaan Abyc tidak akan gentar meski dirinya mencoba membujuk untuk menyerah.     

Lelaki itu mengeratkan giginya sesaat karena jengkel, namun ia berhasil menahan ekspresinya "Saya diminta untuk menyampaikan keinginan pemimpin kesatria suci, Tuan Neil'o, beliau ingin berbicara dengan anda sebelum memulai peperangan. Apakah anda bersedia?"     

Kerutan pada kening Jenderal Abyc terukir dengan jelas kala ia mendengar permintaan itu. Seorang pemimpin pasukan suci yang terkenal dengan kemampuan pedang dan kemampuan sihirnya ingin menemui dirinya. Bisa saja itu sebuah jebakan yang nanti akan langsung menyerang dan membunuhnya, tetapi di sisi lain Helsper menganggap bila hal itu tak mungkin dilakukan oleh pemimpin pasukan khusus Meridonialis itu. Seperti namanya, mereka lebih senang bertarung dengan adil dan bertarung atas nama dewa. Mereka sangat membenci pertarungan yang tidak adil dan dibuat-buat semata untuk kepentingan pribadi, hal seperti itu sangat melekat dalam diri pemimpin mereka hingga tak mungkin jika mereka merencanakan sesuatu yang licik.     

Akhirnya Jenderal Helsper pun menganggukkan kepalanya dan menjawab "Baiklah, aku akan bicara dengannya. Tepat di antara pasukan ku dan pasukan kalian."     

"Baiklah, saya akan menyampaikannya," ucap prajurit itu kemudian memutar kudanya dan memacunya, kembali ke arah pasukan Meridonialis.     

"Jenderal itu berbahaya," ucap seorang pemimpin pasukan Kerajaan Abyc disana.     

"Tenang saja, aku akan baik-baik saja. Semisal aku diserang, kalian tidak perlu menahan diri, mengerti?" balas Helsper kepadanya seraya memberikan perintah.     

"Ah baiklah, berhati-hati, lah," balas pemimpin pasukan itu.     

Lalu, Helsper memacu kudanya hingga ia berhenti tepat di padang rumput yang lapang diantara prajurit Abyc dan juga prajurit Meridonialis. Disaat ia datang juga, seseorang berzirah tebal bersama dengan prajurit yang sebelumnya mendekati Helsper datang mendekat, namun kali ini mereka sangat dekat seakan tidak ada jarak waspada diantara mereka.     

"Baiklah tinggalkan aku sendiri," ucap orang berzirah tebal itu, suaranya seakan menggema di dalam zirah yang orang itu kenakan hingga tak jelas pria ataukah wanita yang helsper hadapi.     

"Tapi tuan–."     

"Apa kau tidak mempercayai ku?"     

Pertanyaan itu membuat lelaki dengan rambut hitam yang dipotong pendek itu terdiam seakan tak mampu membalas.     

"Tidak apa, Tuan Helsper saja tidak membawa pengawal. Jadi aku tidak memerlukannya juga," tambah Neil'o tanpa menoleh kearahnya.     

Dengan suara enggan, lelaki itu pun mematuhi perintah "Baiklah, tolong berhati-hatilah, Tuan Neil," ucapnya kemudian kembali ke barisan prajurit Meridonialis.     

Helsper menghela napas kasar dengan seringai tipis di wajahnya "Seperti yang dibicarakan, anda benar-benar menyukai sesuatu yang adil ya," ucap Helsper dengan santainya.     

"Tentu saja, karena saya menyukainya," balas Neil dengan suara datar.     

"Kalau begitu anda tidak menyukai dunia ini, ya."     

Balasan Helsper berhasil membuatnya terdiam cukup lama, balasan yang memberikan arti yang sangat jelas. Keberadaan dunia yang menjadi tempat tinggalnya merupakan dunia yang kotor dimana keburukan, kepalsuan, penipuan dan kebohongan selalu menyelimuti dunianya.     

"Benar sekali," balas Neil tanpa ragu sama sekali.     

Helsper hanya terkekeh mendengarnya menjawab tanpa ragu. Kemudian senyumannya menghilang seraya berganti dengan ekspresi yang lebih serius.     

"Kalau begitu sebaiknya perkenalan dulu, saya adalah Jenderal Prajurit Kerajaan Abyc, Helsper," ucap Helsper terdengar tegas kala menyebut namanya.     

"Pemimpin pasukan suci Kerajaan Meridonialis, panggil saya Neil'o ... Neil juga tidak masalah," balas Neil dengan suara yang terdengar datar.     

Helsper sesaat merasa heran saat mendengar namanya "Apakah itu bukan nama anda sesungguhnya?" tanya Helsper.     

Neil langsung membalas "Tidak, itu adalah nama belakang saya yang diberikan oleh pendeta gereja pusat. Saya memiliki ketentuan sendiri untuk tidak memberitahukan nama depan saya, maaf jika membuat anda tidak nyaman."     

"Tidak, saya tidak begitu memikirkannya. Hanya mengetahui nama belakang anda pun sudah menjadi sebuah kehormatan bagi saya," ucap Helsper sembari menggelengkan kepalanya dengan senyuman tipis di wajahnya.     

"Seperti saat anda melihat sosok Belial yang sesungguhnya?"     

Pertanyaan itu dalam sekejap membuat suasana menjadi menegang. Napas Helsper sesaat tercekat, terkejut dirinya mendengar suara datar itu dipenuhi kebencian ketika menyebut nama Jenderal Iblis.     

Namun tak lama senyuman tipis kembali terukir di wajahnya "Begitu, jadi itu tujuan anda," ucap Helsper seraya menundukkan wajahnya dengan mata terpejam, kemudian ia membuka matanya kembali dan melihat kearahnya sembari berbicara "Jadi, apakah anda ingin mencari tahu tentang hubungan Kerajaan Abyc dan Kekaisaran?"     

Neil hanya terdiam sesaat dan tak menjawab pertanyaannya, tetapi dirinya kemudian memberikan sebuah pertanyaan dengan nada yang tak berubah.     

"Kenapa Kerajaan Abyc mengkhianati aliansi?" tanya Neil kepadanya.     

Mengkerut kening Helsper mendengar itu "Apa maksud anda?"     

Namun dengan tegas Neil kembali berbicara "Tolong jangan bertanya seolah-olah anda tidak tahu hal itu, perang ini terjadi karena pengkhianatan Kerajaan Abyc karena sudah berhubungan dengan Kekaisaran. Seharusnya anda tahu jika hal seperti itu sangatlah dilarang, lalu kenapa anda berhubungan dengan iblis yang merupakan makhluk yang dibenci oleh dewa?"     

Pertanyaan tanpa arti tersembunyi, lurus seolah-olah hal itu merupakan kebenarannya. Helsper terkekeh mendengar pertanyaan yang begitu polos keluar dari mulut seorang pemimpin pasukan suci, hingga tawanya menyinggung Neil.     

"Kenapa anda tertawa? Saya serius, Jenderal Helsper."     

"Tidak, maaf sudah menyinggung anda. Begitu ya, jadi seperti itu yang kalian dengar," ucap Helsper sembari menundukkan kepalanya.     

"Apa maksud anda? Tolong jawab pertanyaan saya."     

Neil kembali berbicara, namun Helsper masih tertunduk dengan seringai tipis di wajahnya. Kemudian kepalanya terangkat begitu ia menghela napas lelah dan menunjukkan senyuman palsu.     

"Apa anda benar-benar akan percaya dengan ucapan kami? Ah tidak ... Saya rasa percuma. Pada akhirnya yang hanya bisa saya katakan adalah, aliansi lah yang tak bisa mengerti kami dan mengkhianati kami," ucap Helsper, kekecewaan terasa begitu jelas dalam setiap ucapannya.     

"Apa yang anda bicarakan? Tidak mungkin aliansi–."     

"Lihat, sudah saya bilang, kan?"     

Neil membantah namun bantahannya justru mengakhiri percakapan mereka. Helsper hanya bisa tersenyum pahit dikala perkataannya langsung terbukti benar.     

Namun Neil mencoba membangun ulang percakapan mereka "Tunggu, Tuan Helsper. Apa anda ingin berkata kalau apa yang diperbuat aliansi adalah kesalahan?"     

Helsper menggelengkan kepalanya "Tidak, Tuan Niel," ucapnya, senyuman tipisnya hilang dan ia pun kembali berbicara "Aliansi sudah melakukan hal yang benar, kami melanggar aturan yang sudah ditetapkan dengan membiarkan Iblis masuk kedalam wilayah kami. Tetapi, Tuan Neil. Satu hal yang salah disini adalah saat petinggi yang datang menjadi perwakilan aliansi dama sekali tidak ingin melihat situasi kami. Ketika kami hampir diserang oleh prajurit kerajaan kalian sendiri dan kami bertahan dengan percaya kepada kebenaran dan keadilan yang kami yakini, putri memutuskan untuk memanfaatkan para iblis untuk membawa Pangeran Raudels. Apa anda sudah mendengar tentang itu?"     

Neil langsung menjawab "Ya, saya mendengar jika Pangeran melakukan perbudakan di Kekaisaran Iblis."     

"Benar sekali, putri kami melakukan hal itu agar tidak membiarkan pangeran yang sudah membunuh raja dan ingin memperburuk keadaan Kerajaan Abyc naik takhta. Dirinya tahu jika itu beresiko, tapi dia berkata jika itu lebih baik daripada harus membiarkan Pangeran Raudels naik takhta,"     

Neil terdiam tak merespon cerita yang sangat sesuai dengan apa yang dilaporkan oleh Jenderak Kerajaan Meridonialis.     

Lalu Helsper berbicara, memberikan pertanyaan yang begitu mudah ia jawab tetapi sulit ia terima.     

"Apakah menurut anda kami tidak bisa dimaafkan? Saya tidak menuntut belas kasih anda, tetapi tolong jawablah, apa kami sama sekali tidak bisa dimaafkan?"     

To be continue     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.