BUKU SIHIR SANG RAJA ELF

Egara Menginginkan Pendamping



Egara Menginginkan Pendamping

1Mereka tiba di gudang senjata, Egara meminta pada Corea untuk mengajak Haira masuk dan melihat-lihat dengan ditemani oleh Vido. Sementara dia akan bersama dengan Raja Gael menikmati udara sejuk di luar dengan sedikit berbincang.     

"Kau harus melatih dirimu, Raja. Jika boleh jujur, aku sangat ingin mengajakmu berduel suatu saat nanti," ujar Egara.     

Gael menatap Egara. "Kau ingin mengajakku bertarung? Kau bercanda? Aku seorang Raja dnegan keturunan langsung dari pendiri Kerajaan Timest. Apa kau sedang meremehkanku?"     

"Tidak. Aku justru mengagumimu. Aku kagum karena seorang pecandu Bruen sepertimu dapat menjadi seorang Raja."     

Raja Gael geram dengan kaliamt Egara itu. "Kau lancang, Bung. Jangan karena kau kini adalah seorang Raja maka kau bisa meremehkanku seperti ini. Ika kau ingin bertarung, ayo! Aku sama sekali tidak takut padamu."     

"Begitukah? Aku menginginkan imbalan jika aku menang," ujar Egara.     

Raja Gael mengerutkan dahi. "Apa itu?"     

"Haira. Aku ingin wanita itu menjadi pendampingku."     

Raja Gael terdiam. Dia sangat marah namun tidak dapat mengekspresikannya dengan baik.     

"Ada apa? Kau keberatan? Kukira tidak ada yang perlu dikhawatirkan ketika dia hanya calon prajurit wanita di kerajaan Timur," ujar Egara lagi.     

"Tentu," sahut Raja Gael.     

"Dia cantik. Perhatianku terarah padanya sejak awal. Jadi … aku menginginkannya." EGara kembali menatap Raja Timur yang hanya mengangguk pelan.     

"Egara!" panggil Corea yang baru keluar dari gudang senjata. "Ah maksudku … Tuan Egara," ucapnya lagi memperbaiki kalimatnya.     

"Ada masalah?" tanya Egara.     

"Apa kau menghitung jumlah baju perang yang kau temukan di ruang bawah tanah?" Tanya Corea.     

"Tidak. Ada apa?"     

"Ah tidak apa. Hanya ingin memastikan karena kurasa itu hanya sedikit, tidak sebanyak yang dikatakan oleh prajuritmu yang menyebutkan kalau membutuhkan ruang besar untuk menyimpannya."     

Egara mengerutkan dahinya. Dia mengingat jumlah baju perang dan luas tempat penyimpanan. "Tidak begitu banyak, namun itu cukup untuk semua prajurit Selatan, kurasa."     

"Benarkah?" Corea mengangguk pelan, kemudian dia kembali masuk ke gudang dan melanjutkan pencarian bersama dengan rekan prajurit yang lain.     

"Jadi ….," Raja Gael kembali bersuara setelah Egara mengira percakapan mereka selesai. "Apakah kita akan bertarung hari ini?" ujarnya lagi.     

Egara sangat tertarik dengan hal itu. "Tentu, jika kau tidak keberatan. Aku akan memilihkan baju perang dan senjata terbaik yang kami miliki," responnya.     

Raja Gael mengangguk. Dia lalu pergi meninggalkan Egara dan entah kemana, dia hanya menuju perkebunan tempat Raja Raddone, dan peri lembah bersaudara sedang berbincang.     

Egara menahan tawanya. Ini akan menjadi sejarah dalam hidupnya, karena ini akan menjadi pertama kali bagi Raja Gael untuk bertarung secara langsung dan disaksikan oleh banyak orang.     

Bukan rahasia lagi jika selama ini Raja Gael hanya selalu memberikan perintah pada para prajurit, dia lalu akan berduka jika adanya pertumpahan darah di wilayah kekuasaannya.     

Egara menengok gudang senjata yang cukup luas itu. Menghampiri Corea yang sedang merapikan baju perang dan menyusunnya ulang agar menjadi rapi. Sementara prajurit lain sedang sibuk membersihkan senjata lama, begitu juga dengan Haira yang ditemani oleh Vido sedang membersihkan senjata lama dan menyusunnya di penyimpanan yang lebih rapi.     

Sedikit dilirik olehnya wanita bergaun yang semula ia bicarakan dengan Raja Timur. Hanya sekilas, Egara kembali mengalihkan pandangan kepada rajuritnya. Namun ternyata ia mendapati Corea yang sedang menatapnya lekat.     

Cangung, Corea lalu berpindah ke sisi ruangan yang lain dan membantu memilah senjata diantara tumpukan lain yang lama tidak dirapikan.     

*     

*     

Di halaman belakang. Putri Leidy sedang berjalan bersama dengan Aira dengan adanya perbincangan ringan mengenai kisah lalu Putri Leidy ketika tinggal di erajaan Northan.     

Putri bercerita kalau dia dulu adalah bagian dari Kerajaan yang harus kembali ke Barat karena suatu alasan. Tidak detil, namun cukup membuat Aira paham mengenai hubungan Putri Leidy dengan para anggota Kerajaan.     

Langkah Putri Leidy terhenti diantara perkebunan Kale dan Tomat. Tempat dimana telah ditemukannya salah satu prajurit kepercayaan Raja Barat tewas dengan cara yang misterius.     

Pandangan Putri Leidy terarah jauh pada pagar tinggi yang membatasi wilayah bangunan Kerajaan dengan wilayah luar yang merupakan perkebunan dan pemukiman penduduk.     

Pagar tinggi dan tebal, juga ditambah dengan pelindung dari kekuatan Raja Wedden. Hal itu membuat Putri Leidy mehela napas panjang, semakin ia pahami kalau semua masalah yang datang berasal dari dalam. Karena sangat sulit untuk energy luar dapa tmenembus pertahanan Kerajaan Northan.     

Pekerja di kebun tomat menemukan sebuah tomat yang berwarna sangat merah dan menggiurkan. Segera saja Putri Leidy menghampirinya dan mengatakan kalau dia menginginkan buah itu.     

Pekerja kebun yang merupakan seorang wanita tua dengan senang hati menyerahkan buah tomat pada Putri Leidy. Terlhat sederhana, namun itu sangat membuat Putri Leidy senang.     

"Kau bilang tadi kau baru beberapa hari tinggal di Kerajaan ini, 'kan?" ujar Putri Leidy pada Aira yang selalu mengekor padanya.     

Aira mengangguk sebagai jawabannya.     

"Bagaimana perasaanmu? Apakah nyaman? Kurasa mereka selalu berhasil membuat orang suka untuk tinggal karena kebaikan dan pelayanan yang luar biasa. Benar begitu, 'kan?" Putri Leidy memakan buah tomatnya.     

"Ah benar, Putri. Mereka benar-benar baik, aku hingga merasa tidak enak karena kebaikan mereka. Mulai dari Nona Corea, hingga Raja. Semuanya baik," jawab Aira.     

Putri Leidy tersenyum. "Kau beruntung karena tersesat di wilayah Selatan," ujarnya dengan tawa samar.     

"APa kau akan kembali ke Selatan, Putri?" tanya Aira.     

"Entahlah. Aku belum memutuskan untuk itu."     

"Kau tidak merindukan orang-orang disini?" Aira menatap putri Leidy.     

"Sangat rindu. Hanya saja … kurasa mereka baik-baik saja tanpa aku."     

Hening sejenak. Pandangan Putri Leidy tertuju pada bangunan yang berjarak cukup jauh dari tempatnya berdiri, yaitu gudang senjata.     

"Putri Leidy!"     

Seseorang memanggil dari arah belakang. Segera saja Aira dan Putri Leidy berbalik untuk mengetahui sumber suara. Rupanya itu adalah Raja Wedden yang sedang bersama dengan Cane.     

Mereka berdua menghampiri putri Leidy dengan bergegas, terlihat seperti hendak segera mengatakan sesuatu.     

Aira yang merasa tidak nyaman berada di dekat mereka, segera menepi dan hanya memantau dari kejauhan.     

Semula mereka berbincang bertiga, namun berikutnya Cane menyusul Aira dan hanya membiarkan Raja Wedden berbincang berdua dengan Putri Leidy.     

"Hey kau pandai bergaul," puji Cane seraya mengangkat kedua alisnya pada Aira. "Putri Leidy tidak mudah berbicara pada orang asing, tapi kau berhasil berbincang dengannya. Bagus sekali, Nona."     

"Ah begitukah? Kukira dia memang se-ramah itu. Aku sangat menyukai pribadinya yang sangat anggun dan hangat," ujar Aira.     

Cane tersenyum. "Dia memang sangat sempurna, 'kan? Tidak ada satu halpun yang kurang darinya."     

Aira mengangguk samar.     

"Ayo. Kita bantu pelayan membereskan ruang pertemuan." Cane mengajak Aira untuk kembali ke dalam.     

Aira kembali mengangguk sambil tersenyum, namun dia masih sempat melirik Raja dan Putri Leidy yang berbincang berdua. Terlihat serius, namun sesekali saling tertawa.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.