Last Boss

Chapter 52 - Mencari pos 104



Chapter 52 - Mencari pos 104

3Di dalam benteng Drachen yang sunyi, Belial tengah duduk di kursi seraya memeriksa laporan-laporan yang datang dari berbagai penjuru tempat pelatihan di Kekaisaran, meski baru sebagian yang sampai ke tempat Belial.     

"Semuanya berjalan lancar. Tapi sayang sekali tahun ini tampaknya tidak ada prajurit yang istimewa, selain paduka yang menyamar, benar-benar tidak ada yang menarik. Siapa sangka alasan paduka benar-benar sederhana. Benarkan, Nona Scintia?"     

Ia tidak sendirian, satu jam setelah para kadet pergi, Scintia datang ke benteng Drachen. Tujuannya tidak lain tidak lain tidak bukan hanyalah untuk melihat keadaan tuannya, Scintia sama sekali tidak merasa tenang di dalam istana jika tidak ada Tuannya, karena itu ia memutuskan untuk ke tempat ini meski hanya harus mengawasi Void secara diam-diam.     

Scintia tengah duduk di sofa, meminum teh untuk menenangkan dirinya. Beberapa saat sebelumnya, Belial yang tengah dengan tenang mengerjakan pekerjaanya dikejutkan dengan kedatangan Scintia. Dengan tujuan yang telah ia katakan, Belial mau tidak mau harus memberitahu dimana sang Kaisar berada. Ketika tahu Void tidak ada, Belial melihat amarah sang pelayan pribadi Kaisar yang begitu mengerikan.     

"A--aku sudah mengehentikan paduka, tapi paduka tetap ingin ikut pelatihan, aku tidak mungkin membantah beliau, kan?" dengan kata-kata yang Belial berikan, Scintia menjadi seperti sekarang yang tengah duduk dengan rasa gelisah karena tidak dapat bertemu dengan Tuannya.     

Scintia menghela nafas pelan "Mungkin anda akan menemukannya nanti, Tuan Belial. Lagipula ini baru minggu pertama pelatihan," tukas Scintia, kemudian kembali meminum tehnya secara perlahan.     

Belial menggaruk kepalanya meski tak gatal, ia tidak bisa menyangkal ucapan Scintia karena memang pelatihan prajurit sebentar lagi mencapai satu minggu. Selama itu mereka akan terus dilatih dan di uji di tiap minggunya apakah mereka pantas menjadi prajurit Kekaisaran.     

"Ujian setiap minggu adalah kompetisi duel yang dilakukan seluruh calon prajurit. Sejak pagi hari hingga esok hari, selama itu mereka akan dinilai. Ya tidak ada yang istimewa juga, itu hanya penilaian kemampuan mereka selama pelatihan satu minggu ini," jelas Belial meski Scintia sudah mengetahui hal itu.     

"Apa paduka akan ikut?" tanya Scintia, tampak cemas dirinya menanyakan hal itu, mungkin ia takut jika Void ikut test mingguan yang Belial adakan.     

Tetapi karena tidak tahu, Belial hanya mengangkat kedua bahunya sebagai respon darinya lalu kembali memeriksa laporan lainnya. Scintia menghela nafasnya lagi, ia pun berdiri dan membereskan cerek juga cangkir yang ia pakai.     

"Anda ingin pergi?" tanya Belial tanpa melirik kearah Scintia.     

"Ya."     

"Kembali ke istana?"     

"Tidak, menemui paduka."     

"Hah!?"     

Belial langsung terperanjat dari kursinya, terbelalak matanya saat mengetahui apa yang akan dilakukan Scintia. Berbahaya, seharusnya Scintia tau jika perbuatannya akan membuat identitas Void terbongkar. Tetapi meski Scintia tahu itu, ia tetap ingin menemui Tuannya.     

"Tu--tunggu, memangnya anda tahu dimana paduka?" tanya Belial sedikit panik, ia merasa memiliki tanggung jawab untuk menyembunyikan identitas asli Edward karena itu ia merasa harus menghentikannya.     

"Tidak perlu khawatir, saya tahu dimana paduka. Karena saat anda memberitahu kemana paduka pergi, saya menerbangkan Searcher untuk mencarinya."     

"Hah!?"     

Searcher, sebuah sihir lanjutan dari sihir pencari. Sihir Searcher, memiliki fungsi yang sama–untuk mencari barang-barang disekitar area yang di deteksi pengguna, hanya saja area yang di deteksi Searcher itu bergerak karena itu Searcher terkadang dibentuk entah seperti burung, lalat atau hewan terbang lainnya. Searcher akan pergi ke tempat yang diinginkan oleh penggunanya dan dapat pula dikendalikan secara langsung oleh penggunanya.     

Scintia menerbangkan Searcher tanpa Belial sadari, bahkan Belial tidak tahu kapan Scintia mengeluarkan Searcher-nya.     

"Sampai sebegitunya …"     

"Kalau begitu saya permisi, Saya sudah menemukan dimana paduka berada dan sepertinya … Paduka dalam masalah," wajah Scintia mengeras ketika mengatakan itu.     

Belial dengan bingung bertanya kepada Scintia "Apa maksudmu?"     

"Paduka dan rekannya diserang serigala liar."     

"Apa!?" Belial mengerutkan keningnya, panik juga bingung dirinya mendengar ucapan Scintia "Bagaimana mungkin? Wilayah sekitar Ibukota sudah dikendalikan agar tidak ada monster liar dan wilayah lain pun begitu, kecuali wilayah dekat Hutan Sankta. Bagaimana mungkin mereka …"     

"Mungkin saja mereka keluar dari hutan Sankta," potong Scintia "Kalau begitu saya permisi," Scintia langsung memakai teleportasi dan pergi ke tempat dekat Edward dan yang lain berada.     

Sementara itu Belial termenung di kursi ya, wajahnya tampak rumit ketika memikirkan monster-monster liar yang berada di sekitar benteng dan Ibukota. Hal itu menjadi ancaman serius untuk penduduk Kekaisaran.     

'Ini gawat, monster liar yang seharusnya sudah di hilangkan di wilayah sekitar Ibukota kembali muncul. Mungkin, kejadian ini bisa saja terjadi di tempat lain. Aku harus memberitahu Owl tentang ini sebelum menjadi semakin parah, bisa-bisa aktivitas Kekaisaran dan pelatihan ini juga jadi terhambat," batin Belial. Kemudian ia ngambil sebuah kertas putih, lalu menuliskan laporan tentang monster-monster yang ditemukan oleh Searcher milik Scintia untuk sang penasihat Kekaisaran.     

Ia tidak bisa bertindak seenaknya, meski ia adalah Jenderal pemimpin pasukan Kekaisaran, tetapi segala tindakannya perlu izin pemerintahan pusat–antara Ink Owl atau sang Kaisar, jika ia tidak mendapat perintah maka ia tidak akan bergerak. Pengecualian jika situasi darurat terjadi, Belial memiliki hak untuk memerintah secara langsung kepada prajurit-prajuritnya.     

Belial pun memanggil salah satu prajurit yang ada di depan ruangannya, kemudian memerintahkannya untuk pergi ke Istana dan memberikan laporan yang sudah ia tuliskan untuk Ink Owl.     

"Pergilah ke Istana dan berikan ini kepada Owl, penasihat sang Kaisar. Katakan padanya aku berharap jawaban cepat," ucap Belial kepada prajurit itu.     

"Baik!" jawabnya kemudian berjalan cepat pergi melaksanakan perintah.     

Belial menghela nafas berat, kemudian kembali duduk dan memeriksa laporan dari tempat pelatihan lainnya, ia berharap dalam hatinya agar tidak terjadi hal buruk karena keberadaan monster-monster liar yang kembali muncul di sekitar luar Ibukota.     

Beberapa menit berlalu, Scintia tiba-tiba kembali lagi ke ruangannya. Tentu dirinya terkejut, terlebih setelah melihat wajah Scintia yang begitu bahagia setelah menemui sang Kaisar.     

"No--nona Scintia? Anda sudah menemui beliau? Bagaimana keadaanya?"     

Scintia tertawa pelan, menoleh kearahnya dengan senyuman seindah rangkaian bunga "Paduka baik-baik saja dan aku puas."     

"Hah? Puas? Apa maksud anda?"     

Menaruh telunjuk di depan mulutnya, Scintia berkata dengan suara jahil "Ra-ha-si-a,"     

Belial tidak mengerti lagi apa yang terjadi disana, bahkan ia tidak bisa menebak apa yang membuat hati gadis itu sangat berbunga-bunga     

"Kalau begitu saya permisi, saya harus kembali ke Istana."     

"A--ah begitu. Oh ya, lalu tolong beritahu Ink Owl juga tentang monster liar yang anda lihat, saya sudah mengiriminya surat tapi mungkin baru sampai beberapa jam lagi."     

"Baiklah\~" jawab Scintia cerianya, kemudian pergi dengan teleportasi.     

Kala itu, Kekhawatiran Belial akan monster kalah jauh dibandingkan Kekhawatirannya kepada apa yang menimpa Kaisarnya.     

"Aku harap paduka baik-baik saja."     

\*\*     

Di depan gerbang Ibukota, mata mereka terbelangah melihat Ibukota yang sangat ramai. Beragam ras hadir di dalamnya, seakan semua ras dari penjuru dunia berada di Ibukota Kekaisaran Iblis. Meskipun hanya ada satu ras yang tidak mereka temui, manusia. Meski manusia diperbolehkan masuk kedalam wilayah Kekaisaran Iblis, tetapi Edward tahu jika manusia takut dengan Iblis dan ketakutan itu yang membuat para manusia jarang sekali mengunjungi Kekaisaran.     

"Baiklah! Sekarang dimana pos 104?" tanya Retto kepada kedua temannya sambil tersenyum bagai orang bodoh.     

Tugas mereka adalah membantu prajurit senior di pos 104 tetapi mereka tidak tahu ada dimana pos 104 itu berada. Terlalu luas, mereka bisa saja seharian mencari pos 104 di Ibukota yang sangat luas. Tercatat dalam dokumen Kekaisaran, Ibukota Kekaisaran luasnya mencapai 1.000km² yang sudah dilengkapi kemanan yang ketat dan juga memiliki pangkalan militer di dua tempat sekaligus, taman, distrik hiburan dan monumen pahlawan pun berada di dalamnya.     

"Mungkin kita harus bertanya kesana," Ivaldi menunjuk ke sebuah pos penjaga gerbang yang ada di dekat mereka yang di tempati dua orang prajurit.     

Karena tidak memiliki pilihan lain, mereka pun bertanya kepada dua prajurit disana. Retto yang bertanya lebih dulu "Permisi tuan, kami adalah kadet dari benteng Drachen. Apa anda tahu dimana pos penjaga 104?" ia bertanya setelah mencondongkan tubuhya–memberi hormat kepada kedua penjaga itu.     

"Ah, begitu. Tahun ini pelatihan prajurit baru sudah dimulai ya, begitu. Ah tadi kamu bertanya dimana pos 104, ya?" ucap Penjaga itu. Tampak senang dirinya dengan kehadiran mereka, tepatnya kehadiran prajurit-prajurit baru.     

"Benar, apa anda tahu? Kami hanya diberitahu untuk pergi ke pos penjaga 104. Maaf sebelumnya, tapi kami belum pernah mengelilingi Ibukota," ucap Retto kembali sembari tersenyum canggung.     

"Begitu ya. Pes pertama dimulai dari selatan dan semakin banyak posnya semakin ditempatkan ke utara. Ada sekitar 500 pos di Ibukota, mungkin kalian bisa mencarinya disekitar selatan Ibukota. Maaf tidak begitu membantu, sebenarnya aku pun tidak begitu ingat tempat pos di Ibukota bagian lainnya," ucap Penjaga itu, sedikit malu dirinya ketika bicara di akhir.     

"Ah tidak, anda benar-benar membantu. Dengan begini kami bisa tahu kemana harus pergi, terima kasih, Tuan!" Retto mencondongkan tubuhnya kembali, Ivaldi dan Edward yang ada di belakangnya pula melakukan hal yang sama "Kalau begitu kami permisi," lanjut Retto setelah menegakkan tubuhnya kenbali     

"Begitu, kalau begitu berhati-hatilah," ucap penjaga itu sambil melambaikan tangannya kearah mereka yang sudah berjalan menjauh dari pos penjaga.     

Saat ini mereka berada di bagian utara Ibukota Kekaisaran, perlu waktu sekitar 7 jam untuk sampai ke bagian selatan Ibukota. Memakan banyak waktu, meski begitu mereka harus sampai sana untuk mendapatkan nilai.     

"Hey, ini tidak bercanda, kan? Bisa sampai seharian jika kita mencari pos itu," keluh Retto tahu jika bagian selatan Ibukota cukup jauh dari tempat mereka sekarang.     

"Mau bagaimana lagi, kita harus kesana. Lagipula kita tidak diberi waktu harus sampai kapan kita sampai disana, kan?" sahut Ivaldi.     

"Benar. Mungkin ini alasan Tuan Belial tidak memberitahu kapan kita harus sampai di pos penjaga," sahut Edward juga.     

Retto menghela nafasnya, ia tetap tidak senang dengan keadaannya sekarang "Tapi–."     

"Sudahlah jangan manja dan cepat jalan!" bantah Ivaldi dan mendorong Retto.     

"Bisa-bisanya kau bicara begitu!"     

Edward hanya tertawa pelan melihat tingkah dua sahabat itu. Tiba-tiba, langkahnya terhenti saat menatap bangunan yang begitu besar, jauh lebih besar dibandingkan bangunan-bangunan yang lain.     

"Besar sekali, ya, Istana Kaisar. Aku hanya pernah melihatnya sekali sih," ucap Retto tiba-tiba berdiri di sampingnya dan ikut menatap Istana itu.     

Istana yang menjadi bangunan paling tinggi dibandingkan bangunan lainnya, terletak di bagian barat laut Ibukota. Menghadap kearah tidur seakan menjadi bangunan yang mengintimidasi musuh-musuhnya ketika perang berlangsung, mungkin memang itu fungsi lain dari istana itu. Kini tempat yang sangat megah itu menjadi tempat tinggal Edward.     

"Eh? Apa kau bilang? Kaisar pernah bertemu dengan mu?" tanya Edward sedikit terkejut, tentu Kaisar yang dimaksud bukan dirinya tapi Kaisar sebelum ia datang dan menggantikan Kaisar itu.     

"Bukan bertemu, tapi melihat. Ivaldi pun melihatnya, kan?" Ivaldi hanya menganggukkan kepala mendengar pertanyaan itu "Saat itu Kaisar mengunjungi Desa kami ... Sepertinya beliau hanya datang untuk melihat kondisi Desa kami, aku tidak begitu ingat."     

"Be--begitu."     

Mungkin itu sebuah kunjungan biasa atau Kaisar mengunjungi Desa itu karena ada masalah di Desanya, tetapi kunjungan yang dilakukan oleh Kaisar terlihat jelas jika dia sangat memperdulikan rakyatnya. Edward merasa mungkin dirinya juga perlu melakukan kunjungan seperti itu, karena saat ini dia adalah sang Kaisar.     

Mereka kembali berjalan kearah selatan, Ibukota sangat ramai toko-toko, distrik perumahan mewah, bahkan pasar tradisional pun ada di dalamnya. Edward memang pernah sekali pergi ke Ibukota bersama dengan Scintia, tapi ia tidak pernah mengelilingi Ibukota karena itu ia benar-benar terkejut melihat suasana tradisional dengan nuansa abad pertengahan.     

Dua jam kemudian, akhirnya mereka sampai di alun-alun Ibukota. Alun-alun yang menjadi penanda pusat Ibukota Kekaisaran, sangat ramai bahkan terasa lebih ramai dibandingkan dengan pasar yang mereka lewati sebelumnya. Mereka beristirahat di dekat pemancar air buatan yang bawahnya terdapat kolam kecil juga ikan hias yang hidup di sana.     

"Haaah aku lelah, juga lapar. Aku ingin makan," kembali, keluh Retto terdengar di telinga mereka.     

Meski mereka tidak bisa membantah keluhannya karena Ivaldi dan Edward juga merasakan hal yang sama. Matahari sudah berada di titik tertingginya dan sudah cukup lama juga mereka berjalan, rasa lapar dan haus mereka pun tidak bisa ditahan lagi.     

"Baiklah! Ayo cari makan."     

"Setuju."     

"Ya."     

Mereka bertiga sepakat karena dalam keadaan yang sama. Mereka bertiga pun mengumpulkan uang yang mereka bawa, tentu Edward juga begitu setelah sebelumnya Edward diberi uang oleh Belial untuk persiapan pelatihan hari ini. Mata uangnya sama seperti game, hanya ada perunggu sebagai mata uang yang paling rendah, lalu perak dan terakhir adalah emas.     

'Jika tidak salah ingat, 100 perunggu adalah 1 perak, 10 perak adalah 1 emas. Belial memberiku 10 keping perak, bukannya terlalu banyak?' batin Edward ketika melihat kembali kantung uang dalam tasnya.     

Retto mengeluarkan 8 keping perunggu, Ivaldi mengeluarkan jumlah yang sama, sedangkan Edward hanya mengeluarkan 1 keping perak dengan perasaan gugup.     

"Wa--wah, untuk uang saku ternyata kau membawa keping perak ya."     

"Tidak disangka."     

Retto dam Ivaldi sedikit terkejut dengan uang yang diberikan Edward. 1 perak mampu membeli 10 mangkuk sup berukuran besar dan bisa membeli 50 buah Roti panggang, karena itu 1 perak saja sudah cukup untuk membawa 1 perak cukup untuk membuat mereka kenyang dan melepas dahaga. Mengetahui itu pun Retto dan Ivaldi kenbali memasukan uangnya kedalam tas dan bersamaan memegang pundak Edward.     

"Ed, kita ini teman, kan? Pakai uang mu dulu ya," ucap Retto seraya mengacungkan jempolnya.     

"Hah!?"     

"Setuju, lagipula kata Ibuku jika membawa uang perak harus segera di tukarkan menjadi perunggu," sahut Ivaldi juga melakukan hal yang sama.     

"Aku tau kau berbohong, Ivaldi," Edward menghela nafas berat, tidak menyangka jika sifat kedua kawan barunya benar-benar buruk soal uang "Baiklah aku mengerti, tapi kalian berdua saja yang membelinya. Ah lalu jangan dihabiskan uang ku!" lanjut Edward kemudian memberikan 1 keping perak itu kepada Retto.     

"Oke! Kalau begitu kami pergi dulu, tunggulah disini."     

Retto dan Ivaldi pun pergi membeli makanan di sekitar alun-alun Ibukota. Edward kembali menghela nafas, ia bukan tidak rela bahkan sejak awal ia tidak peduli dengan uang itu karena uang itu terpaksa ia bawa karena kekhawatiran Belial.     

Ia duduk sesekali menatap langit, kemudian memejamkan mata mendengarkan suara keramaian dan langkah kaki orang-orang disekitarnya. Ia biasanya tidak akan tahan dengan suasana sekarang, tapi entah kenapa saat ini ia tidak begitu memikirkan sekitarnya. Mungkin karena ia terlalu lelah? Atau mungkin ia sedikit terbiasa dengan orang lain yang tidak ia kenal.     

"Damai sekali ya."     

Edward seketika membuka matanya, terperanjat dirinya ketika mendengar suara gadis di dekat dirinya. Seorang gadis dengan rambut coklat diikat bergaya ekor kuda tersenyum tipis kearahnya, ia memakai seragam hitam hitam dengan plat baja di bagian dadanya. Edward setelah melihatnya langsung menjaga jarak dari dirinya.     

"A--ah maaf, apa aku mengejutkan mu. Aku tidak bermaksud melakukan itu," ucap perempuan itu tersenyum canggung karena rasa bersalah "Kau kadet, benar? Kalian berlatih dimana?"     

"E--eh? Ah sa--saya dilatih di benteng Drachen," jawab Edward sedikit canggung. Tidak seperti berbicara dengan Scintia, Edward masih merasa canggung dan gugup apa bila ia berbicara dengan perempuan yang tidak ia kenal. Meski pun ia sudah berniat untuk melawan rasa malunya.     

"Benteng Drachen? Itu berarti kamu dilatih Tuan Belial?" ucap perempuan itu tampak terkejut setelah mendengar ucapan Edward.     

"Be--benar, kenapa?"     

Ia menggelengkan kepalanya, senyumannya semakin jelas terlihat "Kalian beruntung bisa dilatih langsung oleh Tuan Belial," ucapnya.     

Edward tidak tahu bagaimana harus merespon ucapannya, ia terdengar sangat mengagumi Belial. Meski itu wajar saja, Belial adalah seorang Jenderal dari prajurit Kekaisaran, banyak pastinya prajurit Kekaisaran yang menjadikan Belial sebagai panutan atau menganggumi sosoknya itu.     

"Tapi kenapa kamu ada disini? Sedang tidak latihan?" tanya perempuan itu.     

"Oh, sebenarnya aku dan teman-teman ku sedang melaksanakan perintah. Tuan Belial memberi perintah untuk kami membantu prajurit senior dari pos penjaga, karena itu kami disini," jawab Edward terus terang kepada perempuan itu.     

"Ah begitu, pos berapa?"     

"Pos 104," Edward menunjukkan kertas undian yang ia ambil yang menunjukkan tempat juga pos dimana mereka ditempatkan.     

Perempuan itu mengambilnya "Ah! Aku tahu pos ini!" Ia tiba-tiba berbicara sangat keras sampai membuat Edward mengejang untuk beberapa saat.     

"Su--sungguh?"     

Tiba-tiba tangannya diraih dan di genggam perempuan, matanya seakan berkilauan menjawab pertanyaan Edward     

"Tentu! Aku bisa mengantarmu kesana kalau Kamu mau!"     

Sangat kuat, sangat dekat, Edward mengalami kejadian yang sama seperti saat pagi hari. Ia tidak bisa melepaskan tangannya, memalingkan wajah pun sulit ia lakukan karena sangat gugup hingga membuat dirinya hanya mematung penuh rasa malu.     

"I--itu ta--ta–."     

"Oooooh! Setelah dengan pelayan sekarang kau pun menggaet prajurit senior ya, begitu ya."     

Disaat yang tidak tepat, Retto dan Ivaldi kembalj membawa masing-masing bungkus kertas berisikan penuh dengan makanan. Perempuan itu pun melepaskan genggaman tangannya, tersenyum malu setelah mendengar dan melakukan apa yang tidak ia sadari.     

"Ti--tidak! Bukan–."     

"Apanya yang bukan! Kau ini memang sengaja ingin membuat ku iri ya."     

"Astaga! Aku bilang bukan begitu. Nona ini bilang jika dia tau dimana pos 104, Nona ini juga bisa mengantar kita!"     

Retto terdiam sesaat mendengarnya, kemudian pandangannya beralih pada perempuan yang tengah tersenyum malu.     

"Anda benar-benar tahu, pos 104?" tanya Retto sedikit tenang.     

"Ya, aku mengetahunya. Jika kalian mau, aku bisa mengantarkan kalian kesana. Tempatnya masih sedikit jauh dari alun-alun, tapi aku tahu persis dimana tempatnya, bagaimana?" tawar perempuan itu kembali.     

Tanpa pikir panjang Edward pun menerima tawarannnya "Begitu ya, syukurlah. Kami pikir kami akan tersesat lebih dulu, kalau begitu tolong antarkan kami," Retto mencondongkan tubuhnya, begitu juga dengan Ivaldi yang sedari tadi sedang mengunyah roti panggang.     

"Dengan senang hati," jawab perempuan itu memberikan senyuman indah kepada mereka.     

Setelah itu mereka pun langsung pergi dari alun-alun menuju pos 104, mengikuti prajurit perempuan yang secara kebetulan berbicara dejgan Edward.     

"Hey, dimana makanan ku?"     

"Hah!? Kau sudah membuatku iri, aku tidak akan membaginya."     

"Hey! Kalian membeli itu pakai uang ku! Lalu mana pula uang ku?"     

Ivaldi langsung memberikannya, hanya tersisa 45 keping perunggu lagi. Itu jumlah yang sedikit jika dibandingkan dengan melihat apa yang mereka beli.     

"Bagaimana bisa, kalian hanya membeli makanan kan?"     

Prajurit perempuan di depan mereka bertiga tertawa, ia tidak tahan setelah mendengar semua yang terjadi dibelakanya. Cukup keras hingga membuat Edward dan yang lain berhenti bertengkar.     

"Kalian benar-benar lucu ya. Kalian mungkin bisa menjadi rekan tim yang hebat," ucapnya memuji mereka.     

Edward juga Retto sedikit malu mendengar pujian perempuan itu, mereka sama-sama jarang mendapat pujian dari lawan jenis mereka karena itu ketika mendapatkannya mereka merasa cukup malu. Kecuali Ivaldi yang tampak tidak peduli dan sangat fokus sekali mengunyah makanannya.     

Melihat diamnya Retto, Edward langsung merebut kantong kertas yang dibawa Retto dengan cepat dan mengambil makanannya.     

"Hey!"     

"Apanya yang hey! Aku memiliki hak mengambilnya!"     

"Yap, dan mereka mulai lagi," tukas Ivaldi membuat tawa prajurit perempuan di depan mereka semakin tertawa sangat puas.     

Beberapa jam berlalu, langit biru berubah menjadi oranye, matahari pun turun dari titik tertingginya. Akhirnya setelah lama berjalan mereka pun sampai di pos yang dimaksud. Pos 104, gambaran mereka tentang pos penjaga sedikit berbeda. Mereka berpikir akan seperti sebuah barak, tapi kenyataanya pos 104 adalah sebuah rumah tanpa halaman berlantai 2.     

"Sekarang aku mengerti kenapa sepanjang jalan tidak menemukan pos yang lainnya, ternyata pos penjaga itu tempatnya seperti rumah biasa. Haaah," ucap Retto tidak menyangka dengan apa yang mereka lihat.     

Perempuan di depan mereka pun berdiri di depan pintu, kemudian berbalik dan menaruh kedua tangannya di pinggang "Baiklah! Kalian sudah sampai. Mulai hari ini kalian akan menjadi bagian dari pos ini."     

"Eh? Apa mungkin anda ..."     

"Namaku Fornelia, prajurit penjaga Ibukota, bermarkas di pos 104. Sekaligus menjadi penanggung jawab kadet selama ada disini, aku berharap kerja keras kalian kedepannya,"     

To be continue     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.