Terakhir Jalan X
Terakhir Jalan X
Di setiap perjalanannya, Raddone berdecak dan mengagumi kalau dirnya sebagai Raja Barat ternyata memiliki wilayah yang sangat luas dan penduduk yang sangat banyak untuk dia pimpin.
Raddone juga telah menjadwalkan kunjungan ke seluruh kerajaan kecil di wilayah Barat. Dia benar-benar ingin dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat, hal itu akan memudahkan dirinya saat hendak memberikan suatu kebijakan baru atau apapun.
"Kita akan mengakhir ini hingga senja ataukah lanjut hingga semua tempat kita kunjungi?" tanya Jana yang berjalan mendampingi sang Raja.
"Hingga semua tempat kita kunjungi," jawab Raja tanpa seketika.
"Baiklah. Kalau begitu kita akan istirhat di perkebunan anggur."
Raja Raddone mengangguk kecil. Dia menyetujui ide dari Jana itu.
Walau masih merasa segar dan sehat, namun ternyata kedua mata Raddone tidak dapat berbohong sama sekali. Tubuhnya membutuhkan istrahat namun dirinya masih belum ingin menyudahi perjalanannya. Dia hanya menahan tubuhnya dengan berhenti melangkah jika merasa kantuknya datang.
Perjalanan menuju perkebunan anggur diiringi dengan angin semilir dari arah TImur. Raja Raddone tida lagi dapat membohongi dirinya sendiri, tubuh lelahnya membuatnya tertidur hingga tidak dapat menikmati perjalanan seperti yang ia rencanakan sebelumnya.
Di dalam kereta, Raddone menyandarkan tubuhnya memejamkan mata membiarkan tubuhnya bergoyang kesana kemari karena jalanan yang tidak rata.
Jana tidak mengganggu Raddone sedikitpun. Dia membiarkan sang Raja untuk beristirahat dan hanya membangunkan setelah tiba di lokasi yang dituju.
Puluhan bahkan sudah mencapai seratus lebih hektar kebun anggur warisan Kerajaan Barwest terbentang luas dan dirawat dengan baik oleh penduduk.
Banyak pula lahan yang memang milik penduduk dan dikelola sendiri oleh penduduk setempat sebagai mata pencaharian mereka. Aroma segar buah anggur tercium dari kejauhan, sangat menenangkan. Jana melirik sedikit pada sang Raja yang masih enggan untuk membuka kedua matanya.
Mereka tiba, namun Jana tidak mengijinkan siapapun untuk mengganggu istirahat Raja sehingga mereka belum memulai acara walau seluruh tokoh yang hendak ditemui telah berada di lokasi.
"Raja masih belum sepenuhnya bisa menerima kepergian Raja Audore. Beliau terjaga tidak memakan apapun sejak har itu. Jadi, biarkan beliau beristirahat sejenak," ujar Jana memberikan pengertian.
Semua orang mengangguk paham, walau diantara mereka ada yang keberatan untuk menunggu namun semuanya patuh dengan perkataan Jana karena menghargai raja mereka.
Sebuah meja besar dengan banyak suguhan mulai dingin masih tersusun rapi tanpa disentuh oleh seorangpun.
Mereka hanya memakan anggur hijau yang diberkan berlimpah oleh para penduduk sebagai jamuan.
Jana memerintah seorang anggota pasukan untuk mengecek keadaan sang raja di kereta, dia khawatir sang Raja akan kebingungan karena terbangun dan hanya seorang diri.
Tidak lama dari diperintahkan oleh Jana, prajurit itu telah kembali bersama dengan tuan Raja yang berjalan seraya membenarkan jubah serta mahkotanya. Nampak dari kejauhan Raja tersipu sekaligus merasa tidak enak karena membuat banyak menunggunya yang terlelap.
"Maafkan aku. Seharusnya aku memerintahkan Jana untuk membangunkan," ujar Raddone yang disambut baik oleh para tokoh.
"Kami tidak ingin istirahat anda terganggu, Raja." Jana bersuara.
Egara duduk di tempat tidurnya di ruang perawatan. Kali ini dia ditemani oleh Jeo dan Han, serta beberapa prajurit yang keluar dan masuk bergantian dengan membawakan beberapa buah untuk cemilan Ketua Pasukan mereka.
Egara masih sibuk dengan pikirannya sendiri. Dia kesal, namun juga bingung karena gagal paham dengan maksud dari perkataan Raja Wedden.
Seorang pelayan datang dengan membawakan sup hangat, Jeo mengambil nampan itu dan segera menyuruh pelayan itu kembali keluar dan meningglkan mereka di ruang perawatan.
"Ah dia gila!" geram Egara yang kepalanya masih pening. Ia memijat pelan tengkuk lalu dahinya, sama sekali tidak membantunya untuk berpikir jernih.
"Aku bertarung dengannya untuk membuktikan kekuatanku dan akan menjadi Raja?" gumamnya cukup nyaring.
Jeo dan Han masih diam, keduanya belum mendapatkan respon yang tepat untuk sikap Ketua mereka.
"Hey kalian! Apa kalian pikir pertarungan dan pembuktian kekuatanku itu sia-sia?" Tanya Egara pada kedua anak buahnya.
"Tidak, Ketua."
"Sama sekali tidak, Ketua."
Jawaban keduanya sama. Egara kembali mehela napas panjang. "Lalu apakah menurut kalian aku pantas untuk menajdi Raja?" ucap Egara lagi.
Kedua prajurit itu saling diam untuk beberapa saat sebelum akhirnya menjawab 'iya' bebarengan.
Brakk!!
Egara memukul keras meja makanan di hadapannya, nyaris menumpahkan sup dan gelas minuman diatasnya.
"Kalian bercanda denganku?!" ucap Egara nyaring. Kedua manik matanya membulat karena emosinya.
Han sempat melangkah mundur karena terkejut, sementara Jeo hanya terkejut namun tetap pada posisi semula.
"Kau memiliki banyak kekuatan, Ketua. Kurasa kau bahkan yang terkuat dari Raja wilayah lain. Jadi, aku merasa kau sangat layak." Jeo mengutarakan pendapatnya.
"Benar. Raja Timur bahkan tidak turun tangan saat berperang, kurasa itu salah satu bukti kalau dia tidak memiliki kekuatan dan hanya dinobatkan karena putra dari Raja sebelumnya."
Egara menatap Han, kalimat prajuritnya terdengar masuk akal. Hanya saja Egara masih belum bisa menerima kalimat candaan Raja Wedden itu untuk masuk ke dalam pikirannya.
"Maaf aku bukan ingin menggurui," ujar Jeo. "Tapi Ketua, jika kau berkata ingin mengabdi pada Raja Wedden, kurasa dengan kau menjadi Raja Northanpun kau tetap mengabdi pada Raja Wedden. Karena dia adalah Raja dari semua Raja di negeri Persei. Kau tetap menjalankan sumpahmu," imbuh Jeo.
"Ahh sialnya adalah aku tidak dapat membaca isi kepala Raja, sehingga aku tidak tahu tujuan utamanya melakukan ini padaku." Egara kembali memukul meja di depannya.
"Kurasa kau harus istirahat terlebihdulu, Ketua. Kau akan lebih baik setelah makan dan tidur," ucap Han pelan.
Egara tidak menggubris kaliamt anak buahnya itu. Tapi dia justru banyak bertanya mengenai kejadian yang terjadi selama ia terlelap di ruang perawatan karena dia sempat merasakan sesuatu yang tidak nyaman dalam dirinya, namun dia tidak mengetahui pasti penyebabnya.
Jeo dan Han menceritakan mengenai hilangnya cahaya yang mengacaukan seluruh wilayah Selatan, dia juga menceritakan tentang keadaan Egara yang tidak terlihat hidup namun setelah sadar, benar-benar terlhat pulih sepenuhnya.
Egara mengangguk pelan. Dia lalu meminum minumannya dan kembali mengompres bagian perutnya yang baru mendapat pukulan keras dari Raja Wedden.
Jeo dan Han hendak membantu, namun Egara menolak dan meminta kedua prajuritnya itu untuk tetap menemaninya karena dia khawatir terjadi sesuatu pada dirinya yang sedang tidak ingin diganggu.
"Kau sudah pulih?" tanya Egara pada Jeo yang kemarin berlatih bertarung dengannya.
"Sudah, Ketua. Aku baik-baik saja," sahut Jeo dengan anggukan yang mantap.
"Kau manusia yang kuat juga," ujar Egara yang kembali menenggak minumannya.
***