BUKU SIHIR SANG RAJA ELF

Masalah yang Sama X



Masalah yang Sama X

2 "Aku ingin bicara berdua dengannya. Tapi tidak apa jika kau mengatakan padanya tentang semuanya. Kulihat kalian kini memiliki hubungan yang baik, maka tidak akan masalah untuk saling berbincang mengenai rencana Kerajaan kedepannya." Raja Wedden menyunggingkan senyumnya dengan anggukan ringan.     

Corea mendengkus. Dia kesal dengan Wedden yang tidak jauh berbeda dengan kedua kakak laki-lakinya yang suka sekali menggodanya dengan Egara.     

Ketika hendak berbalik, pandangan Corea tertuju pada seorang pelayan yang sedang membawa nampan berisi makanan dan minuman menuju ruang perawatan. Hanya ada Egara di ruangan itu, sehingga pelayan tersebut dapat dipastikan akan memberikan makanan untuk Egara.     

"Kurasa dia telah sadarkan diri," ujar Cane yang ternyata juga memperhatikan pelayan yang lewat.     

Corea mengangguk. Ditemani oleh Diya, ketiganya menuju ruang perawatan mengikuti pelayan.     

Namun sayangnya mereka dihentikan oleh Jeo juga Han di depan pintu. Keduanya juga menahan pelayan dan hanya mengijinkan nampan untuk masuk dengan dibawa oleh Jeo.     

"Ketua sedang tidak ingin diganggu oleh siapapun. Dia masih sangat lemah untuk beriteraksi," ujar Han yang menahan langkah empat wanita yang hendak menjenguk Egara.     

Pelayan itu hanya segera mengangguk paham dan pergi begitu saja. Namun tidak dengan Corea, Cane dan Diya yang masih berdiri di depan pintu hingga menunggu Jeo kembali keluar.     

"Apakah dia sudah sadar?" tanya Corea.     

"Belum," sahut Han segera. "Kurasa ketua mengalami cidera cukup parah pada bagian kepala sehingga membuatnya membutuhkan istirahat lebih," imbuhnya.     

"Begitukah? Kukira dia baik-baik saja karena kemarin ia bahkan sempat berbincang dengan Raja Wedden setelah bertarung," gumam Corea.     

"Benar, kami juga tidak tahu kenapa tubuhnya bahkan masih sangat lemah. Hanya sebentar, kalian tidak perlu terlalu khawatir karena kami yang akan menjaganya dengan baik. Kalian kembalilah pada pekerjaan kalian masing-masing." Jeo mempersilahkan ketiga wanita itu pergi.     

"Hanya melihat dari kejauhan? Bolehkah?" ucap Corea yang penasaran. Dia merasa tidak masuk akal jika pria yang sebelumnya tidak pernah se-lama ini tidak sadarkan diri.     

"Maaf, Nona. Tidak bisa." Jeo dan Han kompak sekali. Keduanya sungguh melakukan tugas dengan baik     

Cane lalu menepuk pelan bahu Corea dan mengajaknya ke halaman belakang untuk menyaksikan latihan gabungan prajurit Utara dan Selatan.     

Diya menjadi semakin bersemangat ketika ia melihat prajurit Utara mendapat banyak serangan. Diya ikut geram namun dia memilih untuk memantau dari kejauhan.     

"Kau ingin bertarung?" tanya Corea pada Diya yang tidak mengalihkan pandangan dari para pasukan yang berlatih.     

"Tidak," jawab pengawal pribadi Pangeran Soutra itu     

"Jangan sungkan. Aku biasa berlatih dengan orang lain." Corea melanjutkan langkahnya menuju area latihan.     

Seperti déjà vu, Corea teringat ia pernah berlatih melawan Egara sebelumnya. Begitupun dengan Cane, ketika prajurit Northan sedang berlatih campuran antara prajurit wanita dan prajuit pria.     

"Pedang atau busur panah?" tanya Cane pada Diya. Cane telah bersiap dengan dua jenis senjata tersebut yang dia dapat dari lokasi latihan.     

"Pedang saja," jawab Diya.     

"Eh tapi bukannya kau juga pandai dengan busur panah?" ucap Cane lagi.     

"Ah aku beruntung sekarang menjadi salah satu dari ahli pedang di Utara," sahut Diya.     

Cane mengangguk mengagumi. Dia lalu memberikan sebuah pedang pada pengawal Pangeran Soutra.     

*     

*     

Raja dan para pria lainnya     

Pengelana wanita dari negeri kecil di sisi barat negeri persei, yang mengaku kabur karena negerinya hancur karena serangan penyihir wanita yang mengerikan.     

Famara selalu mendampingi putri Leidy, dia paham dengan wanita yang tidak lagi memiliki kekuatan itu membutuhkan bantuan untuk banyak hal. Karena sekarang Leidy kembali sangat pemilih dalam makanan, juga dia tidak boleh terlalu lelah karenawalau bagaimanapun dia harus ingat kalau selama ini dia selalu ditopang oleh roh alam sehingga dia kini adalah sosok yang lemah.     

Kabar mengenai sosok Egara yang tangguh dan tetap baik-baik saja walau telah dua kali bertarung dengan Raja Wedden telah sampai di telinga Raja Raddone. Hal itu membuatnya geram. Dia yang sejak awal tidak menyukai Ketua Pasukan Selatan itu kini mulai berpikir kalau Egara benar-benar berbahaya.     

Namun di sisi lain, dia juga ingin mengenal dan menjalin hubungan baik dengan pria itu. Karena dia melihat Raja Wedden sangat mempercayainya, sehingga aka nada kesempatan bagus untuk Raddone untuk mendapatkan bagian dari wilayah Selatan.     

"Raa, kau tidak bercanda mengenai Egara?" Corea mengikuti langkah Raja Wedden yang sedang menikmati cahaya matahari pagi di halaman belakang. Keduanya baru selesai makan bersama dengan rekan lain, namun Raja ingin sendirian, hanya saja Corea yang selalu ingin tahu itu tidak ingin kepalanya dipenuhi hal yang membingungkan.     

"Mengenai apa? Pertarungan kami yang kedua, atau pengangkatannya menjadi Raja?" sahut Raja Wedden dengan santai.     

"Keduanya. Kau bisa menjelaskan padaku satu per satu," ujar Corea yang masih mengekor pada sang Raja.     

Raja Wedden lalu berhenti. Dia sedang menghadap ke arah matahari, di dekat kebun tomat yang buahnya mulai merah.     

"Aku ingin mengetahui kekuatan maksimal pria itu. Karena aku berkeinginan untuk mengangkatnya sebagai raja, maka aku harus memastikan kalau dia sanggup untuk segala sesuatunya. Dia sosok yang terbaik, bahkan lebih baik dariku, kurasa. Banyak kekuatan yang ia miliki, namun semuanya sangat seimbang di dalam dirinya." Raja Wedden menjeda dengan tarikan napas panang, membiarkan udara segar merasuki kerongkongannya.     

"Dia layak untuk memimpin suatu wilayah. Benar, 'kan? Dengan begitu maka tidak akan ada ketidak seimbangan wilayah dengan kepemimpinan salah satu Raja yang merupakan keturunan langsung Raja Elf. Semuanya sama rata, manusia hebat." Tutup kalimat Raja Wedden.     

"Tapi dia penyihir, 'kan? Wilayah manapun tidak memiliki pemimpin yang penyihir," ujar Corea.     

"Kau lupa? Orangtua Raja Barwest adalah penyihir, Raja gael juga berdampingan dengan ilmu sihir sejak kecil maka tidak akan sulit baginya jika dia ingin belajar sihir. Lalu Ren. Maksudku, Pangeran Ren, dia sedang proses belaar sihir denganku. Semuanya akan belajar ilmu sihir selain jago bertarung dengan pedang. Maka tidak ada ketidakseimbangan, 'kan?" Raja Wedden manatap Corea.     

"Begitukah?" gumam Corea.     

"Emm. Setiap kerajaan aka nada penambahan jumlah prajurit baik yang di kerajaan maupun perbatasan. Itulah tujuan kita semua, wilayah Persei aman."     

Corea mengangguk samar. "Kau sudah memberitahu Egara mengenai ini?"     

"Belum," sahut Raja segera. "Kurasa dia sudah mengetahuinya."     

"Lalu bagaimana jika dia menolak?"     

"Dia pasti akan menerimanya."     

"Kenapa kau sangat optimis?" Corea mengerutkan dahinya.     

"Dia mencintai kerajaan ini. Maka dia akan tetap menjaga dan tinggal di tempat ini."     

"Begitukah?"     

"Emm. Kembalilah ke ruang perawatan untuk Cane. Aku sudah terlalu banyak bercerita padamu," ujar Raja Wedden.     

"Kau tidak akan menghilangkan cahaya lagi, 'kan?" Tanya Corea sebelum dia pergi meninggalkan sang raja sendirian.     

Wedden menggeleng. Dia tidak menyangka akan menceritakan semuanya pada Corea. Padahal dia hanya ingin rencananya itu hanya dirinya sendiri yang mengetahuinya. Namun ternyata dia tidak mampu berdiam diri lebih lama lagi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.