BUKU SIHIR SANG RAJA ELF

Raja Timur Terluka



Raja Timur Terluka

3Napas Raja Gael dan Egara mulai tersengal, namun keduanya jelas tidak ingin menyudahi pertarungan hanya karena lelah. Egara sama sekali tidak menggunakan sihirnya. Namun dia juga mulai bosan dengan serangan Gael yang tidak membuatnya tertantang sama sekali.     

"Aku akan mengakhiri ini," gumamnya.     

Egara kembali siap dengan pedangnya. Dengan tarikan napas panjang, Egara menyerang Raja Gael yang kehilangan fokusnya.     

Zrp!     

Semua orang segera bangkit dari tempat duduknya saat melihat Egara menancapkan pedang kearah Raja Gael.     

Raja Gael mengerang kesakitan, jantungnya berdugup kencang namun dia seketika menjadi sangat lemas.     

Beruntung, Egara tidak benar-benar menyerang Raja Timur itu. Egara menyerang bagian pinggang Gael yang berhasil ditangkap dengan spontan olehnya hingga telapak tangannya bercucuran darah.     

Egara masih membairkan pedangnya dicengkeram kuat oleh Raja Gael, dia sangat gemas dan ingin menyudahi kesombongan Raja Timur itu, namun dia juga tahu kalau dia tidak akan melakukannya hanya karena masalah pribadi.     

"Kau gila, Egara!" teriak Vido yang bergegas menuju arena pertarungan. Pangeran Ren dan Raja Raddone seketika berdiri hendak menarik prajurit Timur itu, namun Raja Wedden terlebihdulu melepaskan sihirnya untuk menahan langkah Vido dengan membekukan tubuh pria itu.     

"Pertarungan ini selesai!" teriak Raja Wedden dengan wajah yang memerah. Tatapannya tajam terarah pada Egara yang masih belum berhenti memandangi Raja Gael yang kesakitan.     

Pedang itu telah dilepaskan oleh Raja Gael, darah di telapak tangannya mengalir deras dan membuat semua orang merasa ngeri karena itu.     

Napas Egara masih ersengal, dia enggan beralih dari tempatnya berdiri hingga Raja Wedden memerintahkan para prajurit untuk memberikan perawatan pada Raja Timur itu dan mengembalikan keadaa Vido seperti semula.     

Raja Gael hanya diam, peluhnya membasahi seluruh tubuh dan membuatnya tidak baik-baik saja.     

Pangeran Ren menahan senyum puasnya, dia hanya kembali duduk menikmati makanan ringan.     

"Apa kau gila?" Raja Wedden menghampiri Egara.     

"Hanya luka di telapak tangan. Itu tidak parah," sahut Egara yang tahu arah pembicaraan Raja Wedden.     

Raja Wedden menarik napas panjang, dia memijat pelan dahinya lalu memerintahkan Egara untuk segera beristirahat dan membersihkan diri.     

Egara meninggalkan arena, tidak seorangpun ia tatap dan hanya fokus pada jalan yang ia lewati. Pedangnya yang masih bersimbah darah ditinggal di arena, masih tergeletak dan mulai disapa debu senja.     

Beberapa prajurit membuka barisan membiarkan Egara lewat di tengah-tengah mereka. Semua mata tertuju padanya, mereka semakin yakin kalau pilihan Raja Wedden memang tidak salah. Namun di sisi lain mereka juga merasa takut dengan Egara yang tidak hanya berperangai kasar, namun juga ahli bertarung.     

Tao yang semula hanya menikmati makanan ringan, ia kemudian bangun dari tempat duduk dan membantu prajurit untuk membersihkan arena bertarung.     

Ley menghampiri Raja Wedden yang masih berdiri di tanah lapang dengan pikiran yang tidak tenang.     

"Ada apa? Kenapa kau marah pada Egara?" ujar Ley tanpa basa basi.     

"Dia tidak menggunakan sihir, dia juga tidak menyerang bagian vital. Darah itu, bukankah itu hanya sebuah kecelakaan?" tambah Ley.     

Raja Wedden lalu mehela napas panjang. "Aku sangat terkejut saat melihat darah yang mengalir deras tadi," jawabnya. "Spontan saja aku merasa kalau itu sudah sangat kelewatan. Aku marah karena dia mempermalukan Raja Gael."     

"Raja, kurasa Egara tidak mempermalukan siapapun. Justru Gael lah yang mempermalukan dirinya sendiri," kata Ley lagi.     

Pangeran Ren dan Raseel menyusul mereka berdua. Sementara Hatt masih duduk bersama dengan Tao yang telah selesai dengan kesibukan kecilnya.     

"Tadi pertunjukkan yang sangat mengesankan," cletuk Pangeran Ren yang masih memakan buah berry emas. "Aku melihat ekspresi senang di wajah Raja Barat, kurasa dia juga merasakan hal yang sama denganku," imbuhnya.     

"Teman-teman. Aku tidak menyukai kejadian hari ini," ujar Raja Wedden kemudian. "Aku menyesal telah memberi ijin pada Egara untuk bertarung dengan Raja Gael. Kurasa ini bukan hal baik. Seharusnya kita saling bersatu bukan memecah dan saling menantang untuk mengetes kekuatan saudara kita yang lain. Kita semua tahu Raja Gael tidak jago dalam hal bertarung, seharusnya kita tidak memperlakukannya seperti ini."     

Raja Wedden berkata panjang dan lebar.     

"Kau benar, Raja. Tapi kurasa kita tidak perlu menyesali ini. Karena kesombongan harus diberi sanksi." Raseel menepuk pelan bahu Raja Wedden.     

"Berhentilah berpikir keras, Kawan. Itu akan tidak baik untukmu. Lagipula … ini hanyalah pertarungan latihan. Raja Gael juga tidak parah. Semuanya baik-baik saja," ujar Raseel lagi.     

Raja Wedden menarik napas panjang. "Aku akan menemui para Raja." Dia lalu meninggalkan rekan-rekannya menuju bangunan utama kerajaan.     

Cahaya matahari sudah semakin redup tergantikan oleh cahaya bulan yang terang benderang.     

Para tamu kerajaan akan tinggal mala mini dan melanjutkan perjalanan untuk pulang besok hari, terutama untuk Raja dan para pendamping. Sementara para prajurit sebagian akan tinggal dan melakukan latihan gabungan untuk menyamakan kemampuan dan kembali ke wilayah masing-masing untuk menularkan kemampuan kepada prajurit yang lain.     

Di malam yang semakin hening. Egara masih membalut tangannya dengan kain karena sempat memar karena benturan dan serangan dari Raja Gael. Dia mengobati dan merawat dirinya sendiri di kamarnya.     

Samar disunggingkan senyum olehnya, merasa puas dan bangga karena telah berhasil mengalahkan sekaligus membuktikan pada Raja Gael kalau wewenang dan tahta saja tidak cukup untuk menjadi seorang Raja.     

Dia ingat dengan kaliamt yang ia ucapkan pada Raja Gael mengena kemenangan pertarungan mereka. Haira. Wanita itu adalah yang diinginkan oleh Egara. Namun hal itu hanyalah omong kosong yang hanya Egara gunakan untuk memancing Raja Gael.     

Egara keluar dari kamarnya hendak menjenguk Raja Gael. Namun dia dikejutkan dengan keberadaan Vido di depan pintu dan menatapnya tajam.     

"Berani-beraninya kau melukai Raja Gael!" geram Vido. Dia mengepalkan kedua tangannya, jelas dia sangat marah pada Egara.     

"Itulah pertarungan, ada kemenangan juga kekalahan. Kurasa kau sudah paham akan hal itu," sahut Egara tenang. "Apakah dia mengalami pendarahan hebat?" tanyanya kemudian.     

Vido tidak memberikan jawaban. Namun keduanya dikejutkan dengan kehadiran Haira yang menyapa dengan lembut.     

"Apa yang kau lakukan disini? Seharusnya kau menjaga Raja!" Vido cukup kesal.     

"Raja memerntahku untuk menemui Tuan Egara," jawab Haira.     

Vido kembali menatap Egara, semakin marah.     

Egara mengangkat kedua alisnya. "Raja menyuruhmu menemuiku? Apa dia memberitahumu kenapa?"     

"Tidak, Tuan. Raja hanya mengatakan kalau kau akan menjelaskan semuanya dengan baik." Haira polos sekali. Sikapnya itu membuat Egara tergelak tawa.     

"Kemarilah!" Egara menarik paksa lengan Haira dan membawanya pergi.     

Vido tidak dihiraukan sama sekali, dia hanya mampu memijat tengkuknya yang mulai tegang.     

Egara membawa Haira kembali ke ruang perawatan untuk menemui Raja Gael. Sangat takut dengan sikap kasar Egara, Haira hanya nurut dengan sesekali mengaduh karena cengkeraman kuat Egara pada lengannya.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.