Last Boss

Chapter 81 - Kunjungan ke kota burung



Chapter 81 - Kunjungan ke kota burung

3Kursi kepemimpinan wilayah kota burung kosong sejak kalahnya Sang Lucifer akan kudeta yang ia lakukan kepada sang Kaisar. Kursi kosong itu harus diisi, bagaimana pun juga harus ada seseorang yang mengatur kota sekalipun itu hanya penduduk biasa. Mereka–para penduduk Kota burung memilih seseorang manusia burung yang juga bekerja bersama dengan Lucifer dalam mengurus kota.     

Kunjungan sang Kaisar pun ia ketahui, sebagai penanggung jawab sementara Kota itu, dirinya bergegas menemui sang Kaisar. Namun begitu ia mendekat, langkahnya seketika terhenti seakan sesuatu menahannya.     

"Aku mengerti semuanya, jadi tidak perlu meminta maaf. Lain kali berhati-hatilah dan perhatikan langkah kalian, ya. Karena, jika suatu hari kalian mendapat pemimpin baru dan kalian terjatuh di depannya. Kalian tidak tahu apakah kalian akan dibantu seperti saat ini atau akan ditendang hingga terjatuh dari sini."     

Kata-kata yang Kaisar bagaikan pedang tajam yang menusuk mereka semua, sindiran yang langsung dilempar kepada penduduknya secara tak langsung membuat mereka terdiam mematung seketika. Mereka salah, mereka menyadari itu. Membuat tidak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut mereka.     

Namun Void tersenyum kepada Ibu dan anak yang tengah berlutut dihadapannya, mengajak sang Ibu dan sang anak berdiri dari tempat mereka "Kota ini indah, pemandangan dan suasana kotanya benar-benar luar biasa, benarkan, Roxine," ucapnya lalu mengusap kepala gadis ajin bersamanya.     

Roxine tersenyum lebar dan menganggukkan kepala dengan semangat seraya mengeluarkan suara "Um!" Tandanya setuju dengan ucapan sang Kaisar.     

Walikota sementara itu pun mendekati sang Kaisar, Ibu dan anak itu juga seketika menyingkir kembali berbaris bersama penduduk lainnya. Walikota itu berlutut bersama dengan dua pengawalnya, memakai zirah namun tak membawa tombak.     

"Selamat datang di kota burung, paduka Void," sambut sang walikota     

"Anda siapa?" tanya Void kepadanya.     

"Paduka Void, saya adalah penanggung jawab sementara kota burung, nama saya Crovus."     

Dirinya terlihat sudah berumur, jika dibandingkan dengan usia manusia, maka usia Corvus sekitar 60 tahun, begitulah menurut Void setelah bertemu dengan walikota sementara itu.     

"Begitukah, kalau begitu bisakah anda mengantar saya berkeliling? Akhir-akhir sejujurnya kepala saya sedikit sakit karena masalah terus datang, jadi saya ingin sedikit ... Ya bisa dikatakan berlibur sebentar," ucap Void kepadanya seraya tersenyum ramah.     

Corvus bersama dengan pengawalnya berdiri, wajah mereka murung dan Corvus mencoba berbicara dengan bibir yang gemetar karna keraguan dalam dirinya, namun seakan tak sanggup ia merapatkan bibirnya kembali.     

Void seakan sudah tahu apa yang membuatnya ragu langsung berkata "Apa yang sudah terjadi tidak perlu dipikirkan. Aku kesini hanya untuk melihat-lihat saja, untuk hukuman seperti yang kota lain dapat akan di urus oleh penasihat ku."     

Wajahnya terlihat lebih ringan sedikit, ia dan pengawalnya memberi hormat kepada sang Kaisar seraya berkata "Baik, paduka Void," lalu tak sengaja ketika mengangkat kepala, matanya tertuju kepada gadis ajin dengan pakaian bagaikan seorang putri tanpa mahkota. Ekornya terus bergerak, senyuman terlukis di wajahnya dan matanya memandang begitu polos sebagaimana anak-anak pada umumnya.     

Void tiba-tiba berbicara memperkenalkannya "Ah benar, mungkin saya harus mengenalkannya, mau bagaimana juga gadis ajin ini adalah bagian dari Istana Kekaisaran, sekarang."     

"Eh?" Wajahnya beserta pengawal hingga penduduk sekitarnya terkejut mendengar hal itu, raut kebingungan begitu nampak di wajah mereka seakan bertanya-tanya kenapa hal itu bisa terjadi.     

"Kenapa wajah kalian seperti itu?" tanya Void keheranan.     

Dengan bibir gemetar, sang Walikota sementara itu bertanya "Pa--paduka, maaf jika saya lancang, tapi apa tidak masalah jika Ajin masuk ke Istana?"     

Kening Void seketika mengkerut dengan keras mendengar pertanyaan itu "Apa maksudmu?"     

Corvus langsung membungkuk dihadapannya dan berkata "Maafkan saya paduka, saya hanya mendengar hal itu dari Jenderal Lucifer, jika Istana Kekaisaran memiliki aturan untuk melarang ajin masuk kedalam Istana."     

Void terdiam sejenak, secara teknis ia belum lama menjadi Kaisar dan belum mengerti secara betul aturan yang ada di Istananya sendiri. Void menoleh perlahan kepada Scintia dan bertanya perlahan "Apa aku membuat peraturan seperti itu?"     

Scintia langsung menggelengkan kepala dan menjawab dengan cepat "Tidak ada peraturan seperti itu paduka, jika ada peraturan seperti itu bukankah akan merepotkan Jenderal Iblis ke 10, Tuan Felis? Sebab beliau juga ras ajin dari hewan kucing," terang Scintia.     

Void langsung menghela nafas dengan kasar, lagi-lagi mantan Jenderal Iblis Lucifer menyebarkan berita yang tidak benar kepada penduduknya, secara tak langsung ia khawatir jika penduduknya yang lain juga berpikir demikian.     

"Astaga. Kau sudah mendengarnya, aku sama sekali tidak membuat peraturan seperti itu," ucap Void meluruskan kesalahpahaman, lagi.     

"Ma--maafkan atas ketidaktahuan kami paduka, kami benar-benar tidak tahu jika paduka tidak membuat peraturan seperti itu. Karena Tuan Lucifer yang berbucara, kami mempercayainya begitu saja," ucap Corvis tampak menyesal pula dirinya.     

Void kwmbali tersenyum "Tidak apa, aku tidak bisa menyalahkan kalian. Memang Lucifer lah yang bersalah," ucap Void kepadanya, meski tidak membuat rasa bersalahnya menghilang "Kalau begitu aku perkenalkan lagi, gadis ajin ini adalah Roxine, aku merawat sebab dia tidak memiliki tempat tinggal lagi," lanjut Void seraya mengelus kepala Roxine. Kemudian, Void terdiam sesaat. Memandang sang gadis ajin dengan tatapan miris seraya terus mengelus kepala Roxine, Void kembali berkata "Roxine ... Sulit mengatakan bagaimana kami bisa bertemu, tapi asalkan anda tahu, Roxine juga salah satu budak yang kuselamatkan pada hari itu bersama dengan Iblis, Ajin dan Elf."     

"Ah ..."     

"Karena itu, ketika yang lain memiliki tempat untuk pulang ke keluarga mereka, hanya Roxine saja yang tidak memilikinya. Tempat tinggalnya telah tidak ada karena diserang dan beberapa ajin dari kelompok hewannya telah tidak ada, kata Roxine sendiri jika mereka semua selain Roxine yang ditangkap sudah dijua ke manusia. Karena itu aku–. Eh?"     

Begitu Void menaikkan kepalanya lagi, ia melihat wajah rasa bersalah dan penyesalan pada penduduk Kota. Membuat Void dan Roxine kebingungan seketika melihat mereka.     

"E--eh? Kenapa? Ada apa?" tanya Void.     

Pelayan pribadinya yang paham situasi pun membisikkan alasan mereka seperti itu "Bukankah anda tahu, jika anda juga dituduh menjual bangsa anda," ucapnya.     

"Aah ...," Hanya seperti itu respon Void, dirinya kembali menatap Roxine lalu menggendongnya kembali 'Aku rasa ada untungnya juga membawa Roxine, oke sip, mulai hari ini aku akan membawa Roxine setiap kunjungan,' dia memanfaatkannya.     

Corvus dan para penduduk kemudian membungkuk bersama-sama dengan penuh rasa penyesalan, Corvus mewakili mereka pun berkata "Paduka, tolong maafkan kami, ampuni kami yang benar-benar bodoh karena sudah termakan berita yang tidak benar. Sungguh, anda benar-benar memperdulikan bangsa anda, kami bodoh karena percaya jika anda mengkhianati bangsa anda sendiri, tolong ampuni kami, paduka Kaisar agung Void," ucapnya dengan suara berat dan gemetar sebab rasa penyesalan yang sungguh mereka rasakan.     

'Walah, aku begitu dipuja,' begitulah pikir sang Kaisar agung setelah mendengar permintaan ampun dari rakyatnya 'Rasanya tidak nyaman sekali, tapi ya ... Rasa penyesalan itu sulit sih, jika kumaafkan begitu saja, mereka pastinya tidak bisa menerimanya,' lanjut pikir Void. Kemudian dengan senyuman ia berkata "Baiklah, aku ampuni kalian. Tetapi peraturan tetaplah peraturan, kalian sudah melanggarnya dan kalian tetap mendapat hukuman. Seperti yang kubilang, Ink Owl akan memberitahunya nanti, mengerti?" tegas Void kepada mereka semua.     

"Baik, paduka Void," ucap mereka serempak.     

Void mengangguk-angguk senang akan jawaban mereka "Bagus, sekarang aku ingin melihat kota kalian, seperti yang kupinta sebelumnya, apa bisa?" pinta Void sekali lagi.     

Corvus menegakkan tubuhnha kembali dan menjawah "Tentu, paduka Void. Mari saya antar anda berkeliling."     

Pengampunan singkat itu akhirnya berakhir, Void beserta rombongannya berjalan menyusuri jalan kayu yang dibuat oleh para penduduk. Berjalan menyebrangi jembatan menuju sisi lain tebing, merasakan sensasi hembusan angin yang sedikit kencang. Sekilas kota itu nampak begitu sempit, namun disaat yang sama, sejauh ia berjalan begitu terasa sangat luas meski bangunan yang ada hanya berada di tebing gunung. Bagian tengah dibeberapa tempat diberi jembatan penghubung, ada beberapa pohon juga yang sangat tinggi dari dasar hungga mencapai ke tengah kota.     

"Wah, hebat," gumam Void menatap pohon besar yang begitu lebat akan dedaunan.     

Void melihat beberapa anak manusia burung juga bermain disekitar batang pohon, mereka terbang saling kejar-kejaran dengan wajah bahagia dan tanpa sadar sedang di lihat oleh sang Kaisar.     

Mereka kembali berjalan, tujuan kedua setelah melihat-lihat adalah kuliner. Sangatlah kurang jika berkunjung ke suatu kota unik tidak mencicipi kulinernya, biasanya mereka memiliki makanan khas tersendiri, begitu menurut Void dalam pikirannya dan langsung meminta Corvus ke rumah makan yang ada di kota ini. Tanpa penolakan Corvus membawa Void menuju salah satu rumah makan terkenal di Kota burung, rumah makan itu berada di tebing paling rendah. Corvus mengatakan karena mereka tidak memiliki banyak tempat untuk sebuah rumah makan besar, jika terlalu tinggi akan sangat buruk karena hembusan angin yang semakin kencang bahkan sebelum berdiri juga akan kesulitan membangun rumah makan itu.     

Meski dibawah seorang diri, rumah makan itu cukup besar untuk menampung beberapa orang, terlebih mereka juga bisa makan diluar sambil melihat pemandangan pepohonan yang rindang.     

"Silahkan, paduka."     

"Selamat da–. Eh!? Ka--ka--kaisar agung, paduka Void!?"     

Reaksi sang pemilik restoran beserta para pelayan memberikan reaksi yang paling bagus sejauh Void ketahui, Void hanya tersenyum kepada mereka semua.     

Seorang manusia burung yang mengenakan rompi hitam serta kemeja lengan panjang berwarna putih di baliknya mendekati Void, lalu ia membungkuk sebagaimana pelayan akan melayani pelanggan.     

'Sudah kuduga ada pakaian modern di era medieval,' batin sang Kaisar melihat pakaian pelayan pria itu.     

"Se--selamat datang, paduka Void. Sa--saya adalah pemilik restoran ini. Apakah ada yang bisa saya lakukan u--untuk anda, paduka?" ucap pria itu benar-benar gugup hingga bicaranya terbata-bata.     

Corvus pun menjawab mewakili Void "Paduka berkata ingin merasakan hidangan Kota burung," ucapnya.     

Reaksinya kembali terulang, dirinya terkejut mendengar ucapan itu "Be--begitu, kalau begitu akan kami hidangkan yang terbaik. Silahkan pilih tempat duduk sesuka anda, paduka," ucap pemilik restoran itu kembali dengan senyuman lebar nan kaku.     

Atap dan lantai terbuat dari kayu berwarna kuning kecoklatan, sementara dindingnya dibuat dengan batu dan bahan yang begitu kokoh seperti rumah pada umumnya. Tidak begitu terasa istimewa di dalam Restoran, Void menoleh keluar lalu ia berkata "Kalau begitu kami akan makan diluar, pemandangannya juga bagus," ucap Void kepada mereka.     

Berada dibawah kanopi depan restoran, bagian tepi juga diberi pembatas yang sangat kokoh hingga tidak mungkin akan membuat mereka terjatuh dengan mudah. Para prajurit sudah memastikan keamanan tempat itu dalam sekejap, dengan isyarat anggukan mereka memberitahu Scintia jika tempat itu aman.     

Lalu Scintia tiba-tiba meminta izin kepada Void dan pemilik restoran itu, ia berkata "Paduka, Tuan pemilik restoran, izinkan saya bergabung di dapur juga. Sebagai pelayan pribadi saya ingin tahu tentang masakan kalian, mungkin saya bisa belajar sedikit," begitulah ucapnya.     

Akan tetapi Void sadar jika itu hanyalah alasan Scintia saja untuk mengamankan makanannya. Mereka bisa dibilang berada di tempat dimana sang Kaisar dibenci, tidak akan mengherankan jika ada yang menyerang secara terang-terangan atau diam-diam hingga secara tak langsung juga.     

Void membalas "Aku tidak masalah, jika tuan pemilik restoran mengizinkannya."     

"Kalau begitu silahkan, Nona, saya tidak melarang anda," sahut pelayan itu.     

Scintia membungkuk lalu ia berjalan menuju dapur bersama dengan pemilik restoran itu, sedangkan Void dan Corvus juga Roxine berjalan keluar restoran, duduk didekat tepian yang menghadapkan langsung dengan pemandangan akan pepohonan yang rindang.     

Void tidak makan seorang diri, ia meminta Crovus menemaninya makan "Corvus, silahkan duduklah dan makan bersama ku."     

Namun Corvus berkata ingin menolak "Ti--tidak paduka, saya tidak bisa–."     

Akan tetapi Void langsung memotongnya "Itu bukan permintaan, tetapi perintah," ucap Void seraya tersenyum tipis kepada walikota sementara itu, Void menggunakan jabatannya untuk memaksa seseorang, meski licik tetapi Void tidak segan melakukan hal itu.     

Dia langsung duduk tanpa segan lagi, mematuhi perintah sang Kaisar. Tidak ada pembicaraan hingga masakan restoran itu tiba, selama itu pula Void selalu menatap kearah pepohonan yang rindang seraya seaekali mengelus kepala Roxine.     

Mengelus dengan lembut, tersenyum manis kepada gadis ajin itu hingga bertanya hal-hal kecil sebagai bentuk perhatiannya. Corvus hanya terdiam dengan rasa bersalahnya, melihat sang Kaisar memberikan perhatian kepada ras yang berbeda dengan sang Kaisar sedikit menyakiti hatinya sendiri.     

Terasa pahit namun ia juga merasa beruntung, bisa melihat sisi lain sang Kaisar yang tegas dan berwibawa, menunjukkan sisi perhatiannya kepada gadis ajin yang ia rawat sendiri benar-benar sebuah keberuntungan bagi Corvus.     

Menatap wajah pahlawannya, bisa dekat dengannya pun sudah membuat gadis ajin itu bahagia. Entah sejak kapan ia merasa begitu, hanya dengan bersamanya benar-benar terasa hangat.     

Akan tetapi, dirinya adalah ajin, dia adalah ras campuran dari hewan dan juga manusia. Dirinya dianggap ras paling buruk di dunia ini sebab memiliki dua darah berbeda yang mengalir dalam tubuhnya. Apakah dirinya benar-benar pantas berada di Istana itu? Memakai gaun dan mendapat pelayanan bagaikan seorang putri, apakah dirinya benar-benar pantas mendapatkan hal itu? Padahal dirinya sudah mencoba melukai Iblis itu, tetapi kenapa dia begitu baik dengan ku? Pikiran Roxine terkadang begitu rumit hingga ia sendiri tak mengerti apa yang ia pikirkan, begitu juga dengan perasaan dan keingininannya.     

Makanan telah tiba, bersamaan dengan Scintia keluar dari dapur, beberapa pelayan membawa nampan yang ditutupi tudung makanan yang terbuat dari baja tahan karat. Mereka kemudian melepas tudung saji itu satu persatu dan menaruhnya diatas meja Void.     

Tidak ada yang terjadi, Scintia juga tidak memberikan isyarat khusus kepada Void ataupun pengawal lainnya, itu tanda jika ia selesai dengan tugasnya mengawasi semua makanan yang akan dihidangkan kepada sang Kaisar.     

To be continue     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.