Last Boss

Chapter 51 - Perjalanan menuju Ibukota



Chapter 51 - Perjalanan menuju Ibukota

2Bersiap dengan segala perlengkapan mereka, pakaian dan lainnya. Para peserta pelatihan pun melangkah pergi meninggalkan benteng untuk memenuhi perintah Belial untuk membantu prajurit senior di masing-masing pos yang sudah di tentukan oleh gulungan kertas.     

Ibukota, pos 104, itu adalah pos yang akan Edward, Ivaldi dan Retto tempati dan membantu prajurit senior disana. Tetapi ada satu masalah besar, mereka sama sekali tidak tahu dimana letak pos 104 yang dimaksud.     

"Edward, bukannya kamu berasal dari Ibukota, apa kamu tidak tahu pos ini?" tanya Retto.     

"Sama sekali tidak, Ibukota sangat luas mana mungkin aku mengetahuinya," balas Edward sedikit berbohong.     

Edward bisa saja bertanya langsung kepada Belial, tapi dalam hatinya ia merasa jika itu perbuatan curang dan tidak menyenangkan. Jadi ia memutuskan untuk tidak bertanya.     

"Ya, nanti kita tanya saja kepada penduduk atau prajurit lainnya," ucap Ivaldi lalu melangkah mendahului mereka berdua.     

Tampak setuju dengan ucapannya, mereka berdua hanya tersenyum tipis nan canggung lalu mengikuti Ivaldi dari belakang.     

2 jam berlalu, mereka berbicara lebih banyak. Hal penting atau pun tidak penting, semua mereka bicarakan walau Ivaldi jarang sekali ikut mengobrol. Beristirahat di sebuah pohon, Retto dan Ivaldi membuka tas punggung yang terbuat dari kulit. Mengambil minuman dari tas mereka, begitu juga Edward yang mengambil minuman dari tasnya. Meski itu bukan tas miliknya.     

Ketika makan malam bersama Belial, ia diberitahu oleh Belial agenda pelatihan selanjutnya. Menetap, membantu prajurit senior dan melakukan pekerjaan lainnya juga apa yang akan dinilai pun ia tahu. Karena itu, Edward yang sejak awal tidak membawa apa-apa terpaksa meminjam milik Al–seorang prajurit muda yang bertugas menjaga benteng Drachen.     

"Ngomong-ngomong, Ed. Tas mu kelihatan ringan sekali, apa kamu hanya membawa barang sedikit?" tanya Retto memperhatikan tas selempang milik Edward.     

"Eh? Ah benar. Aku tidak begitu hanyak membawa pakaian," jawab Edward, tentu saja pakaiannya pun pakaian milik Al, karena mereka memiliki ukuran tubuh yang sama jadi tidak begitu masalah.     

"Hee begitu ya."     

Retto membaringkan tubuhnya diatas hamparan rumput, menatap ke langit dan memejamkan matanya. Suasana hening, hanya suara rimbunnya dedaunan dari pohon di dekat mereka yang diterpa angin menghiasi suasana itu. Edward menatap kesekelilingnya, hanya ada padang rumput yang luas. Rumah atau bangunan lainnya tidak ada sekitar mereka, seolah mereka berada di alam liar.     

Berpikir begitu, Edward baru saja menyadari satu hal yang ia lupakan dari permainan yang membawanya ke dunia ini. Dalam gamenya, setiap karakternya melangkah melewati padang rumput atau tempat lainnya selain kota dan desa, akan selalu ada monster yang datang menghampiri mereka, monster liar.     

"Grrrrrr."     

Mendengar geraman itu mereka semua langsung bangun dan menoleh kearah sumber suara itu. Sekelompok serigala hitam dengan ekor berapi muncul dari arah timur.     

"Monster?! Kenapa mereka ada disini? Seharusnya mereka ada di hutan kan?" tanya Retto panik.     

"Kita tidak membawa senjata," sahut Ivaldi.     

"Sial kita harus lari–. Ah."     

Ketika ingin lari, tanpa mereka sadari ada sekelompok serigala lainnya di jalan utama. Mereka terkepung, mereka tidak bisa melawan maupun lari dari para serigala itu. Tidak, sebenarnya mereka bisa melawan, tepatnya Edward bisa melawan. Edward memiliki sihir yang bisa ia gunakan untuk menyerang para serigala itu, tetapi ia takut jika Retto dan Ivaldi akan curiga jika identitas Edward yang hanya seorang iblis biasa tiba-tiba bisa memakai sihir.     

Para serigala mendekat, salah satu mereka tiba-tiba melompat kearah mereka. Mereka menghindari serangannya, terus melakukan itu setiap ada serigala yang menyerang hingga semakin sering serigala menyerang, para serigala semakin mendekati mereka.     

'Sial! Aku harus menggunakannya jika tidak aku akan mati!"     

"Ca–."     

*Boom!*     

Sebuah ledakan sedang tiba-tiba muncul mengenai dua serigala sekaligus yang membuat mereka menjadi pecahan kristal yang menguap ke langit meninggalkan material.     

Terperanga keheranan mereka bertiga, tidak lama ledakan lainnya pun muncul membunuh serigala yang lainnya hingga serigala-serigala yang tersisa lari terbirit-birit menjauh dari mereka bertiga. Siapa yang meledakan para serigala itu? Jelas itu adalah sihir tapi Edward sama sekali belum merapalkan sihirnya. Hingga seseorang tiba-tiba muncul di dekat mereka, cahaya dan lingkaran sihir yang muncul dibawah kakinya, Edward tau itu adalah sihir teleportasi.     

Lalu, orang yang menyelamatkan mereka adalah seorang gadis dengan pakaian pelayan, tatapannya datar tertuju kepada satu orang diantata mereka.     

'Scintia!?' batin Edward terkejut setengah mati ketika tahu Scintia lah yang menyelamatkan mereka.     

"A--anu, apa anda yang menyelamatkan kami?" tanya Retto gugup entah karena apa.     

"Benar, kebetulan aku berada disekitar sini dan melihat kalian terkepung serigala. Kalian baik-baik saja?" tanya Scintia, raut wajah maupun suaranya datar.     

Tidak seperti biasanya, tidak, Edward tahu alasan kenapa suara dan tatapan matanya tampak sangat tidak hidup. Ia marah, ia jelas marah sama seperti yang ia tunjukkan beberapa hari yang lalu.     

"Ah, kami baik-baik saja. Terima kasih karena sudah menolong kami," ucap Retto, ia menaruh telapak tangan kanannya diatas dada kiri dan mencondonhkan tubuhnya, memberi hormat kepada Scinita. Ivaldi pun melakukan demikian dan begitu juga dengan Edward meski ia merasa sangat ragu dan canggung.     

"Baiklah, kalau begitu berhati-hatilah lain kali. Sampai nan–."     

Kemudian matanya tertuju kepada Edward yang tengah memalingkan wajah darinya, Edward menolak matanya bertemu dengan Scintia. Kala itu Scintia tersenyum jahil, ia perlahan mendekat Edward dan menatapnya sangat dalam.     

"Kamu baik-baik saja? Tadi itu menakutkan, ya?"     

"A--ah tidak …"     

'Tentu saja tidak, bodoh! Aku begini karena dirimu! Lagian kenapa dia ada disini sekarang!? Aku harus menjauh jika tidak identitasku akan ketahuan!'     

Tiba-tiba Scintia meraih pipi Edward dan memaksa mata mereka bertemu "Tenang saja, serigala-serigala itu tidak akan kembali lagi, jadi jangan takut."     

Retto mematung mendengar suara Scintia, suara saat berbicara dengan dirinya dibandingkan berbicara dengan Edward sangatlah berbeda. Ketika berbicara dengan Edward, terdengar sangat menggoda sampai Retto mematung sekaligus merasakan iri yang luar biasa dalam sukmanya.     

"Kalau begitu aku pergi dulu, sampai nanti."     

Setelah itu Scintia pergi meninggalkan mereka, berjalan kearah benteng lalu tiba-tiba menghilang menggunakan Teleportasi. Bagaikan badai, Scintia meninggalkan kekacauan dalam kelompoknya.     

"Ed, kau mengenalnya?" tanya Retto.     

"Si--siapa?" tanya balik Edward.     

"Jelas perempuan tadi, jelas-jelas dia memperlakukan mu istimewa!" tukas Retto tampak emosi tanpa alasan.     

"Ha--hah!? Aku benar-benar tidak tahu, lagipula apa maksudmu istimewa?" Edward panik ketika melihat raut wajah Retto yang tampak marah.     

"Sudah jelas begitu! Sialan bikin iri saja!"      

"He--hey! Hentikan!"     

Retto mengeluarkan isi hatinya sambil mengacak-acak rambut Edward. Sementara itu Ivaldi sudah jauh meninggalkan mereka di depan, teriakannya menyadarkan mereka berdua.     

"Hey, kita harus cepat pergi ke kota!"     

Pertengkaran kecil mereka berakhir, meski tampak tidak begitu juga. Sepanjang jalan Retto terus mengoceh akan rasa irinya kepada Edward yang digoda oleh pelayan tidak mereka kenal.     

Beberapa saat kemudian, akhirnya mereka pun sampai di Ibukota. Kota yang sangat luas yang menjadi jantung Kekaisaran, kota yang tidak pernah mati, lampu Ibukota selalu menyala saat malam hari bahkan di malam hari pun masih banyak beraktivitas hingga pagi hari tiba karena itu Ibukota dijuluki kota yang tidak pernah mati.     

Tujuan mereka berikutnya, mencari pos 104.     

To be continue     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.