Last Boss

Chapter 48 - Kawan Baru



Chapter 48 - Kawan Baru

3Sorot mata dingin yang di pancarkan lelaki itu seakan telah mengetahui segalanya. Rahasia yang Edward tutupi demi dapat berbaur dengan peserta pelatihan, identitas sang Kaisar, lelaki itu seolah sudah mengetahuinya.     

Edward tidak menjawab pertanyaannya, ia tidak bisa menjawabnya. Ia tidak tahu jika seleksinya adalah menghapal gerakan dan teknik dasar berpedang dari buku yang ia ambil di ruangan Belial, jika ia salah bicara ia merasa semuanya akan terbongkar. Walau itu bukan hal buruk untuknya, tetapi keinginannya akan lenyap jika mereka tau kalau dirinya adalah Kaisar.     

"Apa itu aneh?" tanya balik Edward kepadanya.     

Namun Ivaldi hanya mengangkat alis, ia terlihat bingung mendengar pertanyaan itu meski raut wajahnya tidak berubah banyak.     

Edward tersenyum tipis, menjawab pertanyaanya sendiri "Kurasa itu tidak aneh. Maksudku, hanya karena kita mengingat teknik dan ilmu berpedang yang ada disini tapi bukan berarti kita tidak boleh membacanya lagi, kan? Terkadang kita lupa apa yang seharusnya kita ingat atau ada bagian yang kita lewatkan, tidak ada salahnya untuk belajar kembali, benar?"     

Ivaldi terbungkam dengan jawaban yang Edward berikan, ia tidak bertanya lagi, ia tidak terlihat puas tapi juga tidak terlihat kecewa. Ia menyandarkan tubuhnya, memejamkan matanya dan tidak melanjutkan rasa curiga yang ia taruh pada Edward.     

"Hee … Kata-kata mu bagus juga," sahut Retto "Memang benar sih terkadang ada juga kadet yang hanya menghapal gerakan juga teknik di dalam buku saat seleksi saja dan kemudian melupakannya, tidak banyak yang terus mengingat apa yang ada dibuku itu padahal menurutku semua ilmu dan dasar berpedang di buku itu sangat luar biasa, semuanya tertulis di buku itu. Jika benar-benar memahaminya mungkin orang yang tidak mahir berpedang pun langsung bisa melakukannya."     

Hal itu sudah biasa, bahkan di dunia Edward pun sering terjadi. Mereka yang hanya berlatih dan berlajar ketika mendekati ujian, mematuhi aturan dan bersumpah untuk mendapat kedudukan yang tinggi dan melupakannya. Terdengar sangat disayangkan tapi hal seperti itu sering terjadi di dunia manapun.     

"Aku harap Kekaisaran tidak memiliki orang seperti itu," tukas Edward lalu kembali membuka bukunya.     

Suara langkah ramai terdengar dari lorong, suara racau mereka kelelahan dapat terdengar hingga ke kafetaria. Ivaldi tiba-tiba berdiri dan berkata kepada Retto "Aku duluan," lalu pergi sembari membawa nampannya. Mata Edward terus tertuju kepadanya, setelah menaruh nampan itu ia pun pergi keluar sementara kadet yang lain masuk kedalam kafetaria.     

"Dia kemana?" tanya Edward setelah menoleh kembali kearah Retto yang masih menyantap makanannya.     

"Hm? Ah, tidur siang."     

"Oh …"     

"Ah tapi bukan di kamar kami."     

"Eh? Dimana?"     

"Diluar, dia biasanya tidur di dekat dinding benteng. Itu kebiasanya, dia lebih suka tidur dibawah sinar matahari daripada tidur di ranjang yang lembut."     

Setelah itu suapan terakhir pun masuk kedalam mulut Retto, ia membereskan semuanya lalu berdiri dan pergi menaruh nampan di sebuah westafel yang ada di dekat tempat ia mengambil makanan sebelumnya. Lalu kembali kepada Edward sambil berkata "Kau mau ikut? Ah tidak … Sebaiknya kau ikut dengan ku."     

"Eh? Kenapa?"     

"Memangnya kau tidak sadar?"     

Tatapan sinis dan jengkel tertuju kepada Edward dari segala arah, para peserta pelatihan yang baru datang ke kafetaria tampak tidak senang dengan kehadiran Edward, terlebih lagi mereka juga tahu jika Edward tidak berlatih bersama mereka saat pagi hari, hal itu menimbulkan anggapan yang semakin buruk tentang Edward.     

"A--ah …"     

"Ayo, sebaiknya kita pergi ke tempat Retto, mungkin sekarang dia sedang tertidur pulas."     

"U--um!"     

Edward berdiri dari kursinya dan mengikuti Retto dari belakang. Keluar dari bangunan utama benteng, mata mereka menyisir ke seluruh sudut tembok benteng. Meski tahu Ivaldi biasa tidur di dekat tembok, tetapi tempatnya ia tidur selalu acak.     

"Ah, disana," ucap Edward sambil menunjuk ke sudut benteng bagian depan.     

Ivaldi benar-benar tidur, ia meringkuk sendirian seperti terlihat anak yang tidak memiliki tempat tinggal. Mereka mendekati Ivaldi secara perlahan tanpa membuat suara yang keras agar pria dengan ekspresi datar itu tidak terbangun dari tidurnya. Meski begitu tetap saja Ivaldi menyadari kedatangan mereka. Ketika baru saja Retto duduk di dekat kaki Ivaldi, ia terbangun namun tampak belum sadar sepenuhnya. Kaki Retto yang sedang di tekuk pun di paksa untuk lurus olehnya, ketika begitu Ivaldi langsung meniduri paha Retto tanpa pikir panjang.     

"A--astaga, anak ini … Seenaknya saja," gumam Retto sedikit jengkel dengan sahabatnya.     

Edward menahan tawanya seraya memalingkan wajah dari mereka berdua. Retto hanya menghela nafas mendengar tawanya kemudian meminta Edward untuk duduk dimana pun ia mau.     

"Maaf jika dia ini tidak sopan. Dia ini memang tukang tidur, padahal jarang gerak dan ekspresinya pun selalu datar, aku tidak mengerti darimana rasa lelahnya datang," lanjut Retto sambil menepuk pelan kepalanya.     

Ucapan itu sedikit melukai Edward, dikehidupan sebelumnya dia seperti Ivaldi namun dengan ekspresi yang beragam.     

"A--ah, mungkin kali ini Ivaldi lelah karena latihan pagi ini."     

"Ya, sepertinya begitu," sahut Retto, untuk sesaat wajahnya tampak murung dan bersamaan ia mengeratkan giginya, rasa kecewa dan marah Edward lihat untuk sesaat sampai tidak sampai 2 detik raut wajahnya kembali berubah seperti biasa.     

Sesuatu di tutupinya, Edward penasaran tapi ada baiknya ia tidak bertanya apa penyebab raut wajahnya berubah begitu. Edward melipat kakinya, menatap langit biru senyap tanpa suara, sinar matahari yang hangat mengenai mereka, hembusan lembut angin menerpa mereka. Edward mengerti kenapa Ivaldi bisa tertidur dengan pulas, jika terus seperti ini ia pun akan ikut tertidur.     

"Apa alasan mu menjadi prajurit, Edward?"     

Tiba-tiba Retto bertanya kepadanya, sedikit mengejutkannya sampai ia menguatkan kesadarannya kembali yang hampir hilang "Eh? Ah alasan ku menjadi prajurit?"     

"Ah, jangan bilang kau juga mau tidur ya? Astaga kalian berdua."     

Ketahuan, Edward hanya tertawa canggung mendengar keluhan Retto.     

"Ya, apa alasanmu menjadi prajurit Kekaisaran? Apa sama seperti yang lain? Hanya demi uang atau yang lain?" lanjut Retto mengulangi pertanyaanya.     

Edward langsung menjawab dengan sedikit terdengar ragu saat mengatakannya "Ah … sebenarnya tidak begitu istimewa, aku hanya ingin menjadi kuat," ia tidak berbohong, meski menyamar dan memalsui identitasnya tetapi alasan Edward menjadi prajurit adalah benar, ia harus menjadi kuat sebelum sang pahlawan mendatanginya.     

Retto hanya terdiam mendengar alasannya, menatap dengan diam tanpa berkata apa-apa. Ekspresinya datar, meski tidak sedatar milik Ivaldi tetapi di tatap seperti itu membuat Edward merasa jika ada yang salah dengan ucapannya.     

"Ke--kenapa kau menatapku begitu?"     

"Eh, ah tidak. Hanya saja alasan mu sama seperti Ivaldi."     

Itu bukan alasan yang spesial, bukan alasan istimewa, kenapa wajahnya murung begitu? Pikir Edward wajah lelaki berambut merah itu. Retto menaruh tangannya diatas kepala Ivaldi dan mengelusnya perlahan, seperti seorang Kakak yang sedang menidurkan Adiknya. Edward mengerti maksud dari perkataan Retto sebelumnya, jika ia menganggap hubungan mereka seperti adik dan kakak.      

"He--hee begitu. A--aku rasa alasan seperti itu banyak digunakan orang-orang kan?" ucap Edward sedikit canggung.     

Retto terdiam sebentar, lalu tersenyum tipis setelah menoleh kearah Edward, kemudian membalas "Kau benar, tidak ada yang salah dengan alasan itu. Hey, mau sampai kapan kau tidur, jam istirahat sebentar lagi selesai," Retto mencupit pipi Ivaldi dengan sangat keras, menariknya dan memaksa untuk bangun. Itu cara membangunkan yang buruk, pikir Edward.     

Sesuatu ada yang ditutupi, raut wajah, suaranya ketika berbicara, Edward tahu ada sesuatu yang di tutupi Retto yang berkaitan dengan Ivaldi.     

To be continue     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.