Last Boss

Chapter 54 - Patroli



Chapter 54 - Patroli

1Tugas seorang prajurit adalah melindungi negaranya apapun resiko yang harus ia tanggung, meski itu juga termasuk nyawanya. Tapi apa arti dari negaranya? Sebuah negara tidak akan pernah berdiri jika hanya ada pemimpinnya saja dan seorang pemimpin tidak akan pernah bisa disebut sebagai pemimpin jika tidak memiliki kelompok atau orang lain yang ia pengaruhi atau mengikutinya. Jadi apa yang membuat negara itu ada? Penduduk, itulah yang ingin dikatakan oleh Karma.     

Penduduk Kekaisaran yang jumlahnya hingga ratusan juta, itulah yang harus para prajurit lindungi karena melindungi mereka sama dengan melindungi Kekaisaran, itulah tugas seorang prajurit Kekaisaran. Namun sebelum itu, sebelum mereka dapat melindungi rakyatnya, mereka harus dapat mendapatkan kepercayaan dari penduduk kekaisaran.     

"Itu adalah tugas kalian sebagai pedang juga perisai Kekaisaran, kalian mengerti?"     

"Ya!" Jawab Edward, Ivaldi dan Retto serempak.     

"Kalau begitu jangan terlalu kaku begitu, santai saja dan duduklah. Malam ini tidak ada yang perlu kalian lakukan, tadinya aku ingin dua orang diantara kalian pergi bersama Xavier dan Jinn untuk patroli malam. Tapi sepertinya mereka sedang sibuk jadi mulai besok kalian semua akan patroli pagi bersama ku juga Fornelia. Sekarang waktunya makan malam. Fornelia,"     

Fornelia pun berdiri, ia berjalan kearah dapur yang ada di bagian belakang rumah. Sekali lagi, Karma mempersilahkan mereka untuk duduk bersamanya. Edward, Ivaldi dan Retto menuruti ya meski sungkan. Edward duduk disamping Karma yang sedikit bergeser, kemudian di dekatnya Ivaldi dan Retto duduk di sofa tunggal.     

"Ya mungkin harus kukatakan kepada Kalian, selamat karena sudah lolos dari tes tulis. Yah asal kalian tahu saja, tes tulis itu paling sulit daripada saat pelatihan, banyak yang tidak lolos karena soal yang sulit dan penilaian yang sangat ketat."     

"Benarkah?" tanya Edward.     

"Ya, selain memahami cara berpedang, kalian juga harus memiliki pengetahuan yang luas dan cara berpikir yang terbuka. Hal itu sangat berguna dalam masa damai atau masa perang, kalian di tuntut untuk berpikir kritis agar nantinya bisa memilih pilihan yang tepat disaat terdesak, itu sangat berguna di masa perang. Jika masa damai? Kalian harus berpikiran terbuka, menerima pendapat orang lain dan memikirkannya secara rasional, jika suatu saat kalian menjadi penjaga dan harus melerai pertikaian orang lain, kalian harus bisa tahu siapa yang benar-benar bersalah ... Ya walau benar atau salah biasanya diserahkan kepada jaksa, tapi ya setidaknya kalian jangan sampai berbuat kesalahan saat menangkap seseorang, mengerti?"     

Pengalaman, ucapan dari seorang berpengalaman benar-benar berbeda, itulah yang Edward pikirkan ketika mendengar penjelasan Karma. Meski berkata mereka akan bekerja mulai besok hari, tapi malam ini saja mereka bertiga sudah mendapatkan pelajaran yang begitu banyak dari pemimpin pos penjaga 104. Tidak lama Fornelia pun kembali dari dapur, membawa nampan yang di atasnya ada beberapa piring juga gelas dan sendok.     

"Bisakah seorang dari kalian membantu ku? Aku sedikit kerepotan," ucapnya seraya tersenyum kearah Edward, Retto dan Ivaldi.     

"Sa--saya akan membantu!" ucap Retto langsung berdiri.     

Fornelia tertawa kecil melihat sikapnya "Terima kasih," ucapnya lalu berjalan ke dapur, Retto pun berjalan mengikutinya ke belakang.     

Suasana hening sesaat, rasa canggung Ivaldi dan Edward sedikit berkurang tapi saat ini mereka benar-benar tidak tahu apa yang ingin mereka bicarakan untuk memecah keheningan. Mereka ditugaskan di pos 104, mendengar itu awalnya Edward berpikir jika pelatihan mereka hari ini akan terasa lebih banyak ketegasan dan keseriusan. Namun, ini benar-benar jauh dari apa yang ia bayangkan selain dari pos berbentuk rumah pada umumnya.     

"Ma--maaf, apa benar-benar tidak masalah kami bersantai seperti ini? Rasanya jadi tidak enak," ucap Edward mencoba memecah keheningan.     

Karma menoleh kearahnya dan balik bertanya "Tugas kalian adalah membantu pekerjaan kami, kan?"     

Edward menjawab "Benar."     

"Kalau begitu tidak masalah. Karena keseharian kami memang seperti ini, pergi patroli lalu pulang dan membuat laporan, beristirahat lalu bangun pagi dan pergi patroli lagi. Terus berulang hingga kami dipindahkan ke pos lainnya dan di pos lainnya kami juga melakukan kegiatan yang sama, memang terdengar membosankan tapi juga tidak. Jadi saat waktu istirahat seperti ini kami memang tidak melakukan banyak hal, ya walaupun aku harus memeriksa laporan juga. Tapi itu adalah pekerjaan ketua, bukan kalian, aku pun tidak ingin pekerjaan ku dikerjakan oleh seseorang yang masih kadet."     

Ucapannya terdengar sangat meremehkan mereka, tapi disatu sisi Ivaldi dan Edward juga setuju dengan ucapannya. Pekerjaan mereka sangat sederhana, tapi juga tidak begitu. Meski sederhana, tapi mereka lah yang bertanggung jawab atas keamanan Kota.     

"Jika kau ingin tau, setelah aku mengerjakan laporan dan aku tanda tangani, setiap seminggu sekali aku akan pergi ke pos keamanan pusat yang ada di dekat markas militer. Memberikan laporan itu lalu kembali dan mengerjakan pekerjaan ku seperti biasanya," tambah Karma.     

Setelah dari pos kemanan nantinya akan diperiksa kembali dan apabila ada hal yang janggal akan memberikan tindakan melalui pos penjaga yang memberikan laporan, jika tidak ada hal yang janggal maka mereka menyimpan laporannya. Namun apabila diperlukan tindakan khusus, maka laporan itu akan diteruskan kepada Belial sebagai penanggung jawab militer dan kemudian meminta izin untuk pelaksanaanya kepada Ink Owl lalu diteruskan kembali kepada sang Kaisar. Edward berpikiran seperti itu karena saat memeriksa dokumen lama, ia melihat surat permintaan yang disetujui oleh Kaisar sebelumnya yang berkaitan dengan keamanan Ibukota     

Tak lama kemudian Retto dan Fornelia pun kembali, karena tidak memiliki ruang makan mereka pun makan beresama di ruang tamu. Karma sekali lagi meminta mereka untuk tidak segan dan langsung saja memakan makanan yang mereka hidangkan. Tanpa pikir panjang mereka bersama-sama menyantap makanan yang telah Fornelia masak untuk mereka.     

Makan malam berakhir, Fornelia menyarankan mereka untuk istirahat malam ini "Besok adalah hari yang sibuk untuk kalian, jadi istirahatlah," ucapnya.     

Ivaldi, Retto dan Edward pun menuruti perkataanya lalu kembali ke ruang bawah tanah setelah memberi hormat kepada dua senior mereka. Namun mereka tidak langsung istirahat, mereka berkumpul di ruangan Edward.     

"Ternyata pelatihannya berbeda dari yang aku bayangkan," ucap Retto terdengar mengeluh namun dirinya juga bersyukur akan hal itu.     

"Aku bersyukur," singkat Ivaldi.     

"Ya, tapi mungkin saja hanya di pos ini. Bisa saja di post lainnya tidak begitu, benar?" sahut Edward.     

"Ah, kalau begitu aku akan benar-benar bersyukur," balas Retto.     

Ivaldi mengangguk menyahut ucapan Retto. Fornelia yang begit baik dengan mereka sejak bertemu, kapten Karma yang terlihat begitu sederhana dan memberikan pengetahuannya kepada mereka benar-benar tidak ada hal lain lagi yang mereka takuti, semuanya terlalu berjalan lancar seakan esok hari mereka akan menghadapi hari yang buruk.     

Keesokan harinya, saat matahari masih belum menampakkan dirinya, Edward dan yang lain sudah bangun dan berdiri di depan pos penjaga. Mereka tidak lagi memakai pakaian pelatihan mereka yang berwarna coklat dengan plat besi di dada mereka. Namun mereka memakai seragam prajurit pada umumnya, berwarna hitam dengan plat besi yang melindungi seluruh dada mereka juga kulit hewan berwarna kecoklatan yang menutupi bagian depan tubuh mereka yang tiap ujungnya dijahit dengan kain hitam panjang lalu mengikat ke belakang tubuh mereka, lalu pakaian berwarna hitam dengan lengan panjang, memakai celana kain tipis berwarna hitam dengan ukuran serasi dengan mereka, ikat pinggang kulit berwarna coklat dan sarung pedang juga pedang asli yang terbuat dari baja menggantung di pinggang mereka. Seharusnya mereka memakai seragam ini jika pelatihan mereka telah berakhir akhir bulan nanti, tapi mereka tidak menyangka jika akan memakainya lebih cepat dari yang mereka kira, walau sementara.     

"Cocok sekali," puji Fornelia yang sudah memakai seragam yang sama.     

"Baiklah, barusan tim malam sudah pulang, berarti tandanya kita juga harus mulai berpatroli. Tapi mustahil kalian sendirian, jadi akan kami temani. Kalian berdua akan bersama dengan Fornelia," Ia mengatakan itu di akhir sambil melihat kearah Retto dan Ivaldi bergantian "Lalu, kau rambut perak. Kau akan bersama ku," ucapnya lagi sambil melihat kearah Edwar.     

Mereka bertiga langsung mencondongkan tubuh mereka "Baik," ucap ketiga kadet.     

"Bagus. Untuk hari ini kalian ikuti saja perkataan Fornelia dan Fornelia jangan berikan mereka perintah macam-macam," ucap Karma sambil tersenyum jahil.     

"Sembarangan, kapten. Aku tidak mungkin memberikan perintah yang macam-macam," bantah Fornelia sambil mengembungkan kedua pipinya, tampak sangat imut hingga Retto terpana melihatnya.     

Karma kembali berbicara sambil melihat Retto dan Ivaldi "Lalu kalian berdua, jangan sampai membuat Fornelia marah. Jika Fornelia marah, aku tidak bisa menjamin keselamatan kalian. Ayo pergi, rambut perak."     

Pandangan Retto yang terpana seketika berubah, ia ketakutan setelah mengingat kembali bagaimana Fornelia ketika dia marah. Tubuh Retto mengejang sesaat, Fornelia memegang pundaknya dan memegangnya cukup kuat     

"Tidak sopan. Aku tidak mungkin memarahi junior ku, kan?"     

Kala itu, Retto hanya menatap Edward yang menjauh seakan meminta pertolongannya. Edward sadar akan tatapan Retto, namun ia tidak bisa berbuat apa-apa dan memilih memalingkan wajahnya seakan tidak ingin tahu apa-apa.     

Patroli panjang mereka pun dimulai, mereka akan kembali lagi ke pos penjaga 104 ketika matahari terbenam. Bagi Edward ini adalah kesempatan untuknya agar bisa melihat-lihat Ibukota Kekaisaran, Ibukota yang akan hancur dalam waktu 20 tahun, tidak ada salahnya jika melihat-lihat kota Iblis, begitu pikirnya.     

Matahari belum terbit sepenuhnya, tetapi penduduk kota sudah mulai sibuk akan aktivitas mereka masing-masing. Ada yang sedang membuka toko mereka, ada pula yang sudah membuka stand makanan di pinggir jalan. Melihat stand seperti itu tanpa sadar membuatnya ingat akan masa lalunya di dunia yang lain, di dunianya pun sama seperti apa yang ia lihat sekarang, orang-orang menjual makanan apapun selama masih aman untuk dimakan dan dimana pun demi mereka bisa mendapatkan uang untuk bertahan hidup.     

Apakah itu berarti mereka dalam kesulitan? Apakah itu berarti Kekaisaran gagal mensejahterakan mereka? Edward tidak begitu mengerti dengan hal seperti itu, ia tidak mengerti dengan pokitik, ia sangat awam dengan hal seperti itu. Ia tidak menyangka jika dirinya akan dipaksa menjadi Kaisar Iblis dari game yang ia mainkan dengan alasan hanya dirinya ingin tahu kenapa Kaisar itu dibunuh dan apa yang ingin dilindungi Kaisar, benar-benar alasan yang bodoh. Walau begitu ia merasa, bukan itu saja alasan Developer membawanya ke dunia ini.     

"Kenapa Kau melamun, bocah? Ah maaf, atau mungkin paduka?"     

Tubuh Edward mengejang sesaat, sudah ia duga jika kapten pos penjaga itu sudah mengetahui apa yang ia tutupi. Langkahnya terhenti sesaat, Edward memeberikan tatapan tajam den kerutan di keningnya.     

"Darimana Kau tau?" tanya Edward.     

"Tolong maafkan saya, paduka. Saya tidak bermaksud membongkar identitas anda, tolong jangan marah," ucap Karma, ia tidak mencondongkan tubuhnya–tidak memberi hormat kepada Edward setelah tahu identitasnya, ia bersikap biasa meski tampak sedikit menyesal.     

"Jawablah."     

"Saya sudah terbiasa dengan sihir penyamaran, paduka."     

Edward semakin bingung dengan jawabannya, karena terlalu berbahaya membicarakan hal seperti itu Edward pun meminta kepadanya "Jelaskan padaku sambil berjalan, jangan panggil aku dengan panggilan paduka, Edward saja."     

"Sesuai permintaan Anda."     

Setelah itu mereka kembali berjalan berdampingan sekaligus menjalankan tugas mereka, Karma pun menjelaskan kepada Edward kenapa ia tahu kalau dirinya adalah Kaisar Void.     

"Saya bilang sudah terbiasa karena memang begitu kenyataanya. Jika boleh jujur, saya dulunya adalah seorang pembunuh."     

"Pembunuh?"     

"Ya, saya dibayar seseorang untuk membunuh target saya. Untuk membunuh target saya perlu menyamar dengan sihir penyamaran, tidak jarang juga target saya memakai sihir yang serupa. Karena itu selama 10 tahun saya menjadi pembunuh, saya bisa tahu apakah orang itu sedang menyamar atau itu adalah wujud aslinya. Sejujurnya saya pun terkejut karena paduka menjadi kadet."     

Edward terdiam sesaat sambil melirik kearahnya yang tersenyum canggung sambil melihat Edward juga "Begitu," ucap Edward terdengar tidak begitu kecewa "Kupikir Belial yang memberitahu mu," lanjut Edward.     

"Tuan Belial juga tahu anda menyamar? Sampai menyamar menjadi kadet, apakah ada hal yang paduka khawatirkan?" tanya Karma kepadanya.     

"Tidak ada, sama sekali tidak ada. Aku hanya ingin melihat bagaimana kadet-kadet tahun ini, mau bagaimana juga mereka adalah Iblis-iblis yang akan melindungi Kekaisaran," jawab Edward. Ia terdiam sebentar sebelum akhirnya kembali berbicara "Tugas prajurit bukan hanya melindungi Kaisar, tapi juga melindungi penduduknya karena penduduk itulah arti berdirinya sebuah Negeri," setelah mengatakan itu, bola mata Edward berputar dan melihat kearahnha.     

"Apa anda keberatan dengan kata-kata itu? Maafkan saya jika–."     

"Tidak, apa yang Kau katakan itu benar. Kekaisaran bukanlah diriku, tapi penduduknya, rakyatnya. Kekaisaran ada karena penduduknya yang tinggal dan mengikuti pemimpinnya. Ucapan mu tidaklah salah, aku pun setuju dengan ucapan mu. Pada dasarnya tugas ku sebagai Kaisar pun sama seperti prajurit, aku melindungi dan menjaga mereka semua. Memberikan mereka tempat yang nyaman dan mensejahterakan mereka semua. Karena seperti itulah pemimpin yang baik atau mungkin hanya itu yang kupikirkan."     

'Karena sebenarnya aku sama sekali tidak tahu bagaimana menjadi pemimpin yang baik. Aku hanya ingin agar hidupku selamat dan Kekaisaran tidak hancur sebelum waktunya,' batin Edward terasa sangat bertentangan dengan apa yang ia katakan sebelumnya.     

Menjadi Kaisar Iblis terasa lebih berat dari yang ia pikirkan. Tidak seperti di novel atau komik yang ia baca dimana mereka memiliki Kekuatan dan bisa melakukan sesuka mereka mau. Ia merasa harus bisa menjaga semuanya dalam keadaan baik-baik saja, urusan diplomatik, urusan kestabilan Kekaisaran, urusan politik, urusan kesejahteraan rakyatnya, terlebih setelah dirinya melihat kondisi rakyatnya secara langsung. Jika ingin ia rasakan, kepalanya saat ini terasa sangat pusing hingga ia ingin membenturkannya beberapa kali. Ia memiliki tanggung jawab untuk menjaga mereka semua dalam keadaan baik-baik saja.     

"Menjadi Kaisar sulit juga ya, selama ini anda berusaha untuk menjaga kami dan membawa kami semua untuk maju hingga sekarang. Sungguh anda benar-benar luar biasa, saya tidak heran kenapa penduduk Anda begitu mencintai Anda."     

"Mencintaiku?"     

"Ya, Jika anda pergi ke monumen pahlawan, pasti anda akan mendengar banyak orang-orang yang menyanjung anda dan pahlawan yang gugur 500 tahun yang lalu. Ah tidak perlu, jika anda melepaskan sihir penyamaran anda sekarang mungkin anda pun akan mendengar sanjungan penduduk disekitar anda sekarang."     

Edward tertawa mendengarnya, ia sedikit tidak percaya tetapi ucapan Karma yang begitu santai terdengar begitu jujur dan tahu apa yang akan terjadi jika ia melepaskan sihir penyamarannya.     

"A--ah, maaf. Ucapan saya terlalu santai, maafkan saya. Sudah kebiasaan saya berbucara seperti ini."     

Edward tertawa pelan mendengarnya "Setelah dari tadi berbucara seperti itu kau baru meminta maaf? Astaga. Tapi tidak apa-apa, lagipula jika Kau berbicara formal nantinya penyamaran ku bisa ketahuan. Oh ngomong-ngomong soal itu, apa Fornelia juga tahu?"     

"Tidak, hanya saya saja yang tahu, paduka. Kalau begitu sebaiknya saya berbicara seperti ini saja, oh laku apakah 2 kadet yang lain itu pengawal?" Karma maksud adalah Ivaldi dan Retto yang sejauh ini bersama dirinya karena bersama dari benteng Drachen sampai ke pos penjaga 104.     

"Tidak, mereka hanya kadet dari benteng Drachen. Aku membuat kelompok dengan mereka ... Atau yah tepatnya mereka yang mengajak diriku, mereka tidak tahu penyamaran ku jadi tetap rahasiakan, mengerti?"     

"Sesuai permintaan anda."     

"Kalau begitu sebaiknya sekarang aku ikut patroli bersama mu, karena diriku yang sekarang adalah kadet. Jadi anggaplah begitu."     

\*\*     

Di tempat lain, Retto dan Ivaldi berpatroli bersama Fornelia pergi ke arah sebaliknya dengan Edward yaitu ke arah utara menuju alun-alun kota. Meski jalan yang mereka lalui sedikit berbeda dari sebelumnya, mereka melewati jalan-jalan kecil yang tidak bisa dimasuki kereta kuda tapi cukup untuk dimasuki kereta dorong berukuran kecil.     

Di sekeliling mereka hanya ada rumah-rumah penduduk juga anak-anak yang tengah berlarian bermain bersama. Sepanjang jalan Fornelia menjelaskan rute mana saja yang akan mereka lalui dan juga memberitahu jika kemungkinan mereka dapat bertemu dengan Edward dan yang lain setelah sampai di alun-alun.     

"Damai sekali," ucap Ivaldi ketika melihat anak-anak yang sedang bermain.     

Retto hanya meliriknya dengan diam kebelakang–melihat Ivaldi saat langkahnya terhenti melihat anak-anak. Ketika Fornelia memanggil mereka, mereka kembali sadar "Ah, Ivaldi ayo," ucap Retto lalu berjalan lebih dulu mendekati Fornelia.     

"Um," Ivaldi mengangguk setelahnya dan mengikuti mereka, melangkah perlahan.     

Telah lama berjalan, mereka pun melihat sebuah jalan yang sedikit lebih luas dibandingkan jalan yang mereka tapaki saat ini. Mendekati tempat itu, terdapat sebuah pohon yang cukup besar di tengah-tengah jalan mereka. Sangat besar sampai dedaunannya menutupi sinar matahari yang menyinari jalanan.     

"Uwaaaaaaa!"     

Suara anak kecil menangis, mereka bertiga tanpa sadar langsung mencari sumber suara anak itu. Ketika mereka cari, seorang anak tengah menangis di belakang pohon bersama dengan anak-anak lainnya yang sedang menenangkan dirinya.     

"A--ada apa, tenang ya," ucap Fornelia mencoba menenangkan anak Iblis itu.     

"Bo--bola kuu!" Isak Anak kecil itu menunjuk ke arah pohon.     

Sebuah bola berwarna merah terangkut di pohon, pohon yang tingginya tiga kali dari biasa.     

"A--ah. Uwaaaaaaaa!"     

Anak itu kembali menangis dengan keras karena bolanya.     

"Te--tenang ya, Kakak akan mengambilkannya," ucap Fornelia.     

Fornelia melihat kesrah pohon besar, ia menelan ludah melihat tingginya dan satu hal lain membuatnya menelan ludah, ia tidak bisa memanjat. Meski begitu sebagai prajurit ia harus melakukannya.     

Ivaldi memegang pundak Fornelia lalu berkata kepadanya "Biar kami yang mengambilnya. Retto, tolong bantu aku."     

"Eh? Ah ..."     

"Kau yakin? Melakukan itu?" tanya Retto seakan sudah tahu maksud Ivaldi.     

Ivaldi hanya mengangguk pelan tanpa menoleh kearah Retto. Retto hanya tersenyum pahit seraya menggaruk kepalanya yang tak gatal.     

"Baiklah. Nona Fornelia, tolong pinta anak-anak sedikit menjauh."     

"Eh? Apa yang ingin kalian lakukan?"     

"Mengambil bola."     

Retto berdiri di depan pohon itu dengan membelakanginya, ia memasang kuda-kuda yang sangat kuat lalu merapatkan sela-sela jarinya masing-masing dengan telapak tangan mebghadap keatas. Sementara itu Ivaldi berjalan menjauh, mengambil ancang-ancang untuk berlari. Setelah anak-anak dibawa menjauh dari mereka, Ivaldi dengan sangat cepat berlari lalu menggunakan telapak tangan Retto sebagai pijakan, Retto mendorongnya ke atas dan Ivaldi pun melompat dengan sangat tinggi hingga dapat mengambil bola itu dengan kedua tangannya.     

Anak-anak sampai Fornelia terkagum-kagum melihat aksi mereka yang terbilang sangat luar biasa di mata mereka. Anak-anak langsung mendekati Ivaldi yang berhasil mendarat dengan selamat, mata mereka bersinar sangat terkagum-kagum dengan Ivaldi.     

"Waaaaa! Kakak luar biasa!"     

"Benar! Benar! Aku juga ingin melakukannya!"     

Ivaldi berlutut dan mengelus kepala anak yang berbicara seperti itu, kemudian ia berkata "Sebelum kamu bisa melakukan seperti itu, kamu harus bisa menjadi orang yang kuat, karena itu perlu latihan, mengerti."     

Anak itu semakin kagum dengannya, ia mengangguk dengan senang dan berkata "Baik! Aku akan menjadi prajurit seperti Kakak nanti!"     

Saat itu, Ivaldi yang selalu memasang datar ekspresinya perlahan ekspresinya berubah, senyuman tipis terlukis diwajahnya. Retto yang melihatnya pun sedikit terkejut melihat itu, meski senyuman itu bukan pertama kali yang ia lihat.     

"Baiklah. Ini bolanya, berhati-hati lah saat bermain jangan sampai tersangkut lagi."     

"Um!"     

Kemudian anak-anak itupun pergi bersama dengan bola mereka. Saat kembali ke Retto dan Fornelia, kedua orang itu tengah tersenyum kearahnya. Ivaldi hanya memalingkan wajahnya tanpa berkata apa-apa sambil terus mendekati mereka berdua.     

"Kerja bagus, Ivaldi!" ucap Retto langsung merangkulnya dengan sedikit kasar.     

"Ya! Kerja bagus kalian berdua. Sepertinya kalian mendapat kepercayaan anak-anak ya," ucap Fornelia sambil tersenyum senang kearah mereka.     

Kepercayaan, kata-kata itu terus diulangi oleh Karma sebelumnya. Kata-kata yang seolah menjadi kunci utama penilaian mereka, tapi kepercayaan yang mereka maksud? Apa dengan menolong seperti itu bisa mendapat kepercayaan mereka?     

Fornelia pun berkata "Dengan menuruti permintaan kalian dan kalian memenuhi apa yang mereka inginkan, seperti itupun kakian bisa mendapatkan kepercayaan. Kalian melihatnya kan? Anak-anak itu senang saat mendapat bolanya kembali, bukankah itu membuatmu ingin melindunginya? Mungkin terdengar konyol tapi setidaknya seperti itulah yang kurasakan."     

Mata Ivaldi membulat, seakan memahami apa yang Fornelia katakan kepada mereka, ia pun membalas ucapannya "Saya mengerti, senior Fornelia."     

Setelah itu patroli mereka kembali berlanjut demi mendapatkan kepercayaan-kepercayaan yang mereka cari dari penduduk Kota.     

To be continue     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.