Wanita Cantik
Wanita Cantik
Beberapa saat kemudian dia terlihat mendekati seorang pedagang buah dan membeli satu buah apel yang kecil dengan beberapa koin kecil.
Corea masih terus memandanginya, hingga wanita muda itu menjauh dari para pedagang dan duduk di dekat gentong air sehingga tubuhnya tidak terlihat.
Orang-orang yang lewat membiarkan wanita itu. Terlihat juga seorang pria tua yang memberikan sepotong roti pada wanita muda itu dengan melemparkannya.
Corea tiba-tiba mehela napas panjang. Cane yang merasa saudarinya itu berbeda segera mengikuti arah pandang Corea.
"Kurasa dia tersesat," ujar Corea.
"Kenapa? Kurasa dia hanya terlihat … miskin," sahut Cane.
Corea tanpa berpikir panjang lagi berjalan untuk berjalan menghampiri wanita muda yang sedang makan itu. Cane dan Diya mengekor dengan masih mengamati.
"Hey, dari mana asalmu?" tanya Corea tanpa basa basi membuat wanita muda itu terkejut dan ketakutan.
Corea lalu berjongkok dan mendekatkan wajahnya pada wanita muda itu. Ditatapnya lekat kedua manik mata wanita muda itu yang berwarna kehijauan. Corea hendak menyentuh tudung jubahnya, namun wanita itu segera menghindar dan justru menutupi wajahnya.
"Aku bukan pencuri. Aku hanya mampir untuk membeli makanan," ujarnya dengan suara gemetar nan lirih.
Corea masih diam. "Buka tudungmu. Aku hanya ingin memastikan sesuatu," pintanya.
Wanita itu terlihat gemetar, ia lalu membuka tudung kepalanya dan memperlihatkan warna rambutnya yang keabuan ikal nan panjang.
Corea memperhatikan bagian telinga wanita itu, terlihat normal dengan dua bekas tindik yang sejajar.
Cane menarik tubuh Corea agar bangkit. "Hey, ada apa?"
Corea menggeleng. "Dia tersesat," jawab Corea dengan berbisik.
"Ikutlah dengan kami, kau akan mendapatkan makanan dan pakaian yang layak." Corea kembali berjongkok dan menatap wanita muda itu.
Cane dan Diya megangguk pelan menyetujui perkataan dari Corea.
Cukup lama wanita itu memandangi ketiga prajurit yang sedang di hadapannya, lalu kemudian dia bersedia untuk berdiri dan ikut bersama mereka.
"Apakah aku tidak akan merepotkan kalian?" ucapnya lembut.
"Tentu tidak," sahut Cane. "Kau justru akan membuat kami senang," imbuhnya.
Wanita muda itu tersenyum seraya menundukkan kepalanya. "Terimakasih," ucapnya lirih.
Tiga prajurit bersama dengan seorang wanita berjubah abu, mereka berempat berjalan menuju Kerajaan dengan saling diam. Sesekali Diya menawarkan buah berry emas pada wanita bertudung itu sambil adanya percakapan kecil mengenai rasa buah yang manis.
Setibanya di Kerajaan, Corea meminta pelayan untuk dapat memberikan pakaian pada wanita itu dan mempersilahkannya untuk membersihkan diri di ruangan tamu kerajaan. Cane juga telah meminta pada pelayan untuk kembali menyiapkan makanan yang banyak untuk tamu mereka.
"Biarkan satu kamar tamu untuknya beristirahat," ujar Corea.
"Ah di kamarku saja," sahut Diya.
"Kau bahkan di kamar prajurit, Nona." Cane melirik pengawal Pangeran Soutra itu.
"Ah benar," ucapnya malu.
"Aku hendak memintanya di ruang prajurit, hanya khawatir kalau dia tidak nyaman dengan semua perlengkapan perang kita," ujar Corea yang ditanggapi dengan tawa oleh Cane dan Diya.
Mereka bertiga menunggu wanita itu sambil berbincang. Walau hanya berkeliling sebentar, Diya sudah merasa senang dan banyak bercerita mengenai hal yang ia lihat selama perjalanan.
"Aku menyukai aksen Selatan. Terdengar sangat berkelas dan formal."
"Begitukah? Kukira itu sama dengan Utara," ujar Cane.
Kemudian hening.
"Hey, Raja kita bahkan bukan orang Selatan."
"Ah benar juga. Sebagian besar orang di Kerajaan adalah orang Utara, termasuk kita." Corea melirik Cane. Keduanya kembali tertawa.
"Para pelayan dan pekerja di kebun banyak yang orang Selatan, 'kan? Aku sempat berbincang dengan mereka dan itu terdengar berbeda," sahut Diya.
"Aku … tidak pernah berbincang banyak dengan mereka." Cane segera meminum minumannya.
Setelah beberapa saat menunggu, wanita yang mereka temukan di pasar tadi telah selesai membersihkan diri dan sedang menuju ruang makan dengan didampingi oleh seorang pelayan.
Terlihat anggun, rambut keabuannya yang panjang dengan paras cantik juga manik mata yang kehijauan, semuanya terlihat sempurna ditambah bentuk tubuhnya yang juga indah.
Ketiga prajurit wanita sempat berdecak setelah melihat perubahan penampilan wanita itu, karena sama sekali tidak terlihat jika dia adalah sosok wanita miskin yang membutuhkan makanan.
"Apakah dia seorang putri yang melarikan diri?" tanya Diya berbisik.
"Atau mungkin dia diusir?" bisik Cane juga.
"Kau cocok sekali dengan pakaian itu, Nona. Kau bahkan tidak canggung. Apa kau seorang putri?" tanya corea tanpa basa basi.
Wanita itu tersipu. "Bukan. Aku hanya penduduk desa biasa."
"Emm," angguk Corea pelan. Namun dia masih memiliki pertanyaan dalam kepalanya.
Ketiga prajurit wanita itu mempersilahkan tamunya untuk makan. Momen itu dimanfaatkan oleh ektiganya untuk dapat mengenal lebih jauh dan mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya dari tamunya.
Cane sedikit merasa kurang nyaman dengan tindakan mereka kali ini. Membawa tamu asing ke dalam kerajaan saat Raja Wedden sedang tidak ada di tempat. Dia melirik Corea, namun peri lembah itu sedang menyimak kisah dari wanita muda yang mengaku bernama Aira itu.
"Aku berasal dari desa Nourma, sebelumnya kami masih terisisa dua puluh orang di desa itu setelah kerajaan Kegelapan menghancurkannya. Namun tidak lama kemudian kami kembali diserang oleh seorang penyihir wanita yang memakan hati manusia untuk menambah kekuatannya. Aku bersama temanku kabur hingga ke Selatan, namun kami datang disaat yang tidak tepat. Ketika keadaan kalian yang juga sedang tidak stabil sehingga kami tidak memiliki tempat untuk tinggal. Kami bersembunyi dank arena kelaparan, temanku mulai sakit dan akhirnya meninggal. Aku pergi ke pusat wilayah Selatan, namun aku juga masih hidup miskin hanya sedikit beruntung akrena dapat menemukan makanan dan tempat tinggal sederhana."
"Dimana kau tinggal?"
"DImana desa Nourma itu?
"Apa yang kau lakukan untuk bertahan hidup?"
Tiga pertanyaan dari tiga prajurit wanita yang berbeda. Aira kemudian kembali bercerita sebagai jawabannya.
"Desa Nourma berada di ujung Selatan Barat negeri persei, desa kecil yang berpotongan langsung dengan negeri Claen. Desa kami tidak diakui, Raja Elf bahkan hanya sekali untuk berkunjung. Itu yang kudengar dari orangtuaku dahulu."
"Setelah aku ke pusat wilayah Selatan, aku tinggal di sebuah tempat kecil di dekat pasar dan membantu warga untuk mengurus dagangan. Itulah yang dapat kulakukan karena aku tidak memiliki keahlian apapun." Aira meminum minumannya. Dia sudah selesai makan namun makanan ringan masih tersedia banyak.
"Lalu kenapa kau sampai tidak bisa membeli makanan? Bukankah kau mendapat upah dari pekerjaanmu?" tanya Corea.
"Aku baru saja berhenti bekerja karena aku terpaksa mencuri hasil kebun untuk mengobati luka di kakiku."
***