Chapter 156 - Penaklukan kota
Chapter 156 - Penaklukan kota
Void langsung membalas seakan ia tahu "Tidak, dia masih bermain-main. Dia hanya sedang mempelajari musuhnya, gerakannya yang terus menghindar membuatnya seolah sedang mengulur waktu."
Astaroth kemudian melompat mundur seakan memberikan jarak antara dia dan juga Leo. Kemudian ia hanya berdiri dengan tombaknya sembari terus menatapi Leo yang tampak sangat marah disertai giginya yang menggertak amat sangat kuat.
Tiba-tiba Astaroth berkata "Begitu ... Benar seperti yang dikatakan Nona Scintia, kekuatan dan kecepatan mu tidak wajar. Walau begitu aku akui jika teknik tombak mu cukup hebat."
"Aku akan membunuhmu! Aku akan membunuh mu! Aku akan membunuhmu!" teriak Leo dengan lantang, meluapkan segala kebencian yang tak bisa lagi ia bendung hingga membuat rupanya menjadi sangat marah dan perlahan kulitnya berubah menjadi warna merah.
"Hmm?"
Astaroth bingung dengan sendirinya, ia bisa merasakan kekuatan yang tumbuh di dalam diri Leo secara tidak wajar, begitu cepat pertumbuhannya hingga membuat Astaroth menajamkan matanya dari balik helm baja miliknya.
Void dan Scintia pula terkejut dengan perubahan kulit Leo, perubahan warna kulit yang sama dan juga penumbuhan otot yang tak stabil hingga membuatnya benar-benar berbeda.
"Paduka ..."
"Ya ... Lelaki itu sudah mengonsumsi obat-obatan dari organisasi gelap itu ... Jadi benar, jika Kerajaan manusia sudah ada yang berkomplotan dengan mereka."
**
Perang memasuki hari kedua, persekutuan Kekaisaran menjadi lebih agresif daripada sebelumnya yang terus bertahan dari serangan pasukan aliansi dengan kendaraan lapis baja mereka yang belum pernah ada di dunia ini.
Void mendapat sedikit informasi tentang lapis baja itu berkat pasukan pelayan petarungnya, meski sangat tebal bajanya hingga membuat gungnir meragu untuk menembus baja itu namun bukan menjadi masalah untuk mereka.
Di perang bagian utara, seluruh kendaraan lapis baja yang menjadi benteng berjalan padukan aliansi dapat dikalahkan dengan jebakan sederhana. Mereka terperosok kedalam parit yang dibuat pasukan Persekutuan Kekaisaran hingga membuat meriam mereka menabrak tanah dan tertancap–ada pula yang menjadi bengkok karena menabrak batuan keras.
Hasilnya, pasukan aliansi terjebak cukup lama di dalam parit ditengah serangan pasukan Kekaisaran. Puluhan prajurit mencoba menarik kendaraan lapis baja mereka, namun disaat melakukan itu, mereka semua disergap dari berbagai arah.
Asap tiba-tiba mengepul di depan gerbang hingga terus menyebar dan meluas sampai menutupi seluruh pandangan mereka. Kapten mereka yang cukup pintar dengan segera menembakkan berbagai serangan panah dan sihir dalam posisi bertahan sedangkan para kesatria menggunakan perisai mereka untuk membuat perlindungan.
Tetapi semua itu sia-sia.
Pasukan Kekaisaran dengan brutal langsung menembakkan gungnir kearah parit hingga membuat pasukan kesatria tak bisa mempertahankan posisi mereka. Mereka yang sedang berada dibelakang kendaraan lapis baja–sedang berupaya menarik agar bisa digunakan kembali, juga dihabisi oleh pasukan persekutuan Kekaisaran dan menjadikan situasi pasukan Aliansi semakin buruk bahkan bisa dikatakan jika mereka tak mungkin lagi selamat.
Akan tetapi setelah asap menghilang dan ribuan pasukan persekutuan Kekaisaran mengepung mereka, pemimpin pasukan disana memberikan satu syarat kepada mereka agar bisa hidup lebih lama lagi.
"Turunkan senjata kalian, lepas zirah kalian dan tundukkan kepala kalian sebagai tanda menyerah, maka kami tidak akan merenggut nyawa kalian."
Sebuah pertukaran yang terdengar tak adil, mereka harus melepaskan kebanggan mereka sebagai prajurit dan dipaksa untuk menyerah. Tetapi sebagai balasannya, mereka tidak akan kehilangan kepala mereka.
Namun, manusia selalu percaya jika Iblis juga sekutunya tidak dapat dipercaya.
"Apa kau pikir aku akan tunduk kepada Iblis hina seperti kalian!"
Pemimpin pasukan aliansi disana berteriak memberikan jawaban yang jelas, lalu teriakan itu juga menjadi teriakannya untuk terakhir kali setelah pemimpin pasukan Kekaisaran memenggal kepalanya dengan sangat rapih.
"Sekali lagi, turunkan senjata dan lepas zirah kalian. Jika kalian menuruti perkataan ku, maka aku tidak akan merenggut nyawa kalian semua, aku berani bersumpah atas nama sang Kaisar."
Kapten mereka telah tiada, tak ada lagi yang bisa memimpin pasukan, mereka telah terkepung dan mustahil untuk berontak. Begitulah akhir dari perang 1 hari 1 malam di utara benua Ziuria yang tepatnya pada perbatasan Negeri Dwarf dan juga Uridonia.
Sementara itu pagi harinya di wilayah Kerajaan Hertia.
Pasukan Kekaisaran melakukan serangan agresif dengan tujuan menguasai satu kota dengan taktik kecil mereka yang memanfaatkan kurangnya pasukan aliansi di kota tersebut karena kalah dalam pertempuran sebelumnya.
Pasukan persekutuan Kekaisaran yang dipimpin oleh Jenderal Astaroth pun bergerak dan melawan, dikala serangan itu juga pasukan penunggang naga telah sekotak besar yang berisikan puluhan prajurit persekutuan Kekaisaran untuk menyerang dari salam.
Prajurit-prajurit Jenderal Astaroth melihat rencana mereka berjalan dengan lancar, kemudian memberikan perlawanan agresif seolah-olah tak ingin membiarkan musuh mereka melarikan diri. Namun disaat yang tepat, ditengah turunnya semangat moral para pasukan aliansi, sang pemimpin pasukan divisi pertama Kerajaan Hertia datang di tengah-tengah pertempuran.
Astaroth yang sedari tadi terdiam juga langsung melesat, mereka bertarung namun Astaroth sama sekali tak memberikan perlawanan. Bukan tak bisa, namun dia memilih untuk menghindar.
Hingga Astaroth memilih melompat menjauhi Leo, menjaga jarak untuk bersiap pertarungan selanjutnya. Namun dalam pertarungan selanjutnya, Leo Malvier telah kehilangan sosoknya dan juga kewarasannya. Warna kulitnya berwarna merah, tubuhnya memunculkan otot secara tiba-tiba dengan tidak wajar.
Tetapi kondisi itu justru membuat sang Jenderal menyeringai dari balik zirahnya.
"Bagus, ini akan menjadi menyenangkan.*
**
"Wah ... Dia kehilangan kesabaran, efeknya langsung bekerja juga. Luar biasa, apa menurutmu Jenderal Iblis itu bisa mengalahkannya?"
Lelaki bersayap itupun mengangkat kedua pundaknya "Entahlah, sudah kubilang kalau Astaroth tidak bisa ditemehkan, bukan? Jadi aku tidak bisa menebak siapa yang menang." dia menjawab dengan entengnya kepada seorang perempuan dengan mantel berbulu disampingnya.
Sorot mata perempuan itu menyipit, ia melirik tajam kearah lelaki bersayap disampingnya.
"Kau tidak sedang melebih-lebihkannya, kan?" tanya perempuan itu curiga.
Lelaki itu tertawa singkat dan cukup keras "Hahaha! Apa kau tidak percaya? Kalau begitu lihat saja. Astaroth sudah menggunakan kuda-kudanya, tandanya dia sudah serius sekarang ..."
**
Leo Malvier dalam wujud berototnya berteriak dengan lantang hingga membuat hati yang mendengarnya tersentak dan langkah kaki mereka pun gemetar, tak hanya para Iblis namin juga pasukan aliansi mendapatkan dampaknya.
Meski demikian tidak dengan Astaroth.
Dirinya langsung berlari seraya membungkukkan tubuhnya, menggenggam erat tombaknya dengan satu tangan kemudian mengayunkannya secara horizontal ketika tepat berada di depan Leo.
Akan tetapi meskipun gerakannya cepat, Leo masih bisa menangkis serangannya dengan tombaknya yang ia tancapkan ke tanah. Tombak mereka terbentur, Astaroth pula tak diam, ia langsung melakukan putaran ke kiri seraya mengayunkan tombaknya. Sekali lagi serangannya di tangkis, Astaroth menusukkan tombaknya ke depan dengan cepat, Leo pula langsung menghindari serangannya dengan menarik tubuhnya kesamping.
Leo membalas serangannya dengan serangan vertikal dari bawah ke atas, tetapi Astaroth yang sudah mengawasi serangan itu dengan santai menghindarinya.
Dua pengguna tombak itu dengan sengit berusaha saling merobek kulit, begitu sengit dan sangat cepat hingga membuat pasukan Aliansi maupun persekutuan Kekaisaran tak ada yang berani ikut campur dengan pertarungan dua pengguna tombak terbaik itu.
'Gerakannya benar-benar berubah, merepotkan. Apa aku harus habisi dia sekarang? Tetapi lawan ku dangat menarik sampai aku ingin sedikit bermain-main lagi dengannya,' batin Astaroth mengeluhkan situasinya dengan keluhan yang konyol 'Tetapi ... Ini adalah perang ... Aku sudah merasakannya pedihnya peperangan ... Aku tidak bisa membiarkan banyak prajuritku tewas disini, ada keluarga yang menunggu mereka,' batinnya lagi sadar bila situasi persekutuan Kekaisaran perlahan akan memburuk bila dia terus berlama-lama melawan Leo.
Meski ada pasukan bantuan, tetapi sebagai pemimpin ia khawatir bila moral prajuritnya semakin turun ketika sadar pertarungan sang Jenderal masih berlangsung..
Sekali lagi tenerbis melompat mundur, menjauh dari sosok yang lebih pantas dibilang monster itu karena wujudnya yang semakin tidak pantas dijukuki seorang manusia.
"Kau benar-benar mengecewakan, padahal aku tertarik bertarung denganmu sebagai sesama pengguna tombak, tetapi sayangnya kau justru memakai cara yang licik untuk meningkatkan kekuatan mu ... Sungguh memalukan."
Astaroth berkata layaknya seorang penasihat, meskipun itu hanyalah bentuk kekecewaannya terhadap sesama pengguna tombak. Ia memperkuat kuda-kudanya seraya memegang tombaknya dengan kedua tangannya, sangat erat dan sangat kuat hingga aura gelap perlahan melalap dirinya.
"Kau sungguh membuat malu pengguna tombak. Kalau begitu akan ku tunjukkan sedikit kemampuan ku, semoga kau menyesali keputusanmu! Haaaaaa!"
"Graaaaaaa!"
Mereka berdua saling menerjang, melesat dengan cepat. Mereka mengarahkan tombak mereka ke depan, menghunuskan tombak itu hingga kedua ujungnya berbenturan dan menciptakan luapan energi yang begitu kuat.
Hingga akhirnya tombak kerucut yang menjadi ujung tombak pasukan aliansi di tanah Hertia hancur. Ujung tombak itu retak dan keretakannya menjalar hingga akhirnya perlahan kerucut pada tombak itu melepaskan kepingan-kepingan bajanya.
Tak sampai disitu, Astaroth langsung menyerangnya bertubi-tubi seraya menunjukkan beragam teknik tombak yang tak pernah Leo lihat. Segala serangan melukai tubuhnya, menyobek otot-ototnya hingga membuatnya tak bisa lagi bergerak. Mendapatkan serangan bertubi-tubi tanpa henti, Leo hanya tersenyum tipis.
"Luar ... Biasa ..."
Dia melirih begitu pelan sebelum akhirnya hunusan terakhir membuatnya terpental cukup jauh hingga menabrak pintu gerbang kota dan menghancurkannya.
Astaroth kembali berdiri tegak besama dengan tombak yang ia genggam dengan erat mengarah ke langit "Aku harap kau mempelajarinya di alam sana ..." Meski mereka adalah musuh, tetapi Astaroth adalah tetap seorang kesatria dan ia akan sangat menghargai lawannya terlebih jika lawannya adalah pengguna tombak yang sama seperti dirinya.
Astaroth menghela napas, kemudian ia mengangkat tinggi tombaknya "Kemenangan untuk kita!"
"Yaaaaaaaaaaaa!"
Teriakan menggelora keluar dari mulut persekutuan Kekaisaran, membakar semangat mereka dikala tahu jika pemimpin mereka memenangkan pertarungan. Seluruh pasukan manusia yang tersisa hanya gemetar, mereka serentak langsung mundur sembari menahan segala serangan dari Kekaisaran. Namun dikala mereka mundur, pasukan zirah hitam Kekaisaran yang seharusnya hanya berada di sekitar Ini bukota tengah mengibarkan bendera Kekaisaran dan menancapkan bendera-bendera Kekaisaran juga 2 Negeri sekutunya diatas dinding kota mereka sebagai tanda jika kota tersebut telah diambil alih oleh pasukan persekutuan Kekaisaran.
Seluruh semangat moral pasukan aliansi berada di titik terendah, pasukan suci juga sudah sangat sedikit. Mereka sangat kelelahan, lutut mereka lemas hingga membuat sebagian dari mereka berlutut tak percaya jika kota di wilayah Hertia telah jatuh ke tangan Kekaisaran dan sekutunya.
Void bersama dengan penguasa lainnya hanya tersenyum kagum melihat betapa cantiknya strategi yang diberikan oleh Tenerbis untuk merebut kota dan disaat yang sama juga Void ingin memuji Astaroth atas keberhasilannya.
**
"Lihat, kan?"
Bell menggeram jengkel mendengar pertanyaan Lucifer yang seakan mengejeknya.
"Kekaisaran tidak mudah kita kalahkan, harusnya kau akui saja. Bukankah sebelumnya juga kau hampir terpanggang?"
Dia semakin jengkel karena mulut manusia burung itu mengungkit kenangan yang hampir membuatnya tewas.
"Baiklah! Aku akui, apa kau puas? Sekarang ayo kembali, lagipula kita hanya mengawas!"
"Eeeh? Kau yang melapor ya?"
"Iya! Berisik!"
Mereka yang menjadi pengamat diatas langit langsung menghilang–menggunakan teleportasi, berpindah ke suatu tempat yang begitu jauh dari jangkauan semua orang.
**
Kabar kemenangan Kekaisaran menjadi sebuah Buku Berita edisi khusus yang membuat seluruh rakyat Iblis, Dwarf dan juga Elf bersuka cita akan keberhasilan persekutuan mereka yang menaklukkan satu kota dalam waktu dua hari setelah mulainya peperangan.
Tak hanya disitu saja, kabar kekalahan Aliansi juga tersebar ke seluruh penjuru benua hingga menjadi kekalahan yang memalukan bagi Aliansi. Lalu disaat yang sama juga, kekalahan itu menjadi teror menakutkan bagi seluruh umat manusia yang khawatir bila Kekaisaran akan mengambil tempat tinggal mereka.
Kerajaan bagian timur yang tak tergabung dengan aliansi dan juga Kerajaan Abyc yang masih netral juga ikut merasakan ketakutan karena serangan Kekaisaran.
"Hanya butuh waktu 2 hari mereka sudah bisa menaklukkan satu kota, luar biasa sekali persekutuan mereka. Kudengar jika Leo Malvier kembali ke medan perang setelah menjalani operasi untuk memulihkan tangannya, tapi sekarang dia tewas, bagaimana menurutmu, Jenderal Helsper?"
Jenderal Helsper terdiam untuk sesaat mendengarkan ucapan sang Ratu yang membaca kabar yang di dapat dari guild petualang–meskipun guild petualang dilarang ikut campur dalam urusan pertempuran atau pertarungan antar negara, tetapi mereka sebagai kelompok individu memiliki hak untuk menjual informasi yang sudah mereka cetak diatas kertas dan semua informasi itu dijamin keberadaannya di seluruh Guild petualang.
"Saya tidak tahu harus berkata apa, tetapi sebagai sesama kesatria saya hanya bisa turut berduka meskipun saya pernah menghilangkan pergelangan tangannya ... Walau begitu dia beruntung bisa berhadapan dengan salah satu Jenderal Iblis dan terbunuh di tangan Jenderal itu."
"Apa dibunuh oleh mereka adalah suatu kebanggaan?"
Terkekeh Helsper mendengarnya "Bukan begitu, Ratu ku. Hanya saja, kami para kesatria, lebih merasa terhormat apabila harus mati di tangan kesatria yang jauh kebih kuat daripada kami," ujarnya seraya tersenyum tipis.
Ratu Ausele hanya menjawab "Begitu, ya," kemudian ia terdiam kembali cukup lama, lalu melihat laporan yang baru dibawakan oleh Jenderal Helsper. Ia menyipitkan matanya untuk sesaat menatapi laporan itu, laporan akan desakan untuk Kerajaan Abyc dari Kerajan Hertia, Meridonialis dan juga Nord untuk membuka perbatasan mereka.
Kerajaannya adalah satu-satunya yang berbatasan dengan Negeri Elf dan 3 Kerajaan yang tergabung dalam aliansi persatuan benua Ziuria. Dalam situasi ini sangatlah sulit untuk dirinya menggenggam kata-kata yang belum lama ia ucapkan dengan lantang kepada penduduknya yaitu untuk tetap netral dan tidak terikat dengan organisasi manapun.
"Jenderal, aku sebagai penguasa tanah ini sangat mencintai tanah ini. Aku tidak ingin kita terus dimanfaatkan oleh orang-orang luar yang sama sekali tidak menghargai kita, diriku ingin berdiri berdampingan dengan orang-orang yang bisa kita percaya ... Meskipun mereka bukan berasal dari ras yang sama, apakah itu salah?"
Sang Ratu berbicara dalam kegelisahannya, ia seolah merasa sendirian dan tak bisa memutuskan apa yang terbaik untuk Kerajannya.
Sang Jenderal terdiam untuk sesaat, dirinya menoleh dengan mulut sedikit ternganga karena terkejut dengan apa yang ia katakan. Namun ia menoleh sepenuhnya kepada sang Ratu setelah ia memandangi jendela luar, memasang wajah serius kemudian berbucara:
"Ratu ku, saya juga mencintai tanah ini, saya akan melindungi tanah ini tak peduli siapapun yang akan memusuhi kita, karena itu saya tidak begitu memikirkan siapa yang akan menjadi rekan kita. Saya akan selalu mendukung segala keputusan anda dan tidak akan pernah berpaling lagi hingga dari keluarga kerajaan, tetapi sebelum itu tolong pikirkanlah baik-baik apakah keinginan anda adalah yang terbaik untuk Kerajaan kita?"
Ausele tidak tahu, ia sama sekali tidak tahu apakah keputusannya akan menjadi yang terbaik. Dikala petinggi ya terus meredam emosi penduduk yang masih berusaha menuntut keluarga kerajaan mengibarkan bendera perang, Jenderalnya berusaha mati-matian mempertahankan perbatasan, dirinya juga diberikan pilihan yang dimana di kepalanya hanya ada dua pilihan.
"Berdamai ... Atau berperang?"
Di Istana Kerajaan Hertia, Jendera Andares tengah berlutut dihadapan sang Raja, melaporkan akan segala kekalahan pasukan aliansi yang mengakibatkan satu kota mereka berada dalam genggaman Kekaisaran.
" ... Begitulah yang terjadi, paduka."
Namun sang Raja masih duduk dengan santainya, ekspresinya sama sekali tak terkejut namun ia juga tampak tak senang seraya menopang wajah diatas kepalan tangannya.
"Sudah kuduga dengan pasukan seperti itu tidak akan mengalahkan pasukan Kekaisaran, mereka terlalu meremehkan Kekaisaran," ujar sang Raja menyalahkan aliansinya "Tetapi kita juga tidak bisa tergesa-gesa, Jenderal. Kau juga sudah sadar jika Kekaisaran dan sekutu-sekutunya memiliki pertahanan yang sangat kuat, bukan?"
"Benar, paduka. Senjata sihir yang dimiliki Kekaisaran yang mereka namakan Gungnir memiliki kekuatan penghancur yang dahsyat, tetapi tampaknya mereka tidak bisa menghancurkan kendaraan lapis baja milik Kerajaan Gremain."
"Ya, itu adalah kabar baiknya. Jika saja Gremain itu tidak ragu dalam mengirimkan pasukan, mungkin saja hasilnya akan berbeda. Ya untuk saat ini kita harus mengatur strategi dan aku juga akan menemui penguasa lainnya sesegera mungkin, untuk saat ini kau siagakanlah pasukan dan jangan sampai pasukan Kekaisaran mengambil kota kita lagi."
"Baik!"
Suaranya begitu tenang, kepalanya sangat dingin meski mendengar kabar bila kotanya sudah direnggut. Sang Jenderal mengagumi sisi ketenangannya yang sangat luar biasa hingga mampu membuat orang-orang disekitarnya juga merasakan ketenangannya, seolah Kekaisaran bukanlah masalah besar untuk mereka.
Dia kemudian berdiri kembali dan menundukkan kepalanya–memberikan penghormatan kepada sang Raja sebelum dirinya kembali untuk melaksanakan titah sang Raja.
Selepas kakinya melangkah keluar dari ruangan itu, Andares barulah menghela napas lelah. Kekalahan pasukan aliansi juga termasuk kekalahan pasukannya, itulah yang membuat Jenderal dari Kerajaan Hertia itu merasa sedikit gelisah.
"Jenderal!"
Seseorang menyerukan pangkatnya, langkahnya langsung terhenti kemudian ia menoleh kepada seorang pria yang mengenakan zirah merah khas Kerajaan Hertia
Seorang prajurit muda berambut merah datang menghampirinya disertai senyuman penuh semangat, begitu bersinar hingga menyilaukan mata Andares.
"Kau ... Morth? Apa yang kau lakukan disini? Bukankah kau seharusnya berada di kota Louvre?" tanya Andares kepadanya.
Kesatria Morth, seorang pemimpin pasukan Kerajaan Hertia divisi 26. Pasukan kavaleri yang bertugas sebagai bala bantuan dan juga pengantar pesan, singkatnya dia bukanlah pasukan utama Kerajaan Hertia, meski demikian dia adalah kerabat jauh sang Jenderal.
"Ya, saya kembali hanya untuk mengambil persediaan. Mau bagaimana juga Kota Trouth sudah diambil alih Kekaisaran Iblis, sulit bagi kami untuk mengambil persediaan dari kota terdekat lagi, jadi kami hanya bisa mengambil persediaan di Ibukota."
Kota Louvre berada di bagian selatan Kerajaan Hertia, tepatnya mereka berada begitu dekat dengan perbatasan Kerajaan Abyc. Sebagai kota paling dekat, Kota Louvre mengrimkan berbagai persediaan kepada kota Trouth, namun kekalahan Kota Trouth justru memberikan dampak buruk dan membuat Kota Louvre harus bergegas mengambil persediaan karena khawatir akan serangan Kekaisaran.
"Setelah Kota Trouth kalah, kami pun langsung bersiaga penuh, pasukan yang bersiap di perbatasan Kerajaan Abyc untuk menuntut penyebrangan pun nanti akan ditarik kembali untuk melakukan pertahanan," tutur Morth menjelaskan sedikit situasi kota Louvre saat ini.
Sang Jenderal bertanya "Hmm ... Siapa yang memberi perintah untuk menarik pasukan disana?"
Morth langsung menjawab "Nona Roxwell."
"Oh, dia pemimpin pasukan divisi kelima, ya? Begitu, ya."
Pasukan divisi 1 sampai 15 adalah pasukan utama Kerajaan Hertia, mereka memiliki jumlah pasukan yang jauh lebih banyak dibandingkan pasukan lainnya dan memiliki unit yang lebih lengkap untuk bertahan maupun menyerang.
Andares termenung sesaat memikirkan hal itu seraya memegangi dagunya, ekspresinya tampak sangat rumit seakan tengah memikirkan sesuatu yang sulit.
"Jenderal, ada apa?"
Sang Jenderal menggelengkan kepalanya singkat, kemudian menjawab "Tidak, aku hanya khawatir jika Roxwell akan gelisah karena kekalahan divisi pertama di Kota Trouth bersama pasukan aliansi. Mau bagaimana juga kekalahan Leo Malvier pastinya akan memberikan dampak buruk untuk pasukan kita."
Leo Malvier adalah tokoh penting dalam jajaran militer, keberadaannya menjadi penyemangat moral bagi pasukan maupun penduduknya. Kebeadaanya tampak jauh lebih penting dibandingkan Andares sendiri, karena itu setelah kekalahannya di Abyc membuat penduduk sedikit kehilangan kepercayaan dan prajurit juga kehilangan semangatnya, namun kemunculannya lagi dengan tangan utuh yang entah bagaimana caranya itu membuat prajurit kembali bersemangat. Tetapi kali ini dia benar-benar kalah dan dinyatakan gugur dalam medan perang.
Morth kemudian menjawab ucapannya "Tidak, saya pikir tidak begitu. Kapten Roxwell berkata jika dia sama sekali tidak memikirkannya, justru dia menganggap jika Tuan Leo adalah orang bodoh yang terlalu angkuh karena meremehkan lawannya."
Ucapan yang begitu dalam dilemparkan oleh gadis yang memimpin pasukan divisi kelima, bahkan sang Jenderal pun tak bisa membalasnya karena ia juga berpikiran demikian.
"Pasukan aliansi juga sudah datang dan persenjataan dari Gremain juga pasukan dari Holy Civitas juga sudah bersiap untuk bertahan. Jadi kami sedikit percaya jika bisa bertahan."
Lelaki itu berkata seolah ingin menenangkannya, tetapi sang Jenderal melihat betapa gelisahnya ekspresi pemuda yang merupakan keponakannya itu.
"Eh!? Tu--. Jenderal!"
Rambut Morth diacak-acak hingga tak karuan
to be continue