Last Boss

Chapter 66 - Pengepungan



Chapter 66 - Pengepungan

2Void kembali merubah dirinya menjadi Edward, ia menaiki kuda bersama dengan Scintia menyusul para pelayan petarung lainnya yang sedang mengejar penculik Roxine.     

Namun saat sampai pertengahan jalan, bulan yang tertutup awan mengurangi penglihatan pelayan lain dan kuda yang dibawa penculik itu jauh lebih cepat dibandingkan mereka semua. Void berhasil menyusul 5 pelayan yang tertinggal.     

"Kalian ... Ada apa?" tanya Scintia bingung menatap mereka, salah satunya adalah Lizzy.     

"Maaf, Kak Scintia. Kami tidak bisa mengejarnya, tetapi 3 dari kami masih mengejar. Eh? Siapa yang ada dibelakang Kakak?" jawab lalu tanya Lizzy setelah melihat lelaki yang membonceng dibelakang Scintia.     

Void memakai wajah Edward membuatnya sulit untuk dikenali oleh orang lain, Scintia adalah pengecualian. Tentu identitasnya adalah rahasia, meski mereka adalah pelayan petarung yang berada dalam komandonya langsung tetapi identitasnya tetap dirahasiakan dari mereka semua.     

"Nanti saja menjelaskannya, tapi bagaimana sekarang?"     

"Nona Scintia, terus saja lurus ke depan. Aku tahu kemana mereka!" ucap Edward.     

"Dia tahu!?" sahut Lizzy terkejut.     

Edward tahu, ia berdiri diluar bukan tanpa alasan, terlambat merespon juga bukan tanpa alasan. Ia tahu jika ada yang tidak beres di kamar Roxine pada saat itu, ia mengintip sedikit dan melihat ketika Scintia dilumpuhkan dan Roxine diculik hingga akhirnya penculik itu kabur. Alasan dia menunggu untuk menandai orang itu dengan tanda merah pada peta di layar sistemnya. Dengan begitu Edward tidak perlu cemas jika kehilangan jejak, meski begitu Edward ingin secepat mungkin mengejarnya sebelum orang itu menyerahkan Roxine kepada orang lain.     

"Baiklah semuanya, ikuti aku," kata Scintia lalu memacu kudanya mendahului mereka semua dan pelayan yang lain mengikutinya dari belakang.     

Sepanjang perjalanan Edward menjadi navigator mereka, terus menatap peta yang menunjukkan 3 titik biru yang menjadi tanda 3 pelayan lain tengah mengejar 1 titik merah yang merupakan penculik Roxine dengan jarak yang berjauhan diantara mereka. Titik merah itu sangat cepat hingga meninggalkan ketiga titik biru yang mengejarnya.     

Titik merah itu berhenti sesaat, tetapi kemudian ia kembali bergerak dengan menambah kecepatannya lagi. Tak lama tiga pelayan itu berhenti di tempat dimana penculik itu berhenti sebelumnya, Edward mengerenyitkan keningnya merasa kebingungan.     

Sesaat kemudian, pada ujung pandangannya ia melihat hutan yang begitu lebat. Tiga titik biru itu berhenti tepat di depan mulut hutan itu bersama satu kuda yang tak memiliki penunggang.     

"Ada apa?" tanya Scintia sedikit berteriak kepada mereka.     

"Dia masuk hutan," Edward yang menjawabnya.     

"Lalu sekarang bagaimana, paduka?" bisik Scintia seraya menoleh kebelakang.     

"Kita mengejarnya, apalagi selai itu?" balas Void dengan ketus.     

Scintia mengangguk tanda mengerti, ia pun memberi perintah kepada 8 pelayan lainnya "Ikuti aku! Kita akan masuk hutan dan mengejarnya, jangan sampai tertinggal!"     

"Baik!" balas mereka serempak.     

Hanya ada jalan setapak untuk bisa mengikuti sang penculik, mereka berjalan berbaris dengan Scintia di paling depan sebagai pemandu mereka. Scintia menambah kecepatan atas perintah Void, begitu pula yang lainnya. Terus mengejar dikala titik merah sudah sangat jauh dari mereka semua, tapak kuda mereka berhenti karena sebuah tebing yang tidak begitu tinggi.     

Di atas tebing itu terdapat sebuah gua, Void sempat melihatnya sesaat sebelum penglihatannya dihalangi batang pohon yang cukup besar.     

"Scintia, apa kau melihat gua tadi?"     

"Ya paduka, saya melihatnya."     

"Kita kesana! Lakukan teleportasi, cepat!"     

"Baik!"     

Dalam sekejap mereka menghilang menggunakan teleportasi menuju mulut gua.     

"Bagus, tidak ada yang melihat mu kan?"     

Orang yang memakai pakaian serba hitam itu menyerahkan Roxine kepadanya seraya menggelengkan kepala sebagai jawabannya. Namun ia salah.     

"Sekarang cepat pergi."     

"Tidak akan kubiarkan!"     

Edward melempar pisau yang ia bawa, penculik itu menarik belati dan menangkis serangan Edward, tetapi itu hanya tipuan. Ia tidak sadar pisau lainnya mengikuti, orang itu tak sempat menghindar membuat lengannya terkena goresan pisau.     

"Cih! Sialan, kau pergilah!"     

Penculik itu pergi dengan teleportasi ke suatu tempat hingga menghilang dari peta setelah mendengar titah yang diberikan Iblis bertopeng. Edward kehilangan kesempatan mencari tahu siapa pengkhianatnya, tetapi tujuan utamanya masih bisa ia harapkan.     

"Menyerahlah, kau tidak akan bisa lari dari tempat ini."     

Bersmaan 3 pelayan lainnya–salah satu ya adalah Lizzy berteleportasi ke belakang Scintia, menodongkan senjata mereka masing-masing kepada Iblis bertopeng itu.     

Namun, Iblis itu tidak menuruti perkataan Void, ia malah tertawa sangat keras seakan puas akan sesuatu. Tawa itu membangunkan Roxine yang berada di gendongan pria itu, iris matanya mengecil kemudian ketika ia melihat Iblis itu.     

"E--eh? Ti--tidak ..."     

"Hoo? Kau bangun rupanya. Benar-benar anak yang nakal, padahal sudah kuberitahu untuk segera kembali."     

"Ti--tidak! Le--lepaskan aku!"     

"Jangan mimpi!"     

Jubahnya lepas, sayap merekah di punggungnya. Ia mengepakkan sekali sayapnya, menimbulkan hempasan angin cukup kuat hingga membuat mereka tak bergerak untuk sesaat. Iblis itu berbalik, mendorong dirinya dengan sihir elemen angin–seperti yang dilakukan Ink Owl lalu terbang dengan cepat ke dalam gua. Teriakan Roxine terdengar begitu keras, namun dengan cepat suaranya mengecil pertanda orang itu menjauh dari mereka.     

"Sialan! Kejar mereka apapun yang terjadi!"     

Para pelayan disana kebingungan, mendengar Edward–seorang penjaga Istana meminta sesuatu yang terdengar begitu seenaknya seakan dirinya yang memimpin mereka semua. Tetapi dari mereka hanya Scintia yang mematuhinya     

"Baik, Tuan! Semuanya kejar Iblis itu!" titah Scintia kepada 3 pelayan lainnya.     

"Baik!"     

Mereka bergegas berlari kedalam gua, begitu juga dengan Edward. Secepat mungkin, meski jalan yang mereka lalui adalah batuan yang sulit mereka tapaki, meski itu jalan yang sangat terjal, Edward yang memimpin mereka terus berlari secepat yang ia bisa. Titik merah tercampur titik biru pada peta masih terlihat, meski titik itu berada di area hitam, tetapi titik itu tampak berhenti tak bergerak sangat lama.     

"Itu mereka! Bunuh mereka semua!"     

Seseorang berteriak dari ujung lorong gua, Scintia yang menjadi penerang mereka–memakai sihir api untuk menerangi gelapnya gua menembakkan api itu kedepan hingga erangan kesakitan mereka dengar.     

"Gaaaaaaaaaah!"     

Scintia sama sekali tak menggubris suara-suara yang ia anggap menyedihkan itu, di lorong panjang seenaknya menyerang tanpa memikirkan situasi selanjutnya adalah hal yang benar-benar bodoh, begitulah pikir Scintia. Berbeda dengan kelompoknya, yang membuat formasi dua baris dengan pencahayaan yang cukup untuk menerangi sekotar mereka.     

Void hanya terdiam mendengar teriakan mereka, tepatnya ia terdiam karena melihat Scintia tanpa mengeluarkan ekspresi apapun dan tanpa mengeluarkan sepatah kata pun ia membakar yang entah ada berapa orang yang berlari menyerang mereka.     

"Tuan, dengan begini kita bisa melihat dengan cahaya tambahan di depan," sarkas Scintia, yang ia maksud adalah orang-orang yang terbakar dengan apinya, memberikan cahaya untuk langkah mereka.     

Lizzy heran juga jengkel melihat Scintia tampak begitu dekat dengan Edward, kegelisahannya pun ia keluarkan.     

"Kak Scintia, sebenarnya siapa laki-laki ini!? Kenapa dia memerintah seenaknya dan lebih lagi kenapa dia dekat sekali dengan Kakak!?" tanya Lizzy menatap mereka penuh curiga.     

Lizzy tepat dibelakang mereka berdua, setiap mereka berbicara Lizzy melihat semua ekspresi mereka seakan sudah mengenal cukup lama, begitu anggapannya.     

Identitas Edward adalah rahasia, tidak dapat diberitahu kepada para pelayan petarung lainnya kecuali Scintia yang sudah tahu. Karena tahu rahasia itu scintia punya kewajiban untuk merahasiakannya.     

"Astaga, kamu benar-benar penasaran ya?" tanya balik Scintia bersama dengan helaan nafasnya "Lelaki disampingku adalah pengawal pribadi paduka, Edward namanya," lanjut Scintia.     

"A--ah, saya Edward, pengawal pribadi paduka Void," sahut Edward sedikit gugup.     

Bagaimana tidak? Scintia seenaknya memberinya pekerjaan seperti itu kepada sosok Edward. Memberikan posisi yang terbilang setara dengan Scintia namun lebih tinggi dibandingkan para pelayan petarung, ia sama sekali tidak meminta hal seperti itu kepada Scintia, dengan kata lain ia berimprovisasi.     

"Eh!?" Para pelayan lainnya terkejut "Paduka memiliki pengawak pribadi!?" ucap Lizzy tak percaya "Tu--tunggu, bukannya sudah ada kakak? Kenapa dia menggantikan Kakak?" lanjut Lizzy bertanya diikuti dengan anggukan kepala dua pelayan lainnya.     

"Aku? Aku bukan pengawal paduka, aku hanya pelayan pribadinya," jawab Scintia, jawabannya sama sekali tidak salah karena pekerjaan Scintia di Istana memanglah hanya melayani Void seorang juga mengatur para pelayan istana lainnya. Tetapi kemampuan bertarungnya yang tinggi hingga dijadikan ketua pasukan elite Kekaisaran, pelayan petarung, tidak sedikit orang-orang di istana menganggap Scintia juga pengawal pribadinya.     

Raut wajah ketidakpuasan terlukis jelas pada wajah mereka, entah karena jawaban Scintia atau keberadaan Edward yang membuat mereka tak senang.     

"A--apa dia kuat?" tanya Lizzy menatap tak senang kearah Edward.     

Edward hanya tersenyum canggung.     

Scintia menjawab pertanyaan itu dengan senyuman "Tentu saja, lebih kuat dari pada dirimu, Lizzy," senyuman yang begitu meremehkan Lizzy.     

Lizzy begitu tersentak mendengar ucapan serta pandangan yang begitu meremehkannya, bukannya kesal kepada Scintia justru Lizzy semakin membenci Edward dengan menatapnya dengan sangat jengkel.     

"Hmm! Begitu! Kalau begitu bertarunglah dengan ku–. Aw!"     

Pukulan tepat dijatuhkan diatas kepala gadis kecil itu, cukup keras hingga suaranya bergema.     

"Bodoh, jangan melakukannya sekarang. Kita sedang bertugas."     

"Uuuuh baik."     

Terkekeh diri Edward melihat kelakuan pelayannya dengan Lizzy yang begitu dekat, meski Scintia memperlakukannya dengan keras tetapi perlakuannya itu demi mengendalikan Lizzy yang terkadang sangat serampangan dalam berbicara juga bertindak. Sedangkan Lizzy, entah kenapa ia tidak bisa melawan Scintia. Mungkin karena ia mengamggap Scintia sebagai Kakaknya.     

"Jangan tertawa kau!" Bentak Lizzy sambil menunjuk kearah Edward.     

"Hey!"     

"Hiii! Maafkan aku!"     

Begitu tangan Scintia terangkat dengan telapak tangan mengepal, Lizzy seketika langsung melunak, atau tepatnya takut dan menjadi jinak.     

Semakin jauh mereka berjalan, udara dalam gua pun terasa sangat dingin meski api Scintia juga dua pelayan lainnya sudah mengelilingi Edward. Ia terus melangkah seraya beberapa kali menatap titik merah yang bergerak hanya mengelilingi satu area saja. Bergerak kesana kemari cukup berjauhan sejak ia meninggalkan titik biru yang menjadi penanda Roxine, seakan sedang melakukan sesuatu. Tapi tahu hal itu menambah informasi Edward yaitu penculik dan Roxine berada di suatu tempat yang cukup luas.     

Terus melihat peta hanya kepada tujuannya, tanpa sadar, seluruh area hitam pada gua itu 90% menghilang dan memunculkan jalan yang meliuk-liuk bagaikan labirin monster.     

"Sebentar lagi kita sampai, bersiaplah," ucap Void seraya melirik kearah Scintia.     

Scintia memberi anggukkan sebagai jawabannya, kemudian menoleh kebelakang dengan anggukan pula ia mengisyaratkan pelayan lainnya untuk bersiap. Menarik senjata mereka, meski tak berlaku untuk Lizzy yang sudah memakai senjatanya sejak awal berupa sarung tangan dengan 3 bilah pedang pada masing-masing punggung sarung tangannya.     

Edward meliriknya sesaat 'Keren,' pikirnya saat melihat senjatanya itu.     

"Kenapa kau melihat ku begitu?" tanya Lizzy tak senang.     

"Eh, tidak. Aku hanya berpikir senjata mu terlihat unik saja," jawab Void sedikit canggung.     

Hubungan mereka benar-benar terasa sangat buruk, rasa tak suka Lizzy kepada Edward sangat jelas terasa. Padahal belum lama ini gadis itu sangat manja, pikir Edward.     

Sampai di tengah lorong, berhenti di depan dua pintu untuk sebuah ruangan. Jika dalam peta, dibalik pintu itu adalah tempat dimana Iblis yang membawa Roxine berada bersama dengan Roxine.     

"Dia ada dibalik pintu ini, bersiaplah. Scintia, aku akan menghancurkan pintunya sementara itu kau gunakan sihir untuk jaga-jaga serangan tiba-tiba."     

Scintia mengangguk tanda mengerti, Edward menghela nafasnya perlahan "\[Magic: Dark Fire Ball]" ia mengeluarkan sihirnya, namun tak ia lepaskan, ia langsung mengarahkannya ke pintu hingga membuat ledakan yang melempar pintu itu kedalam.     

Benar saja beberapa panah api melesat dengan cepat, Scintia langsung berdiri di depan dengan sihir pelindungnya. Panah api padam, panahnya terjatuh ke tanah. Namun tak sampai disitu serangan panah lainnya datang dan berakhir sama seperti sebelumnya. Scintia masuk dengan sihir pelindung aktif yang hanya melindungi bagian depan mereka, Edward dan pelayan lainnya berdiri di belakang dengan senjata di tangan mereka.     

Cahaya menyinari seluruh ruangan dengan kristal cahaya, Mata Scintia membulat terkejut, ruangan yang sangat luas dan penuh dengan jeruji besi yang berisi hewan buas juga gadis ajin dan ras lainnya, ada pula yang menggantung di langit-langit gua yang di dalamnya ada beberapa gadis Iblis.     

Edward yang melihat juga langsung mengeratkan giginya, ia menggenggam pedangnya dengan kuat "Keterlaluan!"     

Serangan panah berhenti, suara tepuk tangan menggema ke seluruh ruangan. Di ujung ruangan, jeruji besi kosong di susun seperti piramida dan di tempat tertingginya orang itu bersama dengan Roxine yang tak sadarkan diri.     

"Luar biasa, kalian ternyata benar-benar menyusul ku kemari. Ya ini juga rencana ku sih, karena itu aku mengirim beberapa keroco untuk kalian," ucap orang itu tersenyum puas.     

Edward tidak terpancing dengan ucapannya, meski emosinya memuncak sesaat tetapi ia tahan dan tersenyum kepadanya "Terima kasih karena sudah melibatkan ku, dengan begini aku tidak perlu repot-repot mencari orang-orang bajingan yang menculik penduduk Kekaisaran."     

Wajah lelaki itu tak senang untuk sesaat, markas mereka ketahuan, bisnis mereka berakhir. Akan tetapi lelaki itu kembali menyeringai tak goyah hanya karena hal itu.     

"Benar sekali, aku melakukan ini untuk menunjukkan perbudakan ini kepada kalian, bagaimana? Hebat bukan?" Orang itu terbang dan ke salah satu jeruji besi yang terdapat gadis Iblis di dalamnya, lalu menarik gadis itu kedalam pelukannya, membelainya sambil berbicara "Mereka semua adalah kesayangan ku, aku rawat mereka dengan kasih sayang, lalu menjualnya dengan harga tinggi hahahaha!" Ia mencumbu bibir gadis itu dengan kasar, mempermainkan tubuhnya di depan mereka semua.     

Scintia dan pelayan lainnya menggeram penuh amarah, mereka tak tahan sesama gadis seperti mereka diperlakukan dengan sangat tak pantas. Kemudian dia melempar gadis itu kembali kedalam jeruji besi dan memguncinya, suara hantaman keras menggema gadis itu merintih tak dapat bangun karena rasa sakit yang dirasakannya.     

Lizzy ingin menyerang, namun satu tangan Edward melebar ke samping menahan gerakannya. Umpatan kasar ingin ia keluarkan pada lelaki berambut perak itu, namun melihat ekspresinya yang juga marah menahan umpatannya.     

"Kau sangat santai sekali ya, kupikir tadinya kau akan panik karena kedatangan kami."     

"Tentu saja, meski kau penjaga rendahan–. Ah tidak bisa kubilang begitu juga, kau membawa pasukan elit Kekaisaran jadi pastinya kau bukan prajurit biasa, ya?"     

"Begitulah. Tapi sampai memperkirakan tentang diriku dan masih tak membuatmu gentar juga, apa ada orang yang melindungi mu?"     

Dia tertawa sangat puas mendengar pertanyaan itu, kemudian terbang kembali ke sangkar besi Roxine "Benar," ia menjentikkan jarinya, seketika tanah berguncang menggetarkan segalanya yang ada di ruangan.     

"Graaaaaaaa!"     

Jeruji beri berterbangan, Iblis dan ras lain yang berada di dalamnya pun terabaikan. Hal serupa juga dialami orang-orang berjubah yang menembakkan panah api kepada mereka, sebagian besar dari mereka tertimpa sangkar besi hingga mereka meregang nyawa.     

Dua monster besar berkulit kekuningan muncul dari kedua sisi ruangan, matanya merah bagai darah, memiliki dua taring runcing mencuat ke atas, mereka membawa balok kayu sepertu pemukul di tangan mereka. Itulah alasan kenapa lelaki itu tidak takut sama sekali dengan keberadaan mereka.     

"Orge!?" pekik Lizzy mengenali monster itu.     

"Huh? Mereka memakai kalung itu ...," ucap Scintia sambil menunjuk kalung hitam yang terkadang mengedipkan warna merah di leher dua monster itu, kalung budak.     

Edward menghela nafasnya, sialan, pikirnya kemudian melepaskan genggamannya pada pedangnya. Pedangnya terjatuh seolah harapan Edward telah sirna, Lizzy tak percaya dengan apa yang ia lihat, seorang prajurit yang melepaskan pedangnya adalah tanda menyerah, umpatannya tak tertahan lagi.     

"Ka--kau apa yang kau lakukan! Dasar pengecut! Melepaskan pedang hanya melihat mereka saja! Kau benar-benar tidak pantas menjadi pengawal paduka Void!" teriaknya hingga menggema.     

Iblis itu tertawa sangat puas "Ternyata kau pengawal Kaisar bodoh itu ya, hahahaha!" ucapnya.     

Kaisar bodoh, kata-kata yang sangat terlarang telah di dengar oleh Scintia. Emosinya yang selalu ia tahan pun akhirnya meluap, energi besar yang pernah Void rasakan sesaat sebelum di hantam hingga membuatnya tak sadarkan diri kembali ia rasakan. Namun dengan santainya Void mengangkat sebelah tangannya, mengisyaratkan Scintia untuk menahan diri. Emosinya sedikit mereda, ia memejamkan mata dan menahan diri ya atas permintaan Edward.     

"Jangan berkata seperti itu!" Suara sejernih kristal bergema diantara mereka, Roxine bangun tertatih-tatih melangkah memegang jeruji besi.     

Wajah lelaki itu tak senang, ia menendang sangkar besi Roxine hingga membuat gadis ajin itu tersungkur "Diam kau! Karena dirimu aku harus bersusah payah seperti ini, jika saja boss tidak ingin dirimu aku bersumpah akan membuang mu! Dasar ajin bodoh!" Sekali lagi menendang hingga membuat suara yang nyaring. Roxine hanya meringkuk tak berdaya, gadis ajin itu telah kehilangan kekuatannya hingga membuatnya tak dapat melawan lagi.     

Di sisi lain senyuman terlukis di wajah Edward "Akhirnya Kau mengatakan sesuatu yang menarik ya."     

"Huh? Ugh!"     

4 cakar hitam menembus Iblis itu, perlahan bagian dalam tubuhnya terasa sangat panas bagaikan terbakar.     

"Ka--kau ... Bagaimana ..."     

Edward berteleportasi kebelakangnya dengan bantuan Scintia. Beberapa saat sebelumnya ketika Iblis itu sedang memarahi Roxine, Ia berbisik pada Scintia memindahkannya dengan teleportasi ke belakangnya setelah ia berbicara cukup keras. Saat itu juga ia meminta Scintia untuk mengalahlan monster dengan mengincar bagian perutnya, karena disanalah letak jantung orge berada,     

Kedua monster itu tumbang dengan masing-masing terkena serangan Scintia dengan cepat. Sementara pelayan lain juga Lizzy pun bergerak setelahnya menyerang semua pria-pria berjubah disana.     

"Aku menunggu mu berbicara seperti itu. Terima kasih, dengan begini aku tahu kalau kau memiliki atasan lain ... Ah tenang saja, jangan meminta maaf pada atasan mu sekarang. Minta maaflah jika sudah bertemu di neraka!"     

Edward mengepal tangannya, menghancurkan jantung pria itu dalam genggamannya. Ia mencabut tangannya dari tubuh lelaki itu, menendangnya hingga terjatuh dari piramida jeruji besi.     

Edward menoleh kepada Roxine yang menatap Edward dengan rasa takut. Namun Edward tersenyum kepadanya, seakan berkata kalau semua sudah baik-baik saja, ia ingin langsung menggendong gadis ajin itu tetapi sosoknya bukanlah sang Kaisar jadi sosok Edward tidak mungkin Roxine kenali.     

"Pa ... duka?"     

Namun pikirnya salah, Roxine memanggilnya dengan panggilan kehormatan yang hanya dimiliki olehnya. Berpikir itu kebetulan tetapi tidak begitu juga, Roxine tidak terlihat takut lagi pada Edward, ia melihatnya seakan benar-benar mengenali Edward. Mungkin insting Roxine yang kuat membongkar penyamarannya dengan mudah, Void hanya tersenyum dan menaruh satu jari di depan mulutnya.     

"Keluarkan semuanya, bawa mereka keluar mau itu dalam keadaan hidup ataupun mati."     

"Baik!" Scintia, Lizzy dan dua pelayan lainnya menjawab dengan serentak. Scintia mungkin tak mengherankan, tetapi ia sedikit kebingungan mendengar jawaban itu keluar dari mulut pelayan lainnya terutama Lizzy.     

Mereka yang dikurung kemudian dikeluarkan, tidak hanya ras Iblis, ajin, hingga elf semuanya akan dijual oleh Iblis itu. Kalung yang mengekang mereka Void lepaskan dengan cakarnya, total semua budak yang ada sekitar seratus orang lebih termasuk mereka yang tewas dalam kejadian ini.     

Edward bertanya kepada mereka "Apakah ada yang lainnya?" Tetapi mereka menjawab jika sebagian dari mereka sudah dikirim ke Kerajaan manudia, mereka tidak tahu tepatnya Kerajaan mana, mendengar itu Void pun menolak untuk mempersalahkan lebih lanjut lagi, begitu yang ia beritahu kepada Scintia.     

"Kenapa?" tanya Scintia.     

Void menjawab "Kerajaan manusia masih melegalkan perbudakan, berbeda dengan kita, Dwarf ataupun Elf. Bersinggungan dengan hukum yang mereka miliki adalah satu hal yang merepotkan, terlebih lagi di Kekaisaran juga ada beberapa yang tidak mematuhi hukum," Void menghela nafas kemudian menoleh kearahnya "Kau pun melihat, kan? Iblis itu menjual bangsanya sendiri dan dia memiliki pemimpin yang tidak kita tahu apakah dia Iblis juga atau bukan. Karena itu aku ingin membereskan semua ini terlebih dahulu hingga ke akarnya, baru akan ku cari cara agar Iblis, ajin ataupun ras lainnya tidak diperbudak, Kekaisaran adalah tempat untuk semua ras selain manusia berlindung."     

Scintia hanya terdiam, perlahan tersenyum bahagia dirinya mendengar ucapan itu keluar dari mulut sang Kaisar.     

Markas perbudakan telah dihancurkan, Void meledakkan gua itu agar tidak dapan digunakan lagi. Namun itu bukanlah akhir dari kasus ini, orang berpakaian hitam yang melarikan diri dan juga boss yang dimaksud Iblis sayap hitam itu masihlah menjadi misteri.     

"Oh ya, apa yang ingin anda lakukan denga Roxine?" tanya Scintia penasaran.     

Mengangkat kedua pundaknya sambil tersenyum dan berkata "Entahlah, mungkin akan ku adopsi?"     

"Eh?"     

"Ayo pulang, bentar lagi pagi. Aku juga harus melihat teman-teman ku di pelatihan, aaaah benar-benar merepotkan."     

Dengan begitu Sang Kaisar memiliki keluarga baru.     

To be continue     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.