Last Boss

Chapter 102 - Gadis misterius



Chapter 102 - Gadis misterius

2Langit terang berganti gelap, penduduk ibukota Kerajaan Abyc bersiaga penuh dan bersiap kala mereka mendengar jika pasukan 3 kerajaan akan segera datang ke ibukota mereka. Mereka memperkuat barikade yang mereka buat, berpatroli dan besiap di beberapa titik untuk melakukan perlawanan.     

Diatas menara jam, sesosok iblis berambut perak memandangi mereka semua. Tak ada ekspresi yang berarti di raut wajahnya, ia hanya terdiam sembari tersenyum tipis melihat betapa berusahanya para manusia untuk mempertahankan tempat tinggal mereka.     

"Bagaimana menurutmu, Uksia?" tanya Edward kepada seorang pelayan yang tak jauh berada di dekatnya.     

Dengan ekspresi datar yang tak pernah berubah, Ukisa menjawab dengan nada suara serius "Ah ya ... Usaha mereka mungkin sia sia, tetapi mereka mungkin bisa bertahan jika kota benar-benar diserang."     

"Benar sekali. Semangat juang mereka yang bisa menyelamatkan mereka, tetapi sayangnya semangat juang mereka tidak bisa mereka tunjukkan," ucap Edward sependapat dengan pelayannya, ia masih terus menatap pemandangan penduduk desa kemudian menutup matanya sesaat "Pangeran memakai sosok boneka yang dicintai oleh penduduknya, aku menjamin sebentar lagi juga mereka akan menyerah," tambahnya lagi yang telah mengetahui semua yang dilakukan oleh sang pangeran, dirinya menoleh kearah Uksia yang sedang menatap lurus ke arah Istana Kerajaan Abyc "Oh apakah dia baik-baik saja?" tanya Edward sembari mendekatinya dan ikut menatap Istana yang amat megah meski tak semegah milik Kekaisaran.     

Uksia terdiam sesaat sembari napasnya berhembus pelan dengan mulut tertutup "Hmm," cukup lama sembari matanya terpejam sesaat "Saya pikir dia akan mati," ucapnya tanpa beban sama sekali.     

"Hah?" Edward terkejut sekaligus tak habis pikir dengan apa yang dia katakan "Tunggi, apa maksudmu?" tanya Edward bingung.     

"Saat ini Tuan Loyd sedang bersama dengan badut di balkon istana lantai 3. Wajah mereka tampak santai, mungkin itu berarti mereka sudah bisa mengatasi pemberitahuan dari garis depan. Jika seperti itu maka rencana badut itu akan gagal dan tak memiliki pilihan lain untuk melakukannya," jelas Uksia entah ia menerka atau benar-benar mengetahui apa yang terjadi di Istana.     

Berita dari garis depan mereka tahu semua, tentu termasuk mundurnya Jenderal Helsper dan juga sang pangeran yang menggunakan adiknya untuk naik takhta. Tetapi Edward sama sekali tidak memperkirakan jika apa yang dikatakan Uksia bisa terjadi.     

"Berikan aku teropong," pinta Edward, kemudian Uksia memunculkannya melalui ruang dimensi sihir dan memberikan sebuah teropong satu mata kepadanya "Ngomong-ngomong, kau mampu melihat mereka dari jarak sejauh ini?" heran Edward melihat Uksia yang sedari tadi melihat dan mengamati Loyd dari jarak ratusan meter.     

"Saya sudah terlatih," jawab Uksia benar-benar singkat.     

"Itu tisak menjawab ... Ah sudahlah."     

Edward membuang rasa herannya yang tak mungkin terjawab, ia menggunakan teropong itu lalu melihat tepat ke arah balkon istana kerajaan dimana Loyd dan juga seorang petinggi lainnya sedang bersama.     

Mereka tampak sedang membicarakan sesuatu, raut wajah mereka berdua tampak sangat bersahabat. Hingga suatu ketika, petinggi itu mengeluarkan pisau yang tampaknya ia sembunyikan dibalik pergelangan pakaiannya yang longgar. Menusuk perut Loyd dan membiarkannya menancap, perlahan darah tampak menembus dari pakaian Loyd dan dia pun terjatuh.     

"Ah, astaga," respon Edward antara terkejut dan juga tidak ketika melihat orang yang belum lama ia temui di tusuk "Dasar bodoh. Uksia, apa kau bisa berteleportasi kesana?" tanya Edward pada pelayannya.     

"Tentu, paduka. Anda ingin kesana?" jawab Uksia dan bertanya balik dengan polosnya.     

"Tentu saja, kalau dia mati bisa-bisa kita yang repot. Lagipula gadis itu juga minta kita menjamin keselamatannya, kan?" tegas Edward mengingatkannya lagi akan sebuah permintaan sekaligus persyaratan yang diminta oleh seorang gadis.     

Dia yang mengawasi semua pergerakan Kerajaan Abyc, seseorang yang memberikan foto foto kebohongan pendeta kepada Scintia.     

Beberapa hari sebelumnya, satu hari setelah Scintia memberitahu sang Kaisar darimana ia mendapatkan foto. Scintia berkata jika orang itu mengaku memiliki banyak informasi yang terjadi di Kerajaan Abyc, salah satunya adalah kebenaran tentang tewasnya putri Kerajaan Abyc, Ausele von Albyca. Mendengar mereka memiliki putri saja sudah membuatnya terkejut, ditambah putri itu sudah tiada dan ada kebenaran di balik itu. Void tak bisa berkata apa-apa lagi mendengar informasi itu dari mulut Scintia, meski belum tentu apa yang dikatakan oleh informan itu adalah kebenaran.     

Void dalam sosok Edward berjalan menyusuri sebuah pemakaman di bagian barat daya Kerajaan Abyc bersama dengan Scintia, sangat jauh dari kota besar tetapi tidak jauh dari desa-desa kecil. Tujuan mereka adalah untuk mencari informan itu, sebab dia berkata kepada Scintia jika pemakaman ini adalah tempatnya bersembunyi.     

Dari apa? Batin Edward bertanya ketika mendengar hal itu pertama kali.     

Suasana malam dingin disertai kabut membuat pemakaman yang ia lalui terasa sangat mengerikan, meskipun Edward sama sekali tak merasakan takut karena rasa takutnya telah menghilang sejak ia menjadi sang Kaisar. Justru ia lebih heran kenapa Scintia sama sekali tak merasakan takut, wajahnya nampak sangat biasa saja sejak mereka memasuki pemakaman yang sudah tidak di urus itu.     

"Scintia, kau baik-baik saja?" tanya Edward sembari melirik kearah pelayannya tanpa menghentikan langkah.     

"Oh, paduka khawatir? Fufu~ tenang saja, saya baik-baik saja, padu–. Kha!"     

Edward menjitaknya sangat keras, rasa sakit langsung menjalar di keningnya dan membuatnya terus memeganginya sembari meringis kesakitan.     

"Kau, jangan memanggilku begitu. Saat ini aku adalah Edward, bukan Kaisar," ucap Edward memperingatinya.     

Scintia membalas sembari merintih kesakitan "Uuu ... Maafkan saya."     

Tetapi reaksi Scintia justru membuat Void merasa lebih lega. Suasana terasa sangat tidak nyaman di sekitarnya, ia khawatir jika Scintia terpengaruh dengan suasana sekitar mereka. Namun reaksi Scintia yang terkesan seperti anak-anak untuk sesaat membuatnya benar-benar lega hingga senyuman tipis terukir di wajahnya.     

"Oh ya, sebenarnya aku penasaran sejak kemarin, tapi kenapa kau begitu percaya dengan orang yang memberi informasi kepada mu?" tanya Edward.     

Raut wajah Scintia berubah dalam sekejap, kedua sudut mulutnya jatuh lalu ia juga memalingkan wajahnya untuk sesaat. Raut wajahnya tampak jengkel dan juga kesal akan sesuatu yang kemudian ia katakan kepada Edward.     

"Dia ... Dia mengetahui identitas saya yang sebenarnya."     

"Eh?"     

Scintia berhenti dan membungkuk langsung kepada Edward, ia menundukkan kepala sedalam-dalamnya tanda benar-benar menyesali apa yang ia anggap gagal itu.     

"Maafkan saya, seandainya saja saya bisa lebih baik lagi–."     

Edward langsung memotong ucapannya.     

"Tunggu! Angkat kepalamu dan jelaskan, apa maksudmu?"     

"Itu ..."     

Sebelum Scintia menjelaskan, Void merasakan ada seseorang yang tiba-tiba muncul di dekat mereka meski tak terlihat karena tertutup oleh kabut yang sangat tebal.     

"Kalian benar-benar datang. Kalian adalah iblis dari Kekaisaran Iblis, benar?"     

Suaranya seakan menggema diantara kabut yang menyelimuti mereka, suara seorang gadis yang pastinya bukan milik Scintia.     

"..."     

Mata Edward melihat lurus ke depan, melihat tepat ke arah bayangan hitam yang tertutup kabut. Perlahan bayangan itu semakin mendekat, lalu menunjukkan sosoknya di depan Void. Sosok berjubah coklat mengenakan topeng, jubah itu menutupi tubuhnya tapi tidak sampai pergelangan kakinya. Kaki yang sangat ramping dan kecil, meyakinkan Edward jika orang itu benar-benar seorang gadis kecil. Mungkin tingginya sedikit lebih tinggi dari pada Roxine, seperti seorang gadis berusia 14-16 tahun. Mata Void membulat untuk sesaat ketika ia melihat sosok misterius yang menampakkan dirinya dengan jelas di hadapan mereka berdua.     

"Apa kau orang yang memberi informasi kepada pelayan kami?" tanya Edward kepada gadis itu.     

"Benar sekali, paduka Void," balasnya sembari membungkukkan tubuhnya.     

Mata Void membulat sesaat, terkejut mendengar bagaimana gadis itu memanggil dirinya. Edward dan Scintia menggunakan sihir penyamaran untuk merubah wujud mereka, tentu saja tanduk mereka yang menjadi ciri khas bangsa mereka juga harus dihilangkan untuk menyamarkan identitas mereka yang sebenarnya. Edward kemudian menyeringai, tertarik dengan bagaimana gadis itu bisa menebak identitasnya.     

'Sama seperti yang Scintia katakan, dia bisa menebak identitas ku yang sebenarnya,' batin Edward, sembari ia melirik kearah Scintia yang tampak kembali jengkel sambil terus menatapi gadis itu.     

"Hee~, apa yang kau bicarakan? Tidak mungkin aku adalah paduka Void yang agung," ucap Edward, sambil berlagak pura-pura tak mengaku jika identitas telah terbongkar.     

Gadis itu membuang napas dengan kasar secara singkat "Hah! Anda tidak membodohi saya, karena mata saya istimewa jadi saya bisa mengetahui identitas anda yang sebenarnya," ucap gadis itu lagi sambil menyombongkan dirinya.     

Diri Edward terdiam sesaat, meski matanya tidak begitu. Ia menatapi semua status atribut dan skill apa saja yang dimiliki oleh gadis itu, hingga identitasnya semuanya tertera jelas. Tetapi tidak ada satupun skill yang menunjukkan ia memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi seseorang secara tepat sasaran, hal itu membuat Edward bingung dengan sendirinya.     

'Aku bisa menganggap itu bohong karena bisa saja dia mendengar ucapan Scinita yang memanggilku paduka, tapi bagaimana cara dia membongkar identitas Scintia? Apa mungkin ...' batin Edward bertanya, ia tidak yakin dengan jawabannya namun ia sudah menduga sesuatu yang juga terdengar tidak mungkin baginya.     

"Begitu. Mata yang benar-benar luar biasa," puji Edward mempercayai kemampuan mata gadis itu, kemudian ia pun bertanya sekaligus mengingatkannya "Tapi bukankah kemampuan mu itu seharusnya dirahasiakan?"     

Gadis itu terdiam sejenak mendengar pujian dan pertanyaan yang diberikan kepadanya "Kau percaya?" tanya gadis itu keheranan.     

Edward langsung menjawab dengan seringai di wajahnya "Tentu saja ... Karena aku juga memilikinya, mata yang bisa melihat identitas seseorang."     

Dua gadis disaat yang bersamaan benar-benar terkejut ketika mendengar apa yang ia katakan, tentu gadis misterius yang paling terkejut saat mendengar Edward mengatakan yang paling tidak bisa ia percaya. Tapi bukan hanya dirinya, Scintia langsung menoleh dengan tatapan yang benar-benar keheranan.     

"Pa—paduka, anda benar-benar luar biasa! Memiliki kekuatan seperti itu benar-benar luar biasa!" pujian pun keluar dari mulut pelayannya dengan mata yang berkilauan–terlalu mengaggumi sang Kaisar.     

Edward sendiri hanya tersenyum kecut, dirinya tak tahu bagaimana menangani Scintia yang heboh dengan sendirinya di tengah pemakaman yang sudah tak di urus ini.     

"Huh! Sepertinya kau pandai berbohong, ya," balas gadis misterius, suaranya sangat tenang dan sombong seperti sebelumnya.     

"Astaga, kalau begitu apakah aku harus mengatakan identitas anda sebenarnya?" tanya Edward sembari menyeringai.     

Sorot mata Edward dan seringainya yang ia tunjukkan kepada gadis itu menjadi pesan tersirat yang mudah terbaca oleh siapapun. Apa yang ia katakan bukanlah gertakan semata, tetapi hal itu membuktikan jika Edward memang mampu melakukan hal itu.     

Gadis misterius itu berhasil dibuat meragu karena ucapan Edward.     

"Begitu, jika memang benar maka saya berharap anda menghargai identitas saya dengan terus menyembunyikannya. Tolong ikuti saya, ada tempat yang lebih pantas untuk kita berbicara," ucap gadis itu kemudian membelakangi kedua iblis itu dan melangkah pergi ke dalam kabut.     

Edward dan Scintia saling melirik tanpa saling berkata apa-apa, lalu mereka berjalan mengikuti kemana langkah gadis itu pergi. Hingga, mereka pun menemukan sebuah gereja yang sudah amat tua namun pintunya masih terkunci sangat kuat, Edward bisa merasakan itu hanya dengan sedikit mendorongnya saja.     

Mereka pun mendengar suara gadis itu kembali yang berasal dari samping gereja.     

"Hey, kemarilah."     

Mereka mengikuti suara gadis misterius itu, lalu melihat sebuah tempat yang mengeluarkan sedikit cahaya dari bawah tanah dekat gereja. Mereka pun mengikutinya dan gadis itupun ada disana, ia sedang membuka kunci sebuah ruangan. Lentera tergantung di samping pintu yang menjadi asal cahaya yang mereka lihat. Pintu ia buka dan lentera disamping pintu itupun ia bawa masuk ke dalam ruangan.     

Ruangannya tidak begitu besar tetapi jauh lebih rapih dari apa yang Edward pikirkan tentang ruang bawah tanah yang berdebu dan tak terawat. Di ruangan itu terdapat sofa kayu, beberapa buku di rak buku yang tepat menghadap pintu, disana juga terdapat peralatan masak dan juga ranjang tunggal.     

"Duduklah, aku akan buatkan teh untuk kalian," ucap gadis misterius itu.     

Langkah kaki Edward yang ingin masuk, terhenti saat melihat Scintia begitu waspada dengan ruangan itu. Pundak Scintia Edward tepuk, lalu menganggukkan kepala ketika mata gadis itu tertuju kepadanya tanda jika ruangan itu baik-baik saja.     

Edward pun melangkah lebih dalam ke ruangan itu lalu duduk di sofa, Scintia pula menyusul duduk di dekatnya. Menatap sekeliling ruangan redup itu yang hanya disinari oleh beberapa lentera, ruangan yang sangat minimalis tanpa hiasan dinding, seakan barang-barang yang ada di ruangan itu hanya barang yang bisa digunakan.     

'Aku jadi merindukan kosan ku,' batin Edward, dirinya merasakan suasana yang begitu nostalgia. Ruangan kecil tanpa hiasan apapun atau coretan di dinding, hanya penuh dengan barang-barang yang sering ia gunakan saja.     

"Meski kecil tapi nyaman sekali," ucap Edward memuji ruang bawah tanah itu.     

Gadis itu kembali dengan beberapa cangkir teh, Edward melihat ke belakang dengan rasa penasaran darimana air hangat untuk teh itu berasal. Dirinya melihat sebuah alat kecil yang begitu mirip seperti kompor, namun tidak memiliki selang gas dan juga putaran untuk membuka gasnya. Alat kecil itu hanya memiliki sebuah mutiara berwarna merah merah seperti ruby, mutiara yang tak asing sama sekali dimatanya.     

"Kristal api, kau memilikinya ya," ucap Edward kepada gadis yang sedang menaruh dua cangkir teh di atas meja kecil di depan sofa mereka.     

Tanpa berhenti melakukan aktivitasnya, ia pun menjawab "Tentu saja, kristal itu mudah dibeli di toko senjata. Kenapa heran? Saya pikir anda akan bertanya tentang alat masak," kemudian duduk di ranjang tunggalnya, ucapannya terdengar sangat sinis seakan merendahkan teknologi milik Kekaisaran.     

Scintia yang memahami maksud ucapannya pun langsung melirik tajam, namun tangan Edward yang terangkat di dekatnya menghentikan lirikannya itu, ia melakukan itu sembari berbicara "Tidak mungkin. Kekaisaran juga memiliki teknologi seperti itu, jadi aku tidak akan heran. Aku menanyakannya karena kristal itu belum lama diganti, benar?"     

Topeng gadis misterius itu terus mengarah ke arah Edward sembari terus terdiam seakan sedang terkejut. Tak lama kemudian ia pun menunduk lalu melepaskan topengnya, menunjukkan raut wajah gadis itu hang tampak sangat ketua, warna rambutnya pirang dan dipotong sangat pendek secara sembarangan sampai menimbulkan cabang yang kasar pada belakang rambutnya.     

"Anda benar-benar luar biasa, bisa mengetahui kristal itu belum lama diganti," ucapnya terdengar benar-benar ketus.     

"Terima kasih atas pujiannya, Nona ..."     

"Aulia, panggil saya Aulia."     

Edward tersenyum tipis mendengar gadis itu mengambil umpan ucapannya dan menyebutkan namanya.     

"Kalau begitu tolong panggil saya Edward, Nona Aulia," balas Edward lagi sembari tersenyum, namun senyumannya ditolak mentah-mentah begitu gadis itu membuang wajahnya.     

Tawa pelan dikeluarkan Edward, namun Scintia tampak sudah sangat jengkel ketika melihat tingkah Aulia yang benar-benar tidak sopan meski sudah tahu sedang berhadapan dengan sang Kaisar.     

Edward meminum perlahan teh yang disediakan Aulia tanpa waspada sama sekali, dirinya meminum sedikit kemudian menaruh cangkirnya kembali di atas meja tanpa rasa curiga sama sekali. Sikap sang Kaisar itu membuat dua gadis di ruangan itu terkejut sekaligus cemas.     

"Pa—paduka."     

"Hmm ... Luar biasa, paduka Void. Anda meminum teh dari saya tanpa rasa takut sama sekali, apakah anda tidak berpikir jika saya sudah menaruh racun di gelas itu?"     

Tak jarang kejadian seperti itu terjadi, bahkan Scintia juga mewaspadai jika hal itu akan terjadi kepada mereka. Tetapi tidak dengan Edward, dirinya pun berkata:     

"Tidak mungkin anda meracuni saya, karena anda membutuhkan saya, bukan? Jika tidak, untuk apa anda memberitahu pelayan saya tempat persembunyian anda?"     

Jawabannya kembali membuat Aulia terkejut dan terbungkam. Dirinya tak bisa membalas ucapan Edward karena itu adalah kebenarannya, raut ekspersinya makin tampak tak senang karena harus mengakui hal itu.     

"Benar sekali," ucapnya dengan nada serius kemudian ia meminum hampir setengah dari cangkir tehnya, raut wajah ketusnya berubah menjadi sangat serius dan sorot matanya menjadi begitu tajam seakan ada yang ia benci juga takuti "Saya juga tidak menyangka jika harus meminta bantuan Iblis, tetapi saya pikir saya tidak memiliki pilihan lain," ucapnya terdengar kasar.     

Scintia langsung berdiri dan membentaknya "Beraninya kau–."     

"Scintia," namun Edward memanggilnya dan memberi isyarat tangan untuk duduk dan diam.     

Scintia pun mematuhi ucapannya dan terduduk dengan raut wajah yang masih sangat marah.     

"Lalu, apa yang anda inginkan dari kami?" tanya Edward kepadanya.     

Aulia tak langsung menjawab, dirinya terdiam cukup lama sembari menggosok lingkaran cangkir dengan telunjuknya seakan sedang berpikir dan mempertimbangkan sangat dalam. Hingga permintaan keluar dari mulutnya "Maukah kau menyerang Kerajaan kami?"     

Permintaan yang benar tidak disangka-sangka keluar dari mulutnya. Cukup terkejut Edward meski ia tak merubah ekspresinya sama sekali, berbeda dengan Scintia yang sudah benar-benar tak menyangka jika mereka mendapat permintaan seperti itu.     

"Jangan bercanda!" ucap Scintia tak setuju.     

"Benar seperti yang dikatakan pelayan ku, tolong jangan bermain-main. Kami kemari juga untuk mencari tahu informasi apa yang terjadi pada kerajaan ini. Raja yang tiada secara misterius, kematian raja yang dirahasiakan, lalu keinginan para petinggi yang memberontak untuk bergabung dengan aliansi Kekaisaran. Jika anda ingin meminta sesuatu dari kami maka akan kami dengarkan sebagai ganti jika anda memberitahu semua apa yang anda ketahui tentang semua peristiwa hari ini," ucap Edward dengan tegas kepada Aulia yang masih terduduk penuh pikiran..     

Gadis itu hanya terus tertunduk seakan sedang memikirkan banyak hal sampai-sampai Edward menghela napas berat "Sebelum itu bukankah anda seharusnya mengatakan siapa anda sebenarnya? Meski saya sudah tahu tetapi tampaknya pelayan saya sedikit jengkel mendengar permintaan yang mustahil keluar dari mulut orang asing," ucap Edward lagi.     

Pelayannya menoleh kebingungan seakan bertanya kepada Edward siapa gadis itu sebenarnya. Kepala yang tertunduk itu kembali terangkat sembari menarik napas panjang, lalu melihat kearah Edward dan Scintia "Maaf atas permintaan saya sebelumnya, saya adalah pelayan pribadi putri Ausele von Albyca," ucapnya tanpa melepaskan raut wajah seriusnya "Saya akan memberitahu anda apa yang terjadi pada kerajaan yang sangat kacau ini," lanjutnya, kemudian ia menjelaskan semua yang telah terjadi di Kerajaan Abyc.     

Kekacauan terjadi semenjak kematian sang putri yang disebarkan melalui surat kabar Kerajaan Abyc bila sang putri mengalami kecelakaan dalam perjalanan menuju suatu Kerajaan di bagian timur benua. Tiadanya sang putri meninggalkan luka yang amat mendalam bagi penduduk Kerjaaan Abyc, karena gadis itu adalah simbol dari kesejahteraan penduduk Kerajaan Abyc.     

"Penduduk sangat bersedih atas kehilangan sang putri, tetapi saya tahu jika itu tidak benar!" tutur Aulia dengan raut wajah marah terlukis jelas.     

Edward dan Scintia hanya terduduk terdiam tanpa mengganggu dirinya bercerita. Kemudian ia pun kembali berkata:     

"Putri belum tewas. Dia masih hidup, dia bahkan tidak mengalami kecelakaan diperjalanan. Kebenarannya, dia ditangkap oleh para bandit yang sepertinya juga bandit-bandit itu adalah suruhan dari Pangeran Raudels!" lanjutnya lagi.     

Kali ini berhasil membuat kedua Iblis di depannya terkejut, namun mulut mereka berdua masih terdiam tak berkomentar apa-apa.     

Kemudian Aulia pun melanjutkan ceritanya. Ia bercerita, setelah kabar itu tersebar. Banyak pergerakan yang sangat aneh disekitar Ibukota kerajaan, sedikit demi sedikit Kerajaan juga terus merugi tanpa alasan sampai-sampai seorang menteri menjadi kambing hitam dan dipenjara.     

Aulia berkata "Aku diam-diam mencari tahu perasaan janggal yang kurasakan. Pedagang gelap, perbudakan, dan orang-orang diluar kerajaan. Aku mencari tahu dan terus mencari tahu sampai aku menemukan jawabannya, pangeran adalah penyebab dari semua ini!" suaranya mengeras dengan emosi yang tak bisa ia tahan lagi "Tapi aku terlambat, ketika aku mengetahui itu sang Raja sudah tewas."     

Dirinya meyakini jika kematian sang Raja yang begitu tiba-tiba juga di dalangi oleh orang lain, hingga ia terus mencari kesana-kemari mengelilingi Ibukota hingga berhubungan dengan pasar gelap, namun lagi-lagi nama sang pangeran menjadi nama yang paling banyak keluar dari informasi yang ia dapat. Begitu ia mendapatkan banyak bukti, disaat yang sama juga beberapa petinggi memberontak bersama dengan Jenderal Helsper dan pasukan militer yang juga merasakan kejanggalan yang sama.     

"Lalu kerajaan diambil alih oleh pasukan pemberontak, lalu perlahan situasi semakin menjadi buruk," kata Aulia sembari mengeratkan giginya.     

Helaan napas dikeluarkan Edward setelah mendengar cerita dibalik permasalahan Kerajaan Abyc. Dirinya terdiam sembari menyandarkan tubuhnya pada punggung sofa dan memejamkan matanya untuk sesaat sembari ia mengeluarkan sebuah pertanyaan.     

"Anda bilang putri masih hidup, benar? Apakah itu berarti anda masih bisa menghubunginya?"     

Aulia langsung menjawabnya "Jika sebelumnya iya, tapi saat ini tidak."     

"Kenapa?" tanya lagi Edward.     

"Beberapa hari yang lalu Tuan Putri mengirimkan [Message] jika ia tidak bisa berhubungan lagi dan berkata jika pangeran akan merebut takhta dengan menggunakan dirinya. Karena itu sekarang saya tidak bisa menghubunginya."     

To be continue     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.