Last Boss

Chapter 74 - Menjadi penambang



Chapter 74 - Menjadi penambang

3Di sore hari di bagian terdalam tambang, mereka semua berkumpul dengan kapak beliung di genggam erat. Para manusia yang terlibat langsung diikat, salah satu perwakilan Kerajaan Uridonia yang mengawasi hari pertama kerja sama telah meregang nyawa. Verdik, hanya menyisakan Adler yang kebingungan tak mengerti apa yang terjadi.     

Edward mengenakan kembali seragam pemerintahan pusat, berdiri di tengah-tengah–antara pekerja tambang Kekaisaran yang marah besar dan pekerja manusia yang dibagi menjadi dua, sisi kiri mereka yang terikat tali dengan kuat, sedangkan sisi lainnya berdiri menatap kebingungan. Void menoleh kebelakangnya–sedikit jauh dari mereka, beberapa pekerja tambang telah di tutupi kain hitam–menutupi semua luka yang membuat mereka kehilangan nyawa.     

"Sudah kuduga mereka memiliki tujuan sendiri!"     

"Bunuh mereka!"     

Sorak sorai penuh amarah para pekerja tambang kembali menggelora. Beberapa dari mereka mencoba memberontak, namun Edward yang mengambil pedang milik pengawal Uridonia, membentang ke depan tangan kiri yang memegang pedang itu. Memberi isyarat kepada semua pekerja tambang untuk tak bergerak menyentuh manusia.     

Rencana yang telah dibangun Void hancur seketika, Void pun marah dengan hal ini. Terlebih, ia mendapat kabar. Ink Owl berbicara dengan pelan, memberikan dua lembar kertas Message yang dikirim langsung oleh Belial dan Scintia. Kabar yang tak sedap di baca, wajah Ink Owl pula ikut tampak marah setelahnya.     

Edward mengeratkan giginya, kembali memberikan kertas itu kepada Ink Owl "Rencana ku gagal ... Ya."     

\*\*     

Beberapa saat sebelumnya, Edward menyusuri tambang bersama kelompoknya. Tak mengenal siapa mereka, tetapi kelompok mereka terdiri dari Ajin, Dwarf, 3 manusia dan dirinya. Suasana begitu hening, tak ada yang berani berbicara satu sama lain, hanya suaea langkah sepatu yang menggema di tambang itu. Semakin dalam, cahaya lentera kristal cahaya yang dipasang pada dinding tambang semakin berkurang. Ajin yang membawa dua lentera pun menyalakan satu lentera, lalu dengan sikap tak acuh ia memberikannya kepada seorang manusia.     

Raut wajah manusia bertubuh besar dan berotot yang diberikan lentera tak senang, wajahnya begitu jengkel membuat Edward yang ada di sampingnya ingin langsung melerai, tetapi lelaki itu membuang ekspresinya seraya mengambil lentera itu dengan kasar.     

Ia membuang emosinya lalu kembali berjalan seakan tak acuh dengan yang baru saja terjadi, mereka kembali berjalan sementara itu Edward terdiam sambil memegangi dadanya dan menghela napas pelan setelah lega tak ada yang marah, hingga ia berjalan di paling belakang bersama dengan manusia yang tampak cemas sebelumnya.     

Mata mereka tak sengaja bertemu, sama-sama terkejut lalu tersenyum canggung. Edward mempersilahkan lelaki kurus itu berjalan lebih dulu melalui isyarat tangan kirinya, menadah dan berayun sedikit ke depan. Namun lelaki itu juga melakukan hal serupa, ia ikut melakukan isyarat itu agar Edward lebih dulu. Edward menggeleng sambil tersenyum dan namun lelaki itu juga sama, menggelengkan kepala dengan kuat dan meminta Edward lebih dulu.     

Hingga akhirnya seorang ajin yang sudah jauh di depan bersama yang lain membentak mereka.     

"Hey kalian cepatlah!"     

Terperenjat mereka berdua "Ba--baik!" sahut mereka bersamaan lalu terburu-buru menyusul yang lain.     

Meski menyusul tetapi Edward lelaki itu tetap menjaga jarak dengan yang lain, helaan nafas pelan mereka keluarkan. Suara helaan yang keluar bersamaan menciptakan suara sedikit lebih keras, menyadarkan Iblis dan Manusia itu yang melakukan hal serupa lagi.     

Tawa canggung pecah begitu saja ketika mata mereka bertemu "Siapa nama mu?" tanya manusia itu.     

"Ah, panggil saja aku Edward," balas Edward.     

"Begitu, nama ku Alfred. Senang bertemu denganmu, Edward," balas manusia itu mengenalkan namanya "Kudengar tadi, kau baru bekerja di tambang ya?"     

Edward mengangguk dengan tergugup "Y--ya, paman ku menyuruh diriku untuk bekerja di tambang ini," jawabnya, tentu dia hanya mengarang cerita.     

Namun Alfred percaya tanpa curiga "Begitu ya," balasnya.     

Edward gantian bertanya "Apa kau sudah lama menjadi penambang?"     

Lalu Alfred menjawab "Ah, ya aku sudah lama menambang ... bersama dengan mereka," dengan pandangannya ia menunjuk dua manusia yang ada di depan Edward.     

Salah satu dari mereka adalah pria dengan tubuh besar dan berotot, kulitnya gelap dan tak memiliki rambut yang sebelumnya sempat marah kepada Ajin di kelompok Edward. Lalu yang satunya lagi memiliki rambut panjang bergelombang, kulitnya terlihat sedikit pucat, sejauh ini Edward belum melihat bagaimana ekspresi pria itu karna selalu memasang raut wajah lesu.     

"Mereka sebelumnya bekerja bersama ku di tambang Kerajaan Uridonia, tapi kami mendapat perintah untuk menambang disini," jelasnya lebih lanjut sambil tersenyum tipis.     

"Begitu ya ..."     

Berbicara dengan manusia, berbicara dengan Alfred mengingatkan Edward kembali saat ia berbicara dengan manusia-manusia di gua dungeon Kekaisaran. Mereka berbicara dan berekspresi layaknya Iblis, lalu apa yang begitu membedakan mereka dengan Iblis? Edward tahu jawabannya, karena manusia menganggap ras lainnya sebagai rendahan dan menganggap mereka sebagai ras agung yang di sayang oleh dewa. Sangat konyol, begitu menurut Edward setiap ingat bagaimana sejarah Iblis dan Manusia terbentuk.     

Langkah mereka seketika terhenti begitu Dwarf yang ada di depannya berhenti di dekat sebuah gerobak yang ada di atas rel kereta     

"Baiklah semuanya, gerobak ini menjadi tanda jika area yang akan kita tambang sudah dekat," ucap Dwarf itu dengan ekspresi datar sambil melihat kearah mereka semua "Keretanya terbuat dari baja supaya bisa menahan beban hasil tambang nanti, pertanyaan ku adalah, siapa yang mau mendorong?"     

Mereka semua terdiam, saling menatap seakan saling menyuruh 'Kau saja yang mendorong'. Namun karena tak ada yang mau, Edward pun mengorbankan diri demi kelancaran tujuannya, ia seraya mengangkat tangannya sambil berbicara "Kalau begitu a–."     

"Kalau begitu aku yang akan mendorong," ucap pria berbadan besar kemudian berdiri di belakang gerobak baja, ia memberikan lentera yang ia bawa kepada temannya yang berwajah lesu.     

Kedua tangannya memegang tepian gerobak itu, lalu mendorong mendahului mereka. Ajin yang memegang lentera berjalan di samping pria itu sebagai penerangan jalan. Matanya terus melirik kearah lelaki itu berotot itu, hingga ia berkata "Ternyata otot-otot mu itu berguna, ya. Kukira hanya untuk menyombongkan diri saja," ucapnya sangat sinis.     

Namun lelaki itu menjawab dengan santai "Ya begitulah, di tambang tempat ku bekerja sebelumnya juga aku selaku menjadi orang yang mendorong gerobak, mau itu sudah berisi atau masih kosong," ia menjawab tanpa melirik sedikitpun kearah Ajin itu, bahkan ia juga tak terpancing dengan ucapan sinis Ajin.     

Ajin itu kemudian hanya terdiam mendengar ucapannya, hanya memalingkan wajah dan menatap ke depan, seakan kehabisan kata-kata sinis dari dalam mulutnya. Kata-kata sinis yang penuh akan kebencian, gelagat dan ucapannya begitu jelas bagi Edward jika dia membenci manusia.     

Tak ada obrolan lagi setelahnya, keheningan yang menyelimuti mereka kembali membuat suasana yang begitu canggung. Dwarf tampaknya tak begitu peduli dengan manusia, Ajin sudah jelas sangat membenci manusia, sedangkan satu-satunya orang yang mungkin memulai pembicaraan para manusia adalah Edward seorang, tetapi Edward kehabisan topik pembicaraan setelah berkenalan dengan Alfred.     

"Rasanya canggung sekali, ya," ucap Alfred tiba-tiba, suaranya cukup keras hingga mereka semua menatap kearah Alfred "Ya aku mengerti tentang itu, jika kami para manusia tidak begitu akrab dengan ras lainnya. Manusia terkadang ... Tidak, kami sering menghina dan merendahkan ras lain, tetapi menurutku itu salah. Ketika aku melihat mereka berbicara dengan bahasa yang sama, menangis dan tertawa, aku bertanya kepada diriku sendiri, apa yang membuat kami berbeda dengan mereka?" Tiba-tiba ia tertawa canggung dalam jedanya "Yah, aku bodoh karena itu aku tidak mengerti banyak hal."     

Ucapan yang begitu terdengar polos dari lelaki muda itu, berusaha ingin memecahkan kecanggungan yang menyelimuti mereka dengan berterus terang akan kebingungannya. Namun itulah yang Edward inginkan, kata-kata itu yang membuatnya yakin jika tujuannya bisa tercapai, ia tersenyum tipis seraya menatap lelaki muda itu.     

"Jangan bercanda!" Ajin membentaknya hingga suaranya bergema ke seluruh tambang "Jangan menyamakan kami dengan kalian, manusia-manusia bajingan! Seharusnya kau tahu hal itu setelah kau tahu bagaimana manusia memperlakukan kami!" Amarahnya meledak, raut wajahnya mengkerut seraya menatap sinis Alfred yang menunduk merasa bersalah.     

Alfred hanya berkata "Ma--maafkan aku," kemudian terdiam mendengar ucapan.     

"Kau ini–."     

"Jika tidak ingin direndahkan maka perhatikan caramu berbicara," manusia berwajah lesu menyauti ucapan Ajin, mengangkat dagu dengan angkuh serta memberikan pandanga yang begitu merendahkan Ajin itu.     

"Apa kau bilang?!"     

Amarahnya semakin meluap, namun targetnya berganti menjadi orang berwajah lesu. Ia mendekatinya lalu menarik kerah pakaian lelaki itu.     

"Lihat, sikapmu benar-benar mencerminkan alasan kenapa kalian di pandang rendah!" kata lelaki lesu seraya menyungingkan senyuman angkuh.     

"Alasan kami seperti ini karena kalian manusia biadab! Aku kehilangan Ibukku karena kalian! Kalian memburu kami dan menjadikan kami budak! Mengharapkan kami menghormati kalian? Jangan pernah berharap!"     

Lelaki itu tertawa, tertawa kecil namun jelas tawanya untuk Ajin itu "Bukankah itu sudah menjadi pekerjaan kalian?"     

Kuku ajin menjadi pancang, berubah menjadi cakar yang tajam. Ia melayangkan jari-jari tangannya ke leher lelaki lesu "KEPARAT KAU!" Namun di waktu yang tepat, Edward berdiri dibelakang dan menahan tangannya "Huh!?"     

"Tenanglah! Apa yang kau pikirkan!?" tanya Edward dengan sedikit berteriak.     

"Lepaskan aku! Akan kubunuh manusia keparat ini! Lepaskan aku bocah baru!" teriaknya sambil terus meronta-ronta mengarahkan cakarnya ke lelaki lesu itu.     

Pria berotot dan Alfred pula ikut memisahkan mereka, Alfred menariknya dan pria berotot pula berusaha melepaskan cengkraman Ajin pada pakaiannya.     

"Lu--lukas?! Apa yang kau katakan!?" ucap Alfred kepada lelaki lesu itu.     

"Benar, jangan bersikap bodoh, Lukas! Kita saat ini sedang bekerja bersama mereka!" ucap lelaki berotot pula ikut memarahinya.     

Sementara itu ajin terus meronta sekuat tenaga, meski Edward sama sekali tidak merasakan kekuatannya "Tenanglah!" ucap Edward di belakangnya.     

"Tidak! Aku tidak akan mengampuni dia! Aku bersumpah akan membunuhmu!" balas ajin itu yang sebagian kata-katanya ditujukan kepada Lukas.     

Namun tiba-tiba beliung muncul diantar mereka berdua "Sudahlah, jangan bertengkar," Dwarf itu juga membersihkannya.     

"Tapi, Gu–."     

"Aku mengerti perasaan mu, Joi. Tapi ini bukanlah saat yang tepat, apa kau ingin kehilangan pekerjaan dan membuat adikmu cemas lagi?" Raut wajah penuh amarah seketika langsung lenyap, cakarnya perlahan pula berubah menjadi kuku biasa "Karena itu tahan emosi mu, lalu kau juga perlu meminta maaf kepada Tuan Alfred."     

"Hah!? Kenapa?" tanya jengkel Ajin itu yang bernama Joi.     

"Memang ucapannya terdengar bodoh, menyamakan manusia dan ras lainnya, tetapi Tuan Alfred tidak bermaksud buruk. Dia hanya berharap jika manusia dan ras lainnya dapat berhubungan baik, tidak sedikit manusia sepertinya bahkan diantara kita pun ada yang menginginkan hal serupa, karena itu kau tidak perlu semarah itu kepadanya."     

Edward tercengang mendengar ucapan Dwarf yang Joi panggil Gu. Mungkin itu bukan nama lengkapnya, tetapi meski Gu sedari tadi tampak tak peduli dengan sekitarnya, namun Gu memiliki pemikiran yang luas. Ia mendengar semua perkataan Alfred dan mungkin juga mendengar pembicaraan dirinya dengan Alfred.     

"Kenapa kau menatap ku begitu?" tanya Gu kepada Edward.     

"A--ah tidak," balas Edward sedikit panik.     

Begitu Joi melepaskan cengkraman pada kerah pakaian Lukas, Edward juga melepaskan genggamannya. Joi melirik kearah Alfred, ia mengumpulkan keberanian dengan mengalihkan pandangannya sesaat lalu berkata.     

"Ya, maafkan aku," ucapnya terdengar tak tulus.     

"Ti--tidak–."     

"Tapi asal kau tahu saja, aku tak menyukai manusia dan satu hal yang perlu kau ketahui, jika kau berharap manusia berhubungan baik dengan ras lainnya, sebaiknya kau buang harapan itu. Meski sampai seribu tahun, bila manusia masih memiliki perasaan untuk menindas makhluk yang tak setara dengan mereka, maka manusia tidak akan pernah memiliki hubungan baik dengan ras mana pun. Lagipula, kalian sering membunuh ras kalian sendiri, kan? Kenapa tidak berdamai dengan diri sendiri saja?" desak Joi, membungkam ketiga manusia di depannya.     

Joi kemudian mendahului mereka dengan lentera cahaya di tangannya menuju kedalam gua. Suasana hening seketika, bagai badai yang telah berlalu. Lukas melepaskan tangannya dengan paksa dari genggaman Alfred, lalu menyilangkan kedua tangan di depan tubuhnya seraya memejamkan mata.     

"Ya, sebaiknya kita cepat sampai ke area tambang. Semakin cepat bekerja, semakin cepat beristirahat," ucap Gu lalu melangkah mendahului mereka semua.     

"Ya kurasa juga begitu," ucap pria berotot lalu kembali mendorong gerobak baja.     

Tanpa berkata apa-apa Lukas pula mengikutinya dibelakang, meninggalkan Alfred dan Edward yang masih terdiam. Alfred tersenyum pahit setelah mendengar ucapan Joi, meski seribu tahun sekalipun manusia tidak akan pernah berhubungan baik dengan ras lain. Bagaikan mimpi seorang anak kecil yang dipatahkan oleh kenyataan, terasa begitu pedih menghadapi kenyataan seperti itu.     

Namun, Edward masih memegang harapan itu "Kurasa tidak perlu selama itu untuk mewujudkannya," ucapan Edward mengangkat wajah Alfred, menatap seorang Iblis yang tengah tersenyum tipis "Bukankah saat ini pun sudah terjadi? Seorang manusia berbicara dengan damai bersama ras lainnya, kan?"     

Mata Alfred membukat sempurna, kemudian tiba-tiba tertawa setelahnya. Tawanya tak tertahankan akibat ucapan Edward yang terdengar bodoh namun masuk akal menurutnya "Hahaha ya, kau benar," ucapnya, kemudian melangkah menyusul yang lainnya.     

\*\*     

Di benteng Drachen, masih sepi tanpa kadet disana, hanya penjaga benteng saja yang mondar-mandir berpatroli di dalam benteng. Masa kerja bakti para kadet membantu senior mereka terpaksa Belial perpanjang karena masalah Ibukota sebelumhya. Meski penjagaan ketat Ibukota telah diturunkan, tetapi kasus penculikan dan perbudakan yang terjadi di Ibukota memaksa para penjaga menambah rute patroli mereka hingga menyusuri tempat-tempat sempit yang jarang dilewati. Mereka pun kini memiliki hak untuk berpatroli ke distrik-distrik Ibukota tanpa izin dari penjaga distrik.     

Membaca semua laporan, lalu membuat ulang jadwal untuk para kadet, Belial sangat sibuk dengan semua tumpukan kertas di mejanya. Ia memukul-mukul bahunya yang tegang karena terus menunduk dan menulis jadwal     

"Aku harap aku bisa beristirahat sebentar ..."     

Harapannya tak terwujud. Tiba-tiba di depannya muncul dua Jenderal Iblis yang memiliki kekuasaan di kota bagian selatan Kekaisaran.     

"Belial!" ucap Astaroth tanpa sopan santunnya sama sekali.     

"Tuan Astaroth, perhatikan cara bicaramu," balas Belial menegurnya.     

"Tidak ada waktu untuk itu, Tuan!" sahut Lilith, tengah berdiri disamping Astaroth.     

Mengkerut kening Belial mendengar mereka berdua panik karena suatu alasan, dengan wajah serius ia bertanya "Kenapa?"     

Lilith langsung menjawab "Kota burung dan kota-kota disekitarnya memberontak!"     

"Apa!?"     

Kota burung, sebuah kota yang berada di tenggara Kekaisaran. Terdapat sebuah gunung yang sangat curam disana, tetapi Kekaisaran membangun sebuah kota disana. Rumah-rumah disana memiliki konsep yang sama seperti sangkar burung buatan, dibuat menempel dengan tebing gunung, cukup tinggi bila di ukur dari daratan. Kota itu dibuat khusus untuk para manusia burung, berbeda dari Ink Owl yang berasal dari makhluk yabg disebut monster pintar, manusia burung memiliki fisik tubuh, wajah, kaki dan tangan seperti manusia, namun mereka memiliki sayap di punggung mereka. Tidak jarang juga disana terdapat ras campuran dengan Iblis dengan ciri fisik tambahan sebuah tanduk di kening mereka.     

Ras itu adalah ras yang sama dimiliki oleh pemimpin penculikan yang sang Kaisar laporkan kepada Ink Owl dan Belial.     

"Kenapa!? Apa yang membuat mereka memberontak? Lalu bagaimana dengan Lucifer?" tanya Belial cukup panik.     

Lucifer, dia adalah salah satu dari 10 jenderal Iblis yang diberi kekuasan untuk mengelola kota burung. Sosoknya yang dikatakan sebagai malaikat jatuh dari surga karena melawan tuhan dan kemudian bergabung dengan Iblis, tentu itu bukan sosoknya, kebetulan hanya memiliki nama yang sama dan kemampuannya untuk penyerangan udara sangatlah mumpuni.     

"Justru dialah yang berkhianat! Saya mendengar dari prajurit pribadi saya yang sedang berlibur ke sana jika Lucifer menghasut orang-orang di kotanya jika sang Kaisar bekerja sama dengan manusia, menjual tambang dengan harga murah kepada manusia dan menjual bangsanya sendiri kepada manusia!" jelas Astaroth dengan gamblang kepada Belial.     

Belial terdiam sebentar karena terkejut dan berpikir "Tidak, paduka tidak mungkin melakukan itu. Aku memang tahu ada kasus perbudakan di Ibukota, tapi paduka sendirilah yang menyelesaikannya!" jelas Belial kepada mereka.     

Tak mengerti apa maksud perkataan Belial, mereka sama sekali tidak mendengar kasus perbudakan di Kekaisaran terlebih perbudakan memang sangat dilarang di Kekaisaran, Lilith pun bertanya "Paduka menyelesaikan masalah perbudakan? Saya tidak pernah mendengar hal itu."     

"Karena paduka sendiri yang merahaisakannya!" jelas Belial dengan tegas "Beberapa hari yang lalu paduka menyamar sebagai prajurit biasa dan dia menemukan para penculik yang meresahkan di Ibukota, aku sendiri pun tahu soal kasus itu. Tapi setelah mereka ditangkap ternyata kasus belum selesai, kalian ingat monster di luar Ibukota? Monster itu ditugaskan untuk membunuh orang-orang yang paduka penjarakan di Istana, orang-orang yang paduka pinta kepada pasukan khususnya."     

"A--apa!? Paduka sampai mengerahkan mereka?" tanya Astaroth tak percaya.     

Pasukan pelayan petarung berada dalam komando langsung sang Kaisar dengan tugas utama melindungi sang Kaisar. Karena itu jarang sekali pasukan itu bergerak kecuali dalam keadaan terdesak dan Kaisar sendiri jarang memerintahkan mereka bergerak untuk menyelesaikan pekerjaan kotor.     

"Ya, paduka marah karena rekan kadetnya menjadi korban penculikan sebelumnya dan beliau memutuskan untuk mengakhiri dengan tangan paduka sendiri. Akhirnya, paduka dan pasukan khusus pergi mengejar orang-orang penculik yang tersisa dan memawanya ke markas budak itu, Nona Scintia sendiri bersksi jika paduka melepaskan menyelamatkan Iblis, Ajin dan Elf yang akan dijual lalu meledakkan markas pemimpin budak itu agar tak bisa digunakan lagi ... Jadi tidak mungkin, paduka melakukan hal seperti itu," Belial terdiam sejenak memberi jeda, sekali lagi ia meyakinkan dirinya dan kedua jenderak Iblis lainnya dengan berkata "Karena aku tahu ... Paduka saat itu, saat tahu rekannya dan senior penjaga Ibukota yang ku tempatkan paduka bersamanya menjadi korban penculikan, paduka sangat marah sampai mengeluarkan skill yang sudah lama tidak dia gunakan. Karena itu aku yakin paduka tidak mungkin melakukan hal seperti itu sampai menjual bangsanya sendiri."     

Astaroth dan Lilith hanya terdiam mendengar semua yang dikatakan Belial yang paling mungkin mendekati kebenarannya. Lilith berkata "Benar, aku mengenal paduka. Tidak mungkin paduka melakukan hal seperti itu,"     

"Aku juga setuju," sahut Astaroth "Ada yang tidak beres berarti, satu hal yang aneh juga rakyat di kota itu percaya dengan ucapan Lucifer," lanjutnya menyadari kejanggalan yang terjadi disana.     

Pusing menghantam kepala Belial dengan berita yang tidak benar, ia menyandarkan tubuhnya sambil memijat kepalanya perlahan "Ras manusia burung berbeda dengan Iblis. Saat jaman Raja Iblis kuno, mereka dikatakan adalah keturunan dari burung yang hidup di neraka, turun ke dunia ini untuk menaklukkan dunia. Tapi pada akhirnya mereka kalah dengan manusia dan Iblis sampai Raja iblis kuno menerima mereka sedangkan manusia memutuskan membunuh mereka semua yang tersisa. Mereka juga pernah memberontak saat perang suci terjadi, tidak berpihak pada Iblis dan Manusia, akhirnya kembali mengalami kekalahan. Sepertinya sekarang juga ... Ya," Belial menghela nafas kasar, lalu menegakkan tubuhnya kembali "Tidak bisa dibiarkan, Astaroth jagalah kota mu, jangan sampai mereka terpengaruh. Lilith, pergilah ke Jenderal Iblis lainnya, peringatkan mereka tentang ini dan jangan termakan ucapan Lucifer. Sementara itu aku akan pergi ke Istana untuk memberitahu paduka dan mengamankan Ibukota. Astaga aku jadi kasihan dengan kadet-kadet di benteng ini," lanjutnya memberikan perintah kepada dua Jenderal Iblis dan memberitahu mereka apa yang akan ia lakukan.     

\*\*     

Waktu berlalu cukup lama, setidaknya itu yang Edward rasakan. Ia tidak tahu sudah jam berapa sekarang, tapi ia tahu jika sudah berjam-jam ia berada di dalam tambang. Terus memukuli bebatuan dan mencari dimana emas atau material lainnya berada.     

"Astaga, ternyata menambang cukup sulit ya," gumam Edward seraya menghancurkan batu yang ada di depannya.     

Alfred terkekeh mendengar ucapan itu "Ya begitulah, tapi kurasa Rock sudah beberapa kali membawa hasil tambang keluar. Jadi sudah terkumpul banyak hari ini," ucap Alfred, membicarakan pria berotot temannya yang bernama Rock, membawa gerobak besi keluar bila sudah penuh adalah tugas keduanya selain menambang.     

Mata Edward membulat, pukulan terakhirnya menghancurkan batuan dan dibalik batuan itu terdapat batuan emas "Oooh! Emas!" pekiknya gembira, sebab sedari tadi ia selaku mendapat perak dan material mentah lainnya "Akhirnya aku mendapatkan mu–."     

Tanah tiba-tiba berguncang sangat kuat, Alfred dan Joi hingga terjatuh dibuatnya. Namun sesaat kemudian getarannya terhenti, berprasangka gempa mereka pun berkumpul di tengah area tambang itu.     

"Jarang sekali ada gempa," ucap Gu seraya menatap langit-langit yang dipenuhi batuan kapur lancip, khawatir jika itu semua jatuh menimpa mereka.     

"Kalau begitu sebaiknya kita keluar dari sini. Getarannya cukup kuat, aku takut jika terjadi sesuatu," sahut Joi     

Semuanya mengangguk, namun sebelum keluar mereka mengumpulkan hasil tambang yang mereka dapat lalu menaruhnya di dalam gerobak. Rock mendorongnya keluar, mereka mempercepat langkah karena takut guncangan tanah terjadi kembali.     

"Jalannya ..."     

Reruntuhan batu mengakhiri langkah mereka, satu-satunya jalan untuk keluar dari tambang itu telah tertutup. Mungkin akibat gempa sebelumnya? begitu pikir Edward, namun Rock mendekat disaat yang lain berdebat perihal peledak. Ia mendekati runtuhan batu, aroma yang begitu melekat dan tak asing lagi di hidungnya bercampur diantara bebatuan itu.     

"Tidak ... Bukan karena gempa, batu ini runtuh karena diledakkan."     

To be continue     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.