Chapter 103 - Gadis misterius (Bagian 2)
Chapter 103 - Gadis misterius (Bagian 2)
Lelaki itu juga pernah bagian dari mereka. Tidak ada yang spesial dari sosoknya, dia tidak memiliki kemampuan spesial ataupun memiliki kekuatan yang besar seperti sang Jenderal. Dia hanyalah seorang prajurit biasa yang tidak memiliki peran istimewa.
Hingga suatu hari, dirinya diberi tugas oleh sang Jenderal untuk mengawal putri kerajaan yang akan melakukan kunjungan, Jenderal itu juga ikut bersama dirinya. Tugas yang begitu besar ia emban hari itu.
Memakai zirah lengkap–zirah yang hampir menutupi seluruh tubuhnya, mulai dari helm besi hingga sepatu besi yang melindungi seluruh kakinya. Bersama dengan prajurit lain, mereka berbaris dengan menunggangi kuda mereka sepanjang jalan di halaman Istana. Bagai dewi fortuna memihaknya, lelaki itu beruntung berjaga di belakang hingga bisa melihat wajah sang putri yang begitu manis dan cantik.
Seorang prajurit disampingnya berbisik mengagumi kecantikan sang putri.
"Cantik sekali. Walau umurnya masih muda tetapi dia punya keberanian untuk mengunjungi wilayah lain seorang diri."
"Kalau tidak salah usianya baru 15, kan?" sahut prajurit lain bertanya.
"Begitulah," jawab prajurit itu lagi singkat.
Betapa terkejutnya lelaki itu mendengar usia sang putri yang tak begitu jauh dengan usianya. Matanya terus tertuju dan terpana melihat sang Putri yang tersenyum dengan indah, begitu anggun langkahnya menuju kereta kuda. Hingga tanpa sadar sang putri tiba-tiba berada tepat di depannya.
"Selamatkan aku."
**
"Putri!"
"Waa!"
Mata Loyd terbuka lebar dengan raut wajah ketakutan, tanpa sadar ia berteriak cukup keras hingga membuat seorang Iblis yang berada tepat di dekatnya ikut berteriak sebab terkejut. Mata mereka berdua kemudian bertemu, terdiam cukup lama dan saling memandangi dengan tatapan keheranan.
Kerutan seketika muncul di kening Loyd, begitu melihat Iblis berambut perak yang sudah tak asing lagi di matanya. Tangan Iblis itu menyentuh perutnya, cahaya hijau bersinar diantara telapak tangan dan perutnya.
"Edward? Kenapa Anda disini?" tanya Loyd yang sudah sadar sepenuhnya.
Iris mata Iblis itu melirik kesana kemari seakan kebingungan dan mencari-cari alasan "Ah ... Ya, kebetulan?" lalu dia mengeluarkan alasan paling bodoh sembari tersenyum lebar yang tampak sama bodohnya.
Kerutan di keningnya semakin bertambah karena ucapan itu, ia bahkan tak tahu bagaimana harus membalas ucapannya. Ia memaksakan diri untuk duduk, namun perutnya amat terasa sakit
"Jangan bangun dulu. Kau baru saja tertusuk pisau, jadi jangan paksakan dirimu," ucap Edward kepadanya dengan mata yang terus terpaku pada penyembuhan di perutnya.
Luka tusuk yang di alami Loyd memberikan luka yang sangat dalam. Ia mengingat rasa sakit itu, begitu menyakitkan ditambah kegagalannya menyadari jika orang yang dimaksud oleh Edward adalah salah satu petinggi kerajaan.
"Maaf," ucapnya kemudian menutupi mata dengan lengannya.
Edward hanya terdiam mendengar sepatah kata ya g ia tahu untuk apa ia mengatakan hal seperti itu.
"Padahal kau sudah memperingatkan ku, tapi aku benar-benar tidak sadar. Aku sudah gagal–."
"Jangan berkata hal bodoh," Edward memotong ucapannya, lalu menghentikan sihir penyembuhannya "Jika putri mendengar mu berkata seperti itu, aku berani bertaruh jika dia akan sangat kecewa padamu."
Lengan yang menutupi matanya Loyd singkirkan, menunjukkan raut wajah keheranan mendengar seorang Iblis berkata seolah-olah tahu hubungannya dengan sang putri.
"Dengar, Loyd. Kegagalan bukanlah akhir dari segalanya, kau boleh beristirahat dan menyesali kegagalan mu, tapi jangan pernah terpuruk karenanya. Jadikan itu pelajaran untukmu dan dengan begitu kau bisa menjadi jauh lebih kuat untuk melindungi siapapun, jadi jangan pernah beranggapan kalau semua sudah berakhir jika kau belum benar-benar mengerahkan segenap kemampuan mu!"
Kata-kata itu seakan menampar wajah Loyd dengan keras, amarahnya meluap seketika namun bukan karena kata-kata itu tetapi kepada dirinya sendiri yang menyerah dengan mudahnya. Loyd pun memaksakan diri untuk berdiri, seluruh kondisi tubuhnya sudah kembali pulih bahkan jauh lebih baik dibandingkan daripada sebelumnya.
"Kau benar, tapi sekarang aku harus bagaimana? Hugo ternyata pengkhianat, sekarang aku tidak tahu tujuannya apa. Terlebih sekarang pasukan 3 Kerajaan akan segera datang kesini!" kata Loyd, raut wajah bingung dan amarahnya tercampur dengan sangat jelas.
Sebelah pundaknya digenggam dengan erat oleh Edward, iris mata merah lelaki itu menatap serius ke arah wajahnya "Loyd, tenangkan dirimu dan ingatlah kembali apa yang pengkhianat itu katakan kepadamu," ucap Edward.
Termenung Loyd sesaat, ia menghembuskan napasnya perlahan lalu memejamkan matanya. Kala melakukan itu, satu persatu suara Hugo yang ia dengar sebelum ia kehilangan kesadaran terlintas di kepalanya. Segala perkataan, pujian lalu pengkhianatan yang lelaki tua itu lakukan kepadanya dan juga Kerajaannya.
Jika tujuan mereka berhasil, maka pangeran tak bisa naik takhta.
Mata Loyd terbelalak begitu memahami maksud tujuan dari kata-kata yang Hugo katakan itu.
"Dia akan membunuh petinggi lainnya!" ucap Loyd tiba-tiba.
"Kenapa kau berpikiran begitu?" tanya Void seakan ingin meyakinkan kesimpulan Loyd
"Para petinggi lainnya sedang mengumpulkan bukti untuk menolak sang pangeran naik takhta, mereka berniat meminta dukungan dari Kerajaan lain dengan bukti-bukti itu! Jika bukti atau para petinggi sudah tidak ada, maka pangeran akan naik takhta dengan mudah!" tutur Loyd dengan jelas.
Tersenyum tipis Edward mendengar jawaban manusia itu yang sangat yakin "Baiklah," ucapnya sembari mengangguk pelan "Kalau begitu kau urus lelaki itu, kau pasti sudah tahu apa yang harus dilakukan, benar?" tanya Edward lagi memastikan.
"Ya! Tapi, bagaimana denganmu?" jawab sekaligus tanya balik Loyd keheranan, tak mengerti dirinya kenapa Edward masih berada di kotanya.
Edward menyeringai lalu membelakangi Loyd dan berjalan menuju jendela. Terangnya sinar bulan menyoroti Edward, memberikan sedikit kesan misterius pada Iblis itu.
"Aku akan melakukan apa yang harus kulakukan. Jadi pergilah dan hentikan orang itu, Loyd. Seharusnya dia belum bertemu petinggi kerajaan yang lain, karena dia belum lama pergi setelah kau pingsan. Jadi cepatlah, semuanya ada di tanganmu!"
Terasa aneh Loyd mendengar ucapan itu, rasa percaya yang begitu tinggi dan seringai yang sekilas tampak di wajah Iblis itu membuatnya semakin terdorong untuk menghentikan lelaki itu. Loyd meraih pedangnya di lantai kemudian berlari keluar tanpa berkata-kata, mengejar sekaligus mencari keberadaan pengkhianat Kerajaan itu.
"Jadi dia sudah pergi, paduka bagaimana?" tanya Uksia yang tiba-tiba muncul di ruangan itu.
Namun seolah tak terkejut, Edward menjawab dengan santainya "Ya biarkan saja dia yang mengurusnya, lagipula sebentar lagi dia datang. Sekarang kita kembali saja, aku yakin Ink Owl sedang menunggu."
"Baik," balas Uksia, lalu dalam sekejap mereka pun menghilang dari tempat itu.
Loyd terus berlari menuruni tangga, tiba-tiba ia merasa geli dihatinya yang begitu menggelitik hingga ia tertawa di tengah perjalanan.
"Astaga, tidak ku sangka seorang Iblis menyelamatkan ku dan mempercayakan semuanya padaku, aku jadi berhutang kepadanya," ucap Loyd dengan senyuman tipis di wajahnya.
Dirinya terus berlari hingga ia pun sampai di lorong dimana ruang pertemuan berada disana. Dirinya terus berlari dan berlari hingga ia langsung mendobrak pintu ruangan pertemuan. Semuanya ada disana, para petinggi berdiri menjauh dari seseorang yang tengah berdiri di dekat pintu dengan sebelah tangan terangkat yang mengeluarkan bola api besar yang bisa meledakkan seluruh ruangan dalam sekejap.
"Hentikan!"
Loyd menarik pedangnya kemudian menusuk lelaki itu dari belakang, namun usahannya dihentikan. Seakan sudah tahu, Hugo langsung menahan kepala Loyd dengan satu tangan lalu mendorongnya dengan sangat keras hingga dirinya terpental keluar ruangan.
"Gaaaah!"
Hugo menatapnya keheranan, ia memilih menghilangkan bola apinya dan berjalan mendekati Loyd. Kala mata Loyd terbuka, ia melihat mata Hugo bersinar kehijauan bagaikan zamrud, raut wajahnya tampak keheranan sembari terus menatap ke arah petinggi muda itu.
"Bagaimana bisa kau masih hidup?" tanya Hugo keheranan.
Meraih pedangnya lagi, Loyd berdiri dan memasang kuda kuda sembari menggertakkan gigi dengan kuat.
"Hentikan semua ini, Tuan Hugo! Semuanya sudah berakhir, pangeran tidak memiliki kesempatan untuk duduk di takhta kerajaan! Kau akan dihukum mati karena pengkhianatan!"
Perkataan yang dilontarkan Loyd sama sekali tak membuatnya gentar. Sebaliknya, seringai dan tawa lepas Hugo tunjukkan di depannya.
"Jangan bercanda, Loyd. Kalianlah yang melakukan pemberontakan, kalian yang mengusir keluarga kerajaan dengan paksa, jadi kalianlah yang akan dihukum mati," balasnya dengan seringai yang begitu angkuh.
"Jangan bercanda? Kau yang jangan bercanda, Hugo!" Loyd menerjang sembari melayangkan pedangnya, namun dengan mudah Hugo tangkis dengan belati yang ia simpan di lengan lainnya "Kami tidak pernah mengusir keluarga kerajaan, kami menghormati Raja! Kami mengabdi kepada Raja! Kami juga menyanjung putri! Kami mencintainya! Tapi tidak dengan sang pangeran!"
Ia melompat mundur hingga jarak tercipta diantara mereka, kuda kuda Loyd masih belum hancur justru ia semakin menguatkan kuda kudanya hingga tampak tak memiliki celah sama sekali.
"Pangeran terus membuat masalah untuk kerajaan! Bahkan kau pun tahu sendiri seberapa ruginya kerajaan karena ulah pangeran itu!"
Dirinya menerjang dan mengayunkan pedangnya dengan sangat kuat. Namun Hugo memantulkan semua serangan Loyd dengan mudah menggunakan belati itu. Dirinya terus mengayunkan pedangnya dan terus mengoceh meluapkan semua emosinya.
"Bahkan dia terlibat dalam perdagangan ilegal! Dia berbuat semena-mena kepada penduduknya! Lalu dia juga yang membunuh Raja! Aku tidak bisa membiarkan orang itu naik takhta kerajaan ini!"
"Diam!"
Perutnya terhantam sangat keras dengan kaki Hugo hingga terpelanting dan menabrak dinding hingga membuat retakan. Hentakan keras membuatnya tak bergerak cukup lama, rasa sakit seketika menjalar ke seluruh tubuhnya dan pedangnya pun terlepas dari tangannya ketika Hugo menendangnya.
"Berhentilah bicara, Loyd. Sejujurnya aku benar-benar muak mendengar semua ucapan mu selama ini seakan-akan kebenaran hanya milikmu saja," balas Hugo seraya menatap rendah petinggi muda itu, ia pun meraih pedang Loyd lalu berjalan perlahan mendekatinya "Sejujurnya aku tidak peduli dengan kerajaan ini, Loyd. Tujuan ku hanya membiarkan pangeran menjadi penguasa di negeri ini, maka dengan begitu semua rencana kami bisa berjalan dan kami tidak akan gagal lagi!"
Ucapannya membuat Loyd terkekeh "Begitu ... Aku mengerti ...," dia berbicara seraya berusaha bangkit meski hanya wajahnya yang berhasil ia tunjukkan dengan seringai meremehkannya "Sejak awal kau sudah berkhianat ... Kan? Siapa ... Yang menyuruhmu?"
Lelaki tua itu tercengang mendengar tebakannya, lalu tawa menggelegar hingga bergema ke seluruh ruangan "Hahahahahaha! Astaga! Aku mengerti sekarang kenapa putri sialan itu membuatmu menjadi petinggi Kerajaan ini! Kau benar-benar cerdas, Loyd!" ucapan disertai tawa membuatnya tampak seperti orang yang benar-benar berbeda, dirinya terus mendekati Loyd sembari berbicara "Baiklah, sebagai hadiah karena kepintaran mu akan kuberitahu. Benar sekali, seseorang memberikan ku perintah untuk membuat Pangeran Raudels menjadi Raja di Negeri ini. Dengan begitu kami bisa mengendalikan negeri ini sesuka kami dan melanjutkan rencana kami berikutnya."
Sedikit demi sedikit dirinya bangkit, meski kedua tangannya tak bisa banyak bergerak. Kakinya yang gemetar tak sanggup menopang tubuhnya, hingga dinding retak itu menjadi sandaran Loyd "Apakah pangeran juga bagian dari kalian?" tanya Loyd lagi.
Hugo langsung menjawab dengan seringai licik yang merekat di wajahnya "Menurutmu?" tanya balik Hugo dengan suara yang mengejek.
Gertakan gigi Loyd semakin menguat kala rasa amarahnya meluap mendengar pertanyaan itu. Pedangnya juga telah direbut oleh Hugo, tak ada lagi yang bisa ia perbuat ketika Hugo mengangkat pedang tepat di depan wajahnya.
"Baiklah, ini akhir dari perpisahan kita. Senang mengenal anda, Tuan Loyd."
Pedang terangkat setinggi mungkin, tubuhnya kaku tak bisa bergerak lagi, dirinya hanya bisa memejamkan mata bersama dengan sedikit penyesalan dalam dirinya.
'Maaf, Edward ... maaf, tuan putri.'
"Jangan menyerah, Loyd!"
Suara melengking bagai lonceng gereja membuka matanya lebar-lebar. Seorang gadis berambut pirang sangat pendek di depannya menggunakan sihir pelindung menahan serangan Hugo.
"Berdirilah! Aku tahu kau jauh lebih kuat dibandingkan ini! Loyd!"
Suara yang tidak asing ditelinganya, suara yang selalu ia cari, suara yang sangat ia rindukan. Meski sosok di depannya sangatlah berbeda, tetapi suara itu membuatnya tak mungkin salah menerka siapa gadis itu sebenarnya.
"Putri ..."
"Guh!"
Hugo melompat mundur dan memberikan jarak yang begitu lebar diantara mereka. Sosok yang tak terduga muncul dihadapan mereka berdua, raut wajah Hugo tampak bingung sekaligus kesal dan tak percaya dengan sosok di depannya. Meski rambutnya amat berbeda, tetapi suara dan sorot mata yang tajam itu menjadi ciri khas dari sosok gadis yang seharusnya sedang bersama sang pangeran.
"Tidak mungkin! Bagaimana mungkin kau ada disini? Bukankah kau seharusnya bersama pangeran? Tidak ... Bagaimana mungkin ini terjadi!?"
Hugo bertanya-tanya dengan emosi yang meluap, dirinya berteriak keheranan bagaikan orang tak waras. Loyd juga sama herannya, dirinya melihat sosok yang begitu berbeda tetapi suara dan wajah itu membuatnya tak mungkin salah menduga.
"Putri ... Bagaimana bisa anda disini?"
Gadis itu menoleh kebelakang dengan seringai manis ia tunjukkan "Lama tidak bertemu, Loyd. Aku akan menjelaskan semuanya, tapi kita harus menghentikan pengkhianat itu."
Senyuman yang sama yang pertama kali ia lihat di wajah putri Ausele, senyuman yang begitu menghangatkan hatinya hingga membuatnya mampu kembali berdiri.
"Baik, Tuan Putri," jawab Loyd penuh keyakinan.
Rasa sakit tubuhnya, gemetar di kakinya dan tangannya yang sulit untuk ia gerakkan. Loyd seakan melupakan itu semua hingga ia berusaha untuk tegar dan berdiri tegap disamping putri Ausele. Sang putri mengambul belati yang menggantung di belakangnya lalu memberikannya pada pria itu tanpa memalingkan wajahnya sama sekali dari Hugo.
"Pakailah ini," ucapnya, suaranya sama tapi Loyd merasakan sesuatu yang sangat berbeda daripada biasanya.
"Tuan putri, anda terdengar jauh lebih kuat," ucap Loyd dengan sangat polos.
"Loyd, ini bukan saatnya untuk membahas hal itu," balas sang Putri dengan suara yang lembut.
"Ah maaf."
"Tidak mungkin!"
Hugo berteriak seakan terus menolak kenyataan yang ia lihat di depan matanya.
"Bagaimana mungkin kau bisa ada disini? Bukankah kau berada bersama Kakak mu yang bodoh itu!?" tanya Hugo sangat marah.
Sang putri langsung membalas dengan suara ketus "Hmph! Hanya memakai sedikit trik untuk mengelabui kalian. Sekarang menyerahlah, kalian tidak memiliki kesempatan lagi."
Bukannya gentar mendengar peringatan dari sang putri, tetapi Hugo justru terkekeh mendengar ucapan itu "Kuahahahahaha! Menyerah? Justru ini adalah kesempatan yang bagus untuk benar-benar membunuhmu! Dasar gadis bodoh! Bukannya terus bersembunyi tetapi malah menghampiri kematian mu, GAH!"
Hentakan keras menghantam mereka Loyd kembali berlutut ketika tubuhnya tak bisa menahan kuda kudanya, tapi tidak dengan sang putri yang masih berdiri menatap waspada kepada sosok Hugo yang benar-benar tampak berbeda. Seluruh wajah dan tubuhnya berwarna merah, kedua bola matanya menjadi putih tanpa iris mata sama sekali, aura hijau misterius juga menyelimuti seluruh tubuh Hugo dalam sekejap saat Loyd dan Ausele terhentak karena kekuatan itu.
Dirinya berteriak bersamaan dengan kekuatan yang terus meningkat secara signifikan, hingga kekuatannya jauh melebihi monster.
"Ini bahaya," ucap Ausele yang bisa melihat kekuatan Hugo yang sekarang.
"Gwaahahaha! Kalian akan mati! Dan dunia sekali lagi akan mengalami kehancuran! Kami tidak akan gagal lagi seperti saat di Uridonia dan Kekaisaran! Kami akan menguasai dunia ini!"
Ucapan yang begitu berambisi menggetarkan kedua manusia itu. Namun seakan tak menyerah, Ausele merapalkan sihir pelindung yang amat tipis dan mustahil menahan serangan itu.
"Aku ... Tidak akan membiarkan, semuanya hancur!"
Namun dalam sekejap sihir pelindung itu membesar dan jauh lebih tebal dari semuanya. Mata Loyd terbelalak tak percaya melihat kekuatan sang putri yang sangat meningkat pesat. Dirinya terpengaruh, Loyd berusaha bangkit kembali bersama dengan belati pemberian sang putri.
"Jangan remehkan aku!"
Hugo menebas pelindung itu tetapi pedangnya hancur dalam sekejap karena, namun seakan tak menyerah ia pun menggantinya dengan pukulannya yang jauh lebih kuat dibandingkan serangan pedangnya. Perisai itu bergetar kuat, Ausele menahan sekuat tenaga menjaga kekuatan perisai itu.
"Rasakan ini!"
Loyd kembali menerjang dan menyerangnya dari samping, lengahnya Hugo menjadikan celah untuknya. Belati itu berhasil melukai perut lelaki itu.
"Berhasil!"
"Awas!"
Tetapi itu tidak cukup untuk menghentikan Hugo, dirinya langsung membalas serangan dan memukul Loyd hingga terpelanting sangat jauh dan tak sadarkan diri.
"Gaaaaaaah!"
Pukulan lainnya melesat kearah perisai itu hingga menghancurkannya berkeping-keping, sang putri terduduk tak sanggup menahan hentakannya. Hugo mendominasi pertarungan dengan mudahnya, dirinya berdiri sembari mengepalkan tangan bersiap menghancurkan sang putri menjadi berkeping-keping.
"Dasar bodoh, kekuatan seperti itu tak bisa menghentikan ku!" ucap Hugo sangat angkuh.
Namun bukannya rasa takut yang ditunjukkan sang putri, dirinya justru menyeringai penuh arti.
"Apa-apaan senyuman mu itu–. Ugh!"
Senyuman sang putri yang sangat penuh arti itu langsung terjawab, sebuah pedang menembus dadanya Hugo dari belakang.
"A—apa?" kala ia menoleh ke belakang, ia melihat sosok gadis bertanduk yang menatapnya sangat tajam bahkan jauh lebih tajam daripada pedang yang menembus dadanya "I—iblis!? Ghh!" Hugo berputar sembari melayangkan tangannya, berharap mengenai gadis itu tetapi harapannya itu tidak terwujud.
Dengan mudah gadis itu hanya menarik kepalanya kebelakang, lalu menarik pedangnya lagi dan menebas tangan itu dengan sangat rapih. Tangan itu terpisah dari tubuhnya dan terjatuh.
"Dasar manusia, mati dan membusuklah."
"Ghaaaaaaaaa! Gh–."
Hugo berlutut memegangi tangannya, tapi itu menjadikan kesempatan untuk gadis itu. Tanpa ragu sama sekali, ia mengayunkan pedang tipisnya itu membelah leher Hugo dengan sangat rapih dan mengakhiri segalanya disana.
Para petinggi bahkan sang Putri tercengang melihat betapa kuatnya sosok Iblis perempuan yang bersimbah darah manusia itu.
Dia menghela napas kasar laku melihat pakaiannya "Uuuhh! Menjijikan, kalau seperti ini bagaimana aku menemui Kaisar?" tanyanya sangat jengkel dengan pakaiannya yang penuh darah itu.
Sang Putri pun berdiri lalu membungkuk ke arahnya "Terima kasih sudah membantu saya, Nona Scint–."
"Jangan salah paham," potong Scintia dengan suara ketus "Aku melakukan ini demi paduka Void, jadi jangan berterimakasih kepadaku, berterima kasihlah kepada tuan ku yang sudah menyelamatkanmu," terangnya dengan sangat sinis tanpa melihat sedikitpun kearah sang Putri "Haaaah! Aku harus kembali ke Kekaisaran dulu kalau begini, sampai nanti. Kau juga bersiaplah," kemudian Scintia pun menghilang dari hadapannya.
Para petinggi yang sedari tadi melihat pertarungan mengerikan yang terjadi di depan ruangan mereka. Mereka tak percaya dalam beberapa hal, salah satunya melihat sosok harapan mereka yang seharusnya masih berada di kereta kuda.
"Anda ... Apakah anda putri Ausele?" tanya salah satu petinggi.
Namun petinggi lainnya mengintrupsi ucapannya "Tidak mungkin, putri seharusnya bersama pangeran. Jika dilihat lebih jelas lagi, bukankah dia pelayan pribadinya?"
Kebingingan menyeruak diantara para petinggi, menimbulkan pertanyaan yang tak langsung gadis itu jawab. Di dalam kerajaan Abyc, ada satu hal unik yang sangat langka dan terkadang membuat banyak orang salah paham karena hal tersebut. Sebuah fakta jika sang putri dan pelayan pribadinya memiliki rupa yang sangat mirip, meski mereka sama sekali tak sedarah. Hal seperti itu seharusnya membuat pelayan pribadi itu mendapatkan hukuman mati sebab kemiripannya yang bisa membuat orang salah paham, tetapi gadis itu diselamatkan oleh sang putri yang dengan keceriaannya meminta gadis itu menjadi pelayan pribadinya.
Gadis itupun akhirnya membuka mulutnya, mengatakan segala semua yang ia ketahui dan apa yang terjadi selama ini.
Sementara itu di tempat lain, belasan ribu prajurit dari 3 kerajaan terparkir di luar tembok Ibukota. Seluruh penduduk waspada dan seluruh prajurit gabungan juga ikut waspada karena ada hal yang membuat mereka tak bisa menerobos begitu saja.
"Kenapa semua ini bisa terjadi ...," Gumam sang Pangeran tak percaya.
20 prajurit berzirah hitam dengan satu kereta kuda berada ditengah-tengah diantara Ibukota dan pasukan yang berbaris. Mereka berdiri dengan tombak hitam mereka, dua diantara peajurit itu memasang bendera berlatar merah dengan renda emas pada bagian sisi bendera itu dan lambang elang hitam dengan sayap terbuka lebar pada tengah bendera itu.
Pasukan kecil dari Kekaisaran Iblis menghalangi belasan ribu prajurit manusia dari 3 kerajaan.
Iblis berambut dengan lantang dan berani berkata kepada mereka "Jangan mendekati Ibukota atau kalian Kekaisaran Iblis akan mengobarkan bendera perang kepada kalian!"
To be continue