BUKU SIHIR SANG RAJA ELF

Benar benar terakhir X



Benar benar terakhir X

3Ah aku sangat menyukai cuaca hari ini," ujar Raja Wedden cukup nyaring.     

'sesuatu' itu masih diam, sangat anteng bahkan Raja tidak lagi merasakan tanda-tanda kehadirannya.     

"Jika kau hanya ingin bersembunyi, untuk apa mengikutiku? Kau penguntit atau seorang penggemar?" ucap Wedden. Pandangannya tertuju pada sebuah pohon besar yang berjarak cukup jauh darinya.     

Wedden mulai menggunakan kekuatannya. Dia menjentikkan jemarinya beberapa kali untuk meniupkan angina kearah pohon yang sedari tadi menyita perhatiannya.     

Sesuatu terlihat disana, nampak helaian kain putih bergerak terkena angina yang baru saja menyapanya.     

"Keluarlah kau. Aku tidak akan menyerangmu hanya karena kau menguntit," ujar Raja lagi.     

Cukup lama, kemudian muncullah sosok wanita bergauh putih khas penjaga hutan yang merupakan seorang Nimpa. Terdapat tiara kecil di kepalanya. Sosoknya terlihat sangat tipis, dia bahkan tidak meninggalkan jejak kaki namun debu berkelip lah yang tertinggal di rerumputan yang ia lalui.     

Raja Wedden menatap wanita itu lekat, samar ia menyunggingkan senyum.     

"Jika ingatanku benar, kita pernah bertemu dahulu di hutan dekat sungai Sophen. Apa tu benar?" ujar Raja Wedden mulai sok tahu.     

Wanita itu memandangi Wedden lekat, kedua manik matanya yang coklat membuatnya terlihat begitu elegan .     

"Amm, kalian memanahku sebagai sebuah tanda awal pertemuan kita," sahut Nima itu dengan senyum sayunya.     

Raja Wedden tertawa samar. Keduanya lalu saling berbincang dan menceritakan tentang banyak hal.     

"Kau penjaga hutan, 'kan? Apa kau juga membutuhkan manusia untuk kau serap energinya?" pertanyaan Raja sama sekali tidak berumus.     

"Kami memiliki energi dari diri sendiri dan selalu merasa kenyang. Namun kami menyukai untuk selalu dekat dengan seorang bangsawan sepertimu," jawab Nimfa itu lembut.     

"Karena energy kami?" Tanya Wedden.     

Nimfa itu menggeleng pelan. "Karena kami butuh pemimpin yang juga mencintai alam," jawabnya.     

Wedden mengerutkan dahinya. "Manusia selalu menyayangi alam, namun seringkali ada factor lain yang mempengaruhi kebijakan. Jadi, apa yang kau inginkan dariku?" tanya Wedden lagi.     

Nimfa itu terlihat mehela napas panjang, lalu dia mendekati Raja Wedden untuk menatapnya semakin dekat.     

"Kalian selalu menginginkan lahan luas. Aku hanya ingin pembangunan berjalan dengan baik. Tanpa merusak alam," ucap wanita itu sangat lirih.     

"Aku akan berjanji atas namaku sendiri. Karena akan ada kemungkinan perubahan pimpinan kelak. Aku tidak akan merusak alam, saling mencinta tanpa harus memiliki."     

Nimfa itu tersenyum samar. "Jadi … kau sungguh seorang Raja sekarang? Kau merupakan energy terkuat di seluruh negeri Persei?"     

Raja Wedden mengangguk. "Setidaknya itulah yang diketahui oleh banyak orang."     

"Kau menemukan Buku Sihir itu?" tanya Nimfa itu lagi.     

"Tidak. Benda itu hancur ketika melawan Putra Kegelapan," jawab Raja Wedden.     

"Ah beanrkah? Bukankah seharusnya benda itu terjaga dengan aman di wilayah Selatan?"     

Kini giliran Raja Wedden yang tersenyum. "Kukira leluhurku sangat sedih karena diriku sangat membutuhkan kekuatan. Dimanapun buku itu, aku tetap menemukan kekuatan dalam diriku sendiri," jawabnya.     

Nima itu menatap lekat Wedden, "Manusia. Selalu dengan kesombongan," ucapnya.     

"Ah sepertinya kau salah kali ini Nona, aku seorang peri," Wedden mengoreksi.     

"Ah siapapun kau, aku tidak menyukai keangkuhan."     

Raja Wedden tidak merespon. Belum sempat lagi mereka melanjutkan percakapan, keduanya dikejutkan dengan kedatangan Ley dan Tao yang rupanya menyusul sang Raja dengan kuda mereka.     

"Ah syukurlah kau baik-baik saja," ujar Ley segera setelah ditemukannya sang Raja.     

"Ada apa?" Raja Wedden bingung, tidak biasanya dia disusul seperti ini.     

"Seharusnya kamilah yang bertanya padamu, ada apa? Sehingga kau belum kembali hingga matahari hampir bergulir ke Barat," uar Ley lagi.     

Wedden menatap langit, tidak terlihat karena dia sedang berada dibawah pepohonan rindang. "Hanya sedang bercengkrama dengan … alam." Kalimat Raja Wedden sempat terjeda karena dia menyadari kalau wanita penjaga hutan telah tidak ada lagi di hadapannya.     

Ley dan Tao hanya menggeleng. Keduanya lalu memutuskan untuk mengiringi Raja selama perjalanan pulang ke Kerajaan untuk memastikan kalau tidak ada apapun yang akan membahayakannya.     

"Apa yang kau pikirkan?" ujar Ley lagi, sementara si Tao tidak banyak berkomentar, hanya mendampingi dengan diam.     

"Memikirkan putri Leidy?"     

Raja Wedden menggeleng segera. "Aku ingin benar-benar menghilangkan kejahatan di negeri ini," jawab Raja Wedden.     

"Kau sudah melakukannya," sahut Ley.     

"Apa menurutmu begitu, Tao?" tanya Raja pada bocah yang sedang memandangi sekeliling.     

"Entalah. Tapi aku sama sekali tidak lagi merasa hidup dalam tekanan setelah kau memimpin," sahut bocah berambut marun itu. "Kegelapan telah dituntaskan, begitu juga dengan energy lain yang meresahkan. Kurasa tugasmu sebagai raja telah terpenuhi," imbuhnya.     

"Hey kau terdengar seperti pria tua," celetuk Ley mengomentari adiknya.     

Tao hanya berdecak dan kembali mengedarkan pandangannya ke sekitar.     

"Aku akan pergi ke Utara dengan perjalanan normal. Lalu aku akan menikmati waktuku disana cukup lama. Kurasa, hanya bagian negeri Utara yang belum kujajak selama aku menjadi Raja, 'kan?"     

Ley dan Tao mengangguk kompak.     

Mereka masih dalam perjalanan menuju kerajaan saat mereka dikejutkan dengan rombongan gnome hutan yang melintas di hadapan mereka.     

Seperti sedang déjà vu, memori tentang perjalanan menuju Selatan saat awal hendak mencari Buku Sihir kembali terputar di otak mereka. Hanya saja, kali ini para gnome tidak dikurung dengan asap kegelapan.     

Raja Wedden memutuskan untuk menunggu saja, dia membiarkan para gnome melintas dengan rasa aman dan nyaman. Sementara ia, Ley dan Tao beristirahat di dekat pohon yang naung.     

"Ah Raja. Bisakah aku bertanya sesuatu padamu?" ucap Ley tiba-tiba.     

"Bukankah sejak tadi kau banyak bertanya?"     

"Em namun kali ini mengenai Egara."     

Wedden tertarik dengan topic Ley. "Ada apa dengannya?" tanyanya kemudian.     

"Dia adalah mantan prajurit kegelapan. Benar, 'kan? Lalu tidakkah kau pikir dia itu berbahaya?"     

"Prajuit Northan sebagian merupakan mantan prajurit kegelapan. Kenapa kau hanya terfokus pada Egara?" tanya Raja Wedden lagi.     

Ley lalu menceritakan mengenai peristiwa perlawanan monster di bawah tanah. "Tidakkah menurutmu dia terlalu kuat?"     

"Lalu?"     

"Ya … sangat tidak manusiawi. Aku hanya khawatir dia memang bukan manusia biasa."     

"Kau tidak perlu khawatir dan panik, Ley. Dia memang bukan manusia biasa karena memiliki leluhur penyihir dan kekuatan kegelapan. Namun selama ini dia sungguh mengabdi dengan baik. Sama sekali tidak pernah mencelakakanku atau hanya sekedar menentang perintahku. Aku yakin dia adalah pribadi yang baik." Raja Wedden memberikan pembelaan.     

"Kurasa aku justru merasa beruntung karena memiliki prajurit hebat seperti dia. Kerajaan menjadi semakin aman serta kekuatan prajurit semakin terjamin karena dia juga melatih prajurit lain dengan caranya dulu saat masih menjadi prajurit kegelapan," tmbahnya lagi.     

Ley terdiam, dia menarik napas panjang. Semua yang diucapkan oleh sang Raja itu benar, namun dia masih merasa ganjal dengan sosok ketua pasukan kerajaan Northan itu.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.