Chapter 125 -
Chapter 125 -
Apa yang seharusnya tidak terjadi, apa yang seharusnya baik-baik saja, kini berubah menjadi sebaliknya. Lelaki bermabut perak itu tak bisa berkelak lagi dan harus mengakhirinya, demikian juga sama halnya seperti seorang kesatria yang berada tepat di depannya. Mereka berdua saking berhadapan dengan pedang yang siap untuk menebas satu sama lain.
"Bukankah sudah kukatakan semuanya? Tolong mengertilah."
"Mana mungkin diriku percaya dengan semua ucapan mu!"
Mereka tak memiliki jalan keluar, hanya ada satu jalan untuk mengakhiri segalanya. Salah satu dari mereka ... Harus kehilangan kepalanya.
**
[1 message]
Tulisan itu berada di dalam kotak biru transparan, mengambang tepat si depan pandangannya dengan titik biru yang berkedip perlahan di bagian bawah kotak biru itu–hanya dirinya yang bisa melihat hal itu.
Begitu ia memusatkan pandangannya, sebuah kertas [Message] muncul dihadapannya, melayang untuk sesaat sampai akhirnya ia genggam. Kertas itu bertuliskan surat balasan untuk Void yang meminta bertemu dengannya, tetapi orang itu membalas dengan sebuah penolakan.
"Hmm ... Begitu," ucap Void menanggapinya tanpa rasa kecewa sama sekali.
Mona bertanya "Ada apa, paduka Void?"
"Aku baru saja mengirim surat kepada Raja Uridonia dan untuk bertemu, tetapi dia menolak karena aliansi sedang sangat siaga dan mencurigai Kekaisaran karena suatu hal."
Lizzy keheranan dan bertanya dengan emosi "Kalau begitu bagaimana? Para manusia itu memang tidak bisa dipegang kata-kata nya!"
Void mengangkat sebelah tangannya seakan menyuruhnya untuk diam "Tenang, Lizzy. Mereka tidak lepas tanggung jawab, Raja Uridonia mengerti kenapa diriku ingin bertemu dengannya. Dia menuliskan jika ia akan mencarikan cara agar toko kita di Uridonia bisa terhindar dari penetralan gereja."
"Be--begitu," jawab Lizzy merasa canggung.
Kemudian Void kembali berdiri dengan kedua tangan di pinggangnya "Meski begitu kita harus membuat rencana cadangan untuk menghalau rencana itu terjadi."
'Seharusnya ada alat untuk menghindari hal seperti itu ... Benar ada item sihir yang seperti itu ... Tapi dimana aku bisa mendapatkannya?'
Kabar kan pemurnian itu menimbulkan masalah untuk perencanaan Void kedepannya, meski dikara demikian, kepala sang Kaisar telah bekerja dan membuahkan satu solusi untuk mengeluarkan mereka dari masalah mereka.
Void meminta Mona untuk membawanya lebih dulu ke kota burung yang terletak di wilayah khusus, sebuah pemerintahan baru sedang dibentuk disana dengan pengamatan yang begitu ketat dari Kekaisaran. Penasihatnya juga ikut dalam andil pembentukan itu sebagai bentuk bantuan dari Kekaisaran.
Setibanya disana–depan gerbang kota burung, Void dalam wujud Edward kemudian terus melangkah hingga mereka sampai di gedung pemerintahan sementara wilayah khusus disana. Mereka melangkah tanpa diperhatikan oleh penduduk sekitar, Mona yang sesaat kebingungan langsung berbucara kala ia menyadarinya.
"Apakah ini juga salah satu alasan anda menggunakan wujud Edward?" tanya Mona tiba-tiba.
Terkejut sesaat Edward hingga ia menoleh kebelakang.
"Ah ... Tidak sepenuhnya benar," jawabnya kemudian menoleh kembali kedepan "Aku menyukai saat penduduk ku memberikan tatapan kagum dan penuh hormat kepada ku, tetapi di sisi lain diriku juga ingin melihat sisi yang tidak pernah kulihat dari penduduk ku," lanjutnya.
Mengkerut kening Mona mendengar penjelasan yang sedikit ambigu di telinganya "Sisi lain yang tidak pernah anda lihat?" tanyanya lagi.
Edward tanpa segan langsung menjawab dengan lugas "Benar, setiap orang pasti ya memiliki sisi yang tidak bisa ditunjukkan di depan orang lain ... Umm benar, misalnya seperti yang kujelaskan sebelumnya. Jika diriku menggunakan sosok ku yang sebenarnya, maka sangat sukit bagiku untuk menunjukkan kebaikan ku secara langsung. Tetapi dengan sosok ini, aku bisa menunjukkannya atau contoh lainnya ...," Edward menoleh kebelakang sesaat dengan sorot mata jahil mengarah kepada Mona "Dirimu," lanjutnya.
"Eh? Saya?" tanya Mona terkejut.
Tertawa pelan Edward mendengar dirinya terkejut, lalu ia kembali berbicara "Ya, dirimu jika di depan ku mungkin kau sangat menghormati ku, melayani ku sepenuh hati, menyambut ku dengan senyuman manis. Melakukan seperti halnya yang harus dilakukan oleh pelayan-pelayan ku, kan?"
"Ma--manis ...," Merona pipi gadis itu kala ia mendengar pujian sang Kaisar akan senyumannya hingga ia tak sadar dimintai pendapat oleh sang Kaisar.
Meski tanpa balasannya, Edward tetap melanjutkan ucapannya "Tetapi, bukankah ada juga sisi lain yang kau rahasiakan ... Misalnya, kau mengkhianati ku dan mencoba membunuh ku suatu saat."
Langkah pelayannya terhenti untuk sesaat, wajahnya yang tertunduk karena rasa malu langsung terangkat disertai ekspresi yang begitu tegang saking begitu terkejutnya mendengar ucapan Edward.
Edward pula menoleh kebelakang dengan sorot mata yang begitu dingin, ekspresi ya sangat datar seolah-olah mengintimidasinya.
"Pa--paduka ..."
"Fufu~."
Suara tawa sang Kaisar mencairkan suasana yang menegang dalam sekejap itu.
Iblis perak itu mendekatinya sembari berbicara kembali "Itu hanya contoh, jadi jangan terlalu serius, ya!" ujarnya begitu santai tanpa rasa bersalah sembari menepuk-nepuk pundak pelayannya.
Ekspresi tegangnya mencair, terlalu mencair hingga air mata menggenang di pelupuk mata Mona.
"Tuan, menjadikan contoh seperti itu sangat jahat. Saya tidak mungkin mengkhianati anda!"
"He--hey! Jangan menangis astaga, aku hanya bercanda!"
Ekspresinya hancur, dirinya berdiri menutupi seluruh wajahnya dengan tangan karena terlalu hancur hingga sulit ia perbaiki untuk sesaat.
Helaan napas lembut terdengar dari mulut Iblis berambut perak itu, tangannya secara perlahan menyentuh kepala pelayan itu dan mengusapnya secara perlahan seraya ia berbicara "Maaf, aku hanya mencontohkannya saja. Tapi hal seperti itu bisa saja terjadi, benar? Contohnya saja Lucifer, dia kuangkat jenderal kareja dia selalu menunjukkan penghormatannya kepada ku, tetapi belum lama ini dia memberontak dan ingin membunuh ku," ucapannya terdengar berat, ia mengangkat tangannya dari kepala pelayannya itu kemudian berbalik membelakanginya "Karena itu tidaklah mengherankan apa bila ada orang-orang yang memiliki rahasia dalam kepribadiannya ... Ya atau biasa disebut orang bermuka dua. Tetapi meski demikian, dirimu masih menaruh kepercayaan kepada kalian."
Mata Mona membulat sempurna begitu melihat Kaisar menoleh kebelakang dengan senyuman yang begitu lebar seakan memberikan semua kebaikan kepada dirinya. Terasa sesak di dada hingga membuat gadis itu gelisah untuk sesaat kepalanya tertunduk kembali cukup lama hingga ia menghela napas dan memperbaiki seluruh sikap dan ekspresinya.
Mona kembali berdiri tegap dengan senyuman tipis di wajahnya "Tuan, maaf atas sikap saya sebelumnya. Tetapi sungguh anda benar-benar membuat saya takut, karena itu saya mohon jangan ulangi lagi. Lalu, saya juga tidak mungkin mengkhianati anda, Tuan ku," ucapnya seraya membungkuk kearah Edward ditengah-tengah para Iblis bercampur dengan manusia burung.
Tatapan heran serta senyuman tipis yang terlukis diantara mereka meninggalkan jejak rasa malu untuk Edward hingga membuatnya panik untuk sesaat.
"He--hey! Sudahlah! Ayo kita cepat pergi. Setelah ini juga kita harus pergi," ucap Edward kemudian melangkah lebih dulu menjauh dari kerumunan itu.
"A--ah! Tunggu saya, Tuan Edward."
Hingga akhirnya mereka pun tiba di ruangan yang seharusnya digunakan oleh Lucifer untuk bekerja, ruangan walikota yang terletak di paling ujung kota itu dan letaknya cukup rendah dibandingkan hunian lainnya. Di ruang kerja, Edward melihat penasihat pribadinya tengah bersama dengan Corvus–seorang manusia burung yang cukup berumur, dia dipilih oleh sang Kaisar sebagai salah satu menteri di pemerintahan baru, serta pemimpin wilayah baru itu yang merupakan seorang Iblis murni bernama Haul. Mereka tampak tengah duduk bersama di ruang tamu dengan cangkir teh yang cukup untuk masing-masing mereka.
Edward mendekat dan menyapa "Yo, Tuan Owl. Selama siang juga tuan-tuan sekalian."
Mendengar suara serta melihat sosok yang tak asing dimata Owl, ia langsung berdiri tegak karena terkejut melihat kedatangannya.
Corvus bertanya dengan polosnya "Tuan Owl, siapa ... beliau?" tanya Corvus, menggunakan panggilan beliau untuk menghormati Edward kala dirinya melihat seragam petinggi Kekaisaran.
"Ah ... Dia–."
Edward merapatkan kakinya, menaruh telapak tangan kanan di dada kirinya kemudian membungkuk secara perlahan seraya mengenalkan dirinya "Perkenalkan tuan-tuan sekalian, saya adalah Edward, petinggi di Kekaisaran Iblis. Meski begitu sebenarnya saya belum lama bekerja," ucap Edward, ia tersenyum canggung kearah mereka selepas berdiri tegak kemudian.
Dirinya kembali menciptakan topeng untuk menutupi identitasnya yang asli. Hanya menghela napas Ink Owl mendengar segala kepalsuan dalam mulut sang Kaisar itu.
"A--ah ... Kalau begitu izinkan saya memperkenalkan diri, saya Corvus, menteri dari wilayah khusus Kekaisaran. Meski begitu, sebenarnya saya belum bekerja banyak," ucap Corvus dengan membalas ucapannya.
Seorang Iblis yang lebih jangkung darinya "Izinkan saya juga memperkenalkan diri, nama saya adalah Haul, saya adalah pemimpin wilayah khusus Kekaisara. Senang bisa mengenal anda, Tuan Edward."
"Ya senang bertemu dengan Tuan-tuan sekalian," kemudian mata Edward tertuju kepada Ink Owl dan kembali berbicara "Tuan Ink Owl, bisakah saya bicara empat mata dengan anda sebentar? Saya membawa pesan dari paduka Void."
Mengekerut kening Ink Owl kemudian, hanya anggukan kecil yang ia berikan. Setelahnya, Edward mendahului Ink Owl berjalan keluar dari bangunan itu dikala Ink Owl berpamitan dengan mereka. Cukup jauh Edward bersama dengan Mona menunggu Ink Owl. Sangat sepi, saking sepinya Ink Owl dapat memanggil Edward dengan nama identitas yang sesungguhnya.
"Ada apa, paduka Void?"
Void mendekat, cukup dekat hingga satu langkah lagi kening mereka bisa bersentuhan. Edwrd membisikkan segala informasi yang ia dapat dari mona, begitu mendengarnya, reaksi yang ditunjukkan Ink Owl sama persis seperti Void sebelumnya. Dirinya mengkerutkan kening disertai ekspresi yang begitu serius.
"Bukankah itu gawat? Jika gereja melakukannya maka semuanya gagal, paduka."
"Benar, karena itu aku ingin bertanya kepadamu, apakah kita memiliki alat sihir yang bisa menangkal pemurnian? Aku sudah lama tidak memeriksanya jadi ... kupikir kau mengetahuinya."
Termenung Ink Owl mengingat alat yang sang Kaisar pinta seraya memejamkan matanya, hingga matanya kembali terbuka bersama dengan jawaban yang ia dapat.
"Ah, ya kita memiliki alat sihir seperti itu atau lebih tepatnya aksesoris, sih. Kita memiliki kalung yang dapat menetralkan segala jenis dampak seperti racun bahkan hingga menjaga sihir penyamaran tetap terjaga. Tapi paduka, saya tidak menjamin untuk mengginakan aksesoris itu, karena saya tidak yakin jika aksesoris itu mampu menahan pemurnian dari gereja. Saya mendengar jika gereja memiliki sihir pemurnian yang kuat, jadi saya khawatir justru itu hanya akan sia-sia."
Penuturan Ink Owl membuat Edward menunduk dengan ekspresi yang amat mengeras.
"Begitu ya, apakah kau tidak memiliki solusi lain? Mau bagaimana juga kita harus segera melindungi aset-aset kita yang ada disana," desak Edward, tidak hanya operasi mendekatkan diri dengan manusia tetapi hal itu juga berkaitan dengan nyawanya. Mereka tak bisa meninggalkan segala kemajuan yang telah mereka raih begitu saja. Namun bak buah simalakama, jika mereka tak menemukan solusi juga maka hasilnya akan jauh lebih buruk daripada mereka menarik semua aset mereka dan memulai dari awal lagi "Tetapi jika tidak bisa tidak apa-apa, mungkin sudah saatnya kita–."
Tetapi dikala ia mau menyerah, Ink Owl mengeluarkan sebuah pernyataan yang bisa menimbulkan solusi "Tidak, paduka. Saya tahu siapa yang bisa membuat alat sihir seperti itu."
Edward menerka "Dwarf, ya?"
Ink Owl mengangguk perlahan seraya menjawab "Benar sekali," kemudian ia kembali berbicara "Seperti yang anda tahu jika Dwarf memiliki keterampilan yang cukup mumpuni, sebagian besar ilmu penempaan di Kekaisaran juga berasal dari Negeri Dwarf."
"Begitu ya."
"Ya, kalau begitu saya akan pergi–."
"Apa yang kau pikirkan? Pekerjaan mu disini belum selesai, jadi selesaikanlah sampai tuntas. Aku tidak ingin wilayah khusus kita berakhir dengan kegagalan, mengerti?"
Menunduk burung hantu itu begitu ia mendapatkan peringatan keras dari sang Kaisar.
"Ma--maafkan saya," ucap Ink Owl penuh penyesalan.
Edward kembali berkata dengan senyuman yang sedikit merekah di wajahnya "Daripada itu, lebih baik kau kirimkan pesan melalui message kepada Riedle tentang kedatangan ku. Tuliskan jika ini mendesak."
"Ba--baik!"
Setelah ia menjawab, Ink Owl langsung menuliskan apa yang Edward perintahkan. Mereka hanya bisa bergantung kepada Dwarf setelahnya, apakah mereka bisa membantu atau tidak.
**
Puluhan ribu penduduk berkumpul di pinggiran jalan kota perdagangan Kerajaan Abyc. Dengan ekspresi kagum serta bertanya-tanya kala mereka menyaksikan kuda-kuda putih dengan orang-orang berzirah perak si atasnya, bersenjatakan tombak yang mereka hadapkan ke langit.
Lalu, dia prajurit diantaranya memasangi bendera di ujung tombak mereka. Bendera dengan latar putih dengan sebuah garis emas membentuk perisai di bagian tengah, lalu di bagian tengah perisai itu terdapat sebuah salib di tengahnya. Ranting dengan daun lebat berdiri tegak agak menyamping di bagian bawah perisai.
Mereka semua mengenal bendera yang kini dengan megahnya berkibar di jalan utama kota mereka, pasukan kecil itu dikenal sebagai pasukan suci milik Holy Civitas dan Meridonialis. Mereka datang setelah beberapa hari sebelumnya tersiar sebuah berita dari Kerajaan bila kedatangan pasukan suci beserta para pendeta akan melakukan pemurnian secara masal di kota perdagangan dan mereka juga memerintahkan agar seluruh penduduk bahkan hingga pedagang harus hadir dalam pemeriksaan masal itu.
Namun dari semua toko yang buka disana, hanya ada satu toko yang namanya sudah mulai melejit hingga produk yang dijualnya amat digemari oleh penduduk dalam maupun luar kota. Pasukan suci itu berhenti tepat di depan toko itu, pemimpin mereka–memakai zirah yang cukup berbeda dari prajurit suci biasanya, terkesan lebih tebal dan tegas serta hanya dirinya yang mengenakan helm perak yang menutupi seluruh wajahnya; yang lain hanya menutupi bagian sekitar mata saja dengan lubang untuk melihat.
Toko itu tertutup sangat rapat, tirai putih menutup jendela pajangan, bahkan barang-barang yang dipajang dekat jendela yang biasanya ada pun kini tiada.
"Siapa pemilik toko ini?" tanya Neil'o kepada bawahannya.
Seorang bawahan yang sudah diberi izin untuk memeriksa semua identitas penduduk, membawa daftar yang di dalamnya tertulis seluruh penghuni serta pemilik kediaman di kota itu dan salah satunya juga pemilik toko yang ada dihadapan mereka.
Bawahannya kemudian menjawab "Toko ini ... Dikelola oleh orang kepercayaan Raja August von Uridonia, Tuan Neil."
Terheran sang pemimpin kesatria suci itu hingga mengeluarkan nadanya "Orang kepercayaan? Tapi hanya karena dia orang kepercayaan sang Raja bukan berarti jika dia bisa tidak hadir hari ini ..."
Kemudian dirinya turun dari atas kuda lalu berjalan mendekati pintu toko itu. Namun tak lama dirinya kemudian, tirai dari dua jendela dibuka oleh dua gadis yang mengenakan pakaian pelayan dengan warna yang berbeda, namun celemek yang mereka gunakan berwarna putih serupa. Suara kunci pintu yang diputar mereka dengar, hingga kemudian dua pintu toko itu dibuka oleh seorang lelaki berambut perak yang matanya langsung terpaku melihat kelompok prajurit mengepung tokonya.
"E--eh? A--anu ... Saya tidak melakukan hal yang aneh ..."
"Jika anda bicara seperti itu justru anda akan dicurigai, loh."
"E--eh!? Be--begitu ..."
Lelaki itu seketika panik hingga tampak ketakutan dihadapan Neil, hanya tanggapan biasa yang Neil berikan kala dirinya mulai berbicara seakan meminta ampunan kepadanya.
"Tenang saja, Tuan. Kami tidak akan melakukan apa-apa, kami hanya kebetulan berhenti di depan toko anda. Mau bagaimana juga semua orang yang tinggal di kota ini meski itu pedagang yang menetap sementara. Anda sudah mendengarnya, kan? Perihal pemurnian di kota ini?"
Lelaki itu terdiam sesaat dengan sorot mata yang teralih ke tanah; dirinya berusaha mengingat kembali sesuatu tentang hal yang dikatakan oleh sang kesatria suci.
"Ah benar! Saya mengingatnya," ucapnya tiba-tiba disertai wajah terkejut "Saya juga mendapat surat pemberitahuan itu. Lalu saya tidak berniat tutup, hanya saja saya sedikit terlambat membuka toko," lanjut lelaki itu sembari tersenyum.
Namun meski disambut ramah, Neil tak mengubah suaranya sama hal dengan ekspresi di balik helmnya "Begitu," kala ia meresponnya, Neil menoleh ke sekelilingnya seakan-akan mencari sesuatu yang amat membuatnya penasaran.
"Kenapa, Tuan Kesatria?" tanya lelaki muda berambut perak itu.
Neil menggeleng "Tidak, aku hanya ... Tidak, lupakan. Tolong tetaplah buka sampai pemurnian selesai dilakukan, Tuan ..."
Lelaki itu menunjukkan seringai tipis di wajahnya, senyuman penuh arti yang diberikan kepada sang Pemimpin kesatria suci.
"Edward."
Mematung sesaat pemimpin kesatria suci itu kala melihat senyumannya, dirinya hanya terdiam dengan sorot mata yang terus tertuju kepada lelaki yang tersenyum kearahnya. Hingga kemudian dirinya memalingkan tubuhnya; membelakangi Edward sepenuhnya dan berjalan kembali menuju kudanya kemudian menungganginya. Selepas itu dirinya kembali berbicara "Tolong pastikan untuk tidak membiarkan pegawai anda keluar dari toko, Tuan Edward," kemudian dirinya bersama pasukan suci lainnya berjalan dengan arah menuju sebuah gereja yang ada di dekat taman pusat kota.
Sesampainya disana, pasukan suci lain yang juga ditugaskan untuk memeriksa seluruh keadaan kota tiba secara bersamaan di depan gereja. Atas izin dari Kerajaan Uridonia serta perintah dari gereja, mereka diizinkan untuk menggunakan gereja sebagai tempat istriahat mereka untuk sementara. Di dalam gereja juga hanya ada beberapa kamar yang biasanya digunakan untuk orang-orang yang tak memiliki tempat tinggal sementara, mereka diizinkan untuk menggunakan ruangan itu sebagai tempat istirahat untuk melepas lelah mereka.
Di dalam kamar, Neil duduk sendirian di sebuah kursi bulat tanpa punggung. Seraya dirinya menguela napas, ia melepaskan helm perak itu kemudian menaruhnya di atas meja. Rambut hitam panjang terurai dengan indahnya seakan merasakan kebebasan setelah cukup lama disekap di dalam helm perak yang amat panas bila dirasakan.
Tiba-tiba pintunya diketuk seseorang "Siapa?" tanya Neil dengan suara berat.
"Ini aku, Vinne."
Suara seorang gadis dengan menyebutkan namanya yang Neil kenal membuat ekspresi kaku Neil seketika menjadi lemas dia diukir sebuah senyuman kecil di wajahnya.
"Masuklah," balas Neil.
Suara beratnya menghilang, berganti dengan suara lembutnya nan jernih seorang gadis. Wajahnya kecil, iris mata hitam Onyx, lalu memiliki lesung di pipi menambah kemanisan di wajahnya.
Pintunya kemudian terbuka, menampakkan sosok gadis berambut coklat agak bergelombak dengan zirah yang masih melekat di tubuhnya. Dirinya
"Leila, kamu melepasnya?" tanya gadis itu kemudian berjalan masuk ke kamar Neil, atau sebagaimana gadis itu menyebutnya Leila.
Neil mengembungkan pipinya dengan ekspresi yang amat kesal "Aku sudah bilang untuk tidak menggunakan nama itu, kan? Kita sedang bekerja, jadi tolong gunakan nama yang diberikan oleh paus!" ucapnya penuh peringatan.
"Ahahah maaf maaf. Habisnya kamu melepaskan helmnya, jadi kupikir kamu sedikit bersantai," ucap gadis itu, dirinya terus berjalan mendekat hingga akhirnya duduk di atas ranjang Neil.
Berbalik Neil melihatnya, pipinya yang mebgembung kembali normal seraya berganti dengan senyuman tipis di wajahnya.
"Jadi, bagaimana menurutmu? Bukankah kamu sudah mendengar kebenarannya tentang aliansi, kenapa sekarang kamu menuruti mereka?" tanya gadis itu.
Informasi yang di dapat oleh Neil dari gereja jauh lebih jelas dibandingkan informasi yang diberikan oleh para petinggi Kerajaan Meridonialis. Tenntang sebuah kebenaran apa yang terjadi di Kerajaan Abyc sungguh tak bisa ia terima, itulah alasannya membawa gereja untuk menolak serangan ke Kerajaan Abyc kembali meski ada dugaan campur tangan Iblis.
Neil kemudian membalas dengan wajah serius "Ini berbeda, permintaan mereka kali ini sedikit lebih waras daripada sebelumnya, meski kita harus mengeluarkan banyak tenaga untuk melakukannya. Pendeta dari gereja pusat membantu sih untuk menangani kota-kota lainnya dan pendeta-pendeta lokal juga membantu jadi tidak begitu memberatkan, meski begitu tetap saja terasa merepotkan."
Gadis itu tertawa mendengarkan keluhan seorang pemimpin kesatria suci yang selalu mengenakan zirah kemana pun ia berada, menjadi pengecualian apabila untuk orang-orang terdekatnya. Suasana hening cukup lama setelah gadis itu tertawa, terasa berat hingga pertanyaan gadis berambut coklat itu semakin memberatkan suasana.
"Apa menurutmu Iblis benar-benar ada hubungannya?"
Neil langsung membantah "Sudah kubilang kita tidak memiliki–."
Namun gadis itu kembali memotong ucapannya "Tidak, maksudku. Aku hanya meminta pendapatmu, kita percaya jika gereja pusat benar dan bahkan itu mendukung dengan pernyataan yang kau dengar dari Jenderal Helsper, kan? Tetapi bagaimana jika sebenarnya ada informasi yang tidak gereja ketahui dan Kekaisaran Iblis benar-benar dibalik semua ini? Maksudku kamu mendengarnya juga, kan? Kerajaan Uridonia pernah sekali dikudeta oleh Jenderal prajurit ya dan menyerang Negeri para dwarf, saat itu juga Kekaisaran langsung menerjunkan pasukannya hingga melewati perbatasan Kerajaan Uridonia."
Pertanyaan terlontar seenaknya dari mulut gadis itu yang hanya berdasarkan spekulasi juga kecurigaannya yang terdengar seperti apa yang dikatakan oleh para pemimpin Kerajaan Hertia.
Neil langsung membalasnya "Hentikan, Vienna," ucapnya dengan ekspresi serius hingga membuat gadis berambut coklat bernama Vienna itu terdiam seketika "Diriku juga tidak menyukai Iblis, mereka adalah makhluk jahat yang bisa mempengaruhi jiwa manusia, mereka juga sumber dari segala kejahatan. Tetapi Vienna, diriku tak ingin beranggapan tanpa bukti bagai orang bodoh. Karena itu aku tidak bisa menuduh mereka sembarangan. Bukan karena apa-apa, tetapi jika kita tak sengaja memancing mereka untuk marah, mereka bisa saja memanfaatkan itu untuk menyerang umat manusia," dirinya kemudian berbalik; menghadap kearah temannya itu dengan ekspresi yang sama sekali tak berubah "Mereka sangat berbahaya, mendengar Belial masih hidup saja membuatku merinding untuk sesaat, bagaimana dengan sosok Kaisar? Aku ingin membasmi mereka, tetapi sangat berbahaya jika melakukannya terburu-buru. Karena itu kita tidak bisa mencurigai mereka sembarangan, mengerti?"
To be continue