BUKU SIHIR SANG RAJA ELF

Cahaya yang Hilang



Cahaya yang Hilang

1Seluruh cahaya menghilang secara tiba-tiba, bahkan obor yang biasa menyala di setiap sudut ruangan mati. Cahaya di langit Selatan juga menghilang. Benar-benar menjadi gelap gulita hingga membuat kadar oksigen berkurang secara drastis.     

Seluruh penghuni Kerajaan, terutama mereka yang belum tidur, seperti pelayan dan prajurit yang berjaga segera saling memanggil dan berkumpul pada satu titik yang ditentukan.     

Tidak sedikit dari mereka juga mulai mengalami sesak napas, beruntung mereka masih dapat bertahan dengan mengatur kepanikan.     

Seorang pelayan jatuh pingsan karena terlalu panic dan mengalami sesak napas, begitu juga Cane yang terbangun dengan tiba-tiba dan memanggil siapapun di dekatnya untuk memberikan bantuan pernapasan.     

Hal itu membuat orang di sekitar mereka semakin panic, karena mereka juga kebingungan bagaimana cara untuk menolongnya.     

"Corea …," terdengar lirih suara Cne sebelum akhirnya tidak sadarkan diri.     

Beruntung. Cahaya kembali menyala, seolah mereka kembali pada kehidupan hingga membuat semua orang lega dan tidak sedikit pula yang menangis.     

"Kenapa?"     

"Dunia terasa kiamat."     

"Apakah akhir dunia?"     

Terlalu banyak persepsi orang-orang yang panik.     

Semua orang yang masih kesulitan untuk mengatur napas mereka segera menuju ruang perawatan. Begitu juga dengan seorang pelayan dan Cane yang pingsan dengan seluruh tubuh berpeluh.     

Corea sangat panic. Dia menyesali kemampuannya yang hanya terbatas pada meniupkan angin.     

Setelah dapat kembali bernapas lega, semua orang kembali saling berjaga satu sama lain. Mereka mencari dan memastikan kalau Tamu Raja baik-baik saja.     

Bukan hanya di dalam kerajaan kepanikan dan kekacauan terjadi, namun banyak juga penduduk yang berbondong menuju Kerajaan untuk mencari perlindungan karena mereka juga tidak tahu arah karena gelap yang ternyata melanda seluruh wilayah Selatan.     

Para prajurit yang berjaga di gerbang terluar dikejutkan dengan banyaknya penduduk yang saling mendorong dan rusuh, beberapa juga ada yang pingsan. Bocah menangis, para orang tua merengek karena sudah lelah dan mengalami kesulitan bernapas.     

Saat cahaya kembali pada dunia, para prajurit meminta pada penduduk untuk kembali ke rumah masing-masing. Mereka juga mebagi pasukan dengan beberapa prajurit mengawal sekaligus memberikan penjagaan pada mereka yang takut akan kegelapan.     

*     

*     

Raja Wedden kembali dari ruang bawah tanah saat kegelapan telah lenyap. Dia dikejutkan dengan keberadaan para prajurit yang siaga di depan pintu batu untuk menunggunya keluar.     

"Kau baik-baik saa, Tuan?" Tanya mereka nyaris bersamaan.     

"Ada apa?" Tanya Raja balik. Tidak biasanya para prajurit terlihat panic seperti itu.     

Seorang prajurit menjelaskan apa yang terjadi. Sontak saja Raja Wedden menuju Kerajaan dan mengecek seluruh anggota Kerajaan juga para tamunya yang sedang beristirahat.     

"Semuanya baik-baik saja, Tuan. Hanya seorang pelayan dan Nona Cane yang sempat mengalami sesak napas dan pingsan. Lalu para penduduk berbondong meminta bantuan, namun kami telah membereskan mereka semua untuk tetap berada di rumah namun dalam pengawasan para prajurit." Seorang prajurit bernama Roto menjelaskan.     

Raja Wedden berdecak setelah mendengar semuaya. Ia lalu bergegas menuju ruang perawatan untuk mengecek keadaan para rekannya.     

Corea dan Diya sedang berdiri di dekat tempat tidur Cane. Peri hutan itu masih belum sadarkan diri, namun detak jantungnya sudah kembali normal seperti sedia kala.     

Raja Wedden juga meminta laporan dari para prajurit mengenai keadaan semua rekan dan tamunya yang tak seorangpun ia temui di ruang perawatan.     

Seorang prjaurit mengatakan kalau sebelumnya semapt terjadi kepanikan di setiap kamar, lalu semuanya kembali normal setelah cahaya yang kembali.     

Perhatian Raja Wedden kembali tertuju pada Egara. Dia memindai tubuh pria itu dari ujung kaki hingga ujung kepala. Seraya mehela napas panjang, Raja Wedden meyakini kalau pria itu masih akan mampu untuk menyerang dan bertarung melawan Raja Wedden.     

"Raja, apa terjadi sesuatu padamu?" Tanya Corea yang membuyarkan lamunan sang Raja.     

Wedden mengangguk samar. "Aku memadamkan api abadi," jawabnya.     

Corea melotot, dia benar-benar tidak mempercayai kaimat Raja Wedden itu.     

"Hanya sejenak, namun api itu kembali menyala dan aku meninggalkannya begitu saja," tambah Raja untuk menjelaskan.     

"Tapi … sungguh tidak terjadi apapun denganmu?" tanya seorang prajurit lain yang ada di dekat Corea.     

Raja Wedden kembali mengangguk. "Kurasa kalian yang dalam bahaya karenaku," jawabnya.     

Corea menarik napas panjang. "Apa yang kau pikirkan? Kenapa kau mematikan api itu?"     

"Semula aku berfikir kalau dengan matinya api abadi, makan akan lenyap energy kegelapan yang akan membawa kehancuran."     

"Kau polos sekali," gumam Corea.     

"Kau tahu jika ini akan terjadi jika api itu padam?" Raja Wedden emnatap Corea yang mendengkus, menatap seolah menyalahkan.     

"Tidak. Tapi, kukira kau lah yang tahu karena kau adalah Rajanya …."     

"Maaf," ucap Raja Wedden. "Aku akan bertanggungjawab penuh untuk semua ini."     

Raja Wedden lalu keluar dari ruang perawatan, membiarkan Corea bersama dengan para pelayan dan prajurit lain dengan kesibukan masing-masing.     

Raja Wedden harus mengecek keadaan seluruh wilyah Selatan yang menjadi sangat kacau karena hilangnya cahaya kehidupan.     

Dengan bersama dengan pasukan, ia membawa banyak bahan makanan yang akan dibagikan pada seluruh penduduk.     

Dia mendengar banyak info dari para prajurit, dia juga dapat merasakan betapa kacaunya keadaan di perkampungan karena suasana yang mendadak gelap gulita dengan kadar oksigen sedikit.     

Tidak sedikit penduduk yang masih berada di luar rumah, mereka menunggu kedatangan Raja Wedden yang akan memberikan bantuan serta menyelamatkan nasib mereka.     

Para orang tua segera menghampiri Raja yang bahkan belum turun dari kereta, mereka mengadu dan berkeluh kesah tentang apa yang baru saja mereka alami.     

Untuk sejenak, Raja Wedden merasa déjà vu dan seolah kembali merasakan kekacauan yang ia alami ketika penyerngan Kimanh ke desa Vitran yang merenggut nyawa kedua orangtuanya.     

Sambil lalu, Wedden memasang tirai tak kasat mata untuk melindungi seluruh wilayahnya dari kekuatan luar yang akan mengganggu. Dia juga mengambalikan cuaca cerah di malam menjelang pagi itu hingga semua penduduk merasa riang dan sangat berterimakasih.     

"Ah sial. Hanya karena aku ingin mencoba mematikannya, malah kekacauan terjadi di seluruh wilayah kekuasaan," gumam Raja Wedden.     

Dia yang membutuhkan istirahat itu mengurungkan niat walau hanya untuk memejamkan mata. Dia bahkan melupakan rencana untuk bertarung dengn Egara setelah matahari terbit.     

Raja Wedden menengadah, memandangi langit yang kembali menampakkan kemerlip bintang yang semula tak nampak. Cahaya bulan kembali menerangi dengan semburat oranye dan putih yang mulai muncul dari ufuk timur.     

Beberapa jam lagi matahari muncul, Raja Wedden belum mengunjungi seluruh bagian wilayah Selatan. Hingga akhirnya dia menggunakan kekuatannya serta kembali membagi pasukan untuk menyerahkan bahan makanan dan kebutuhan penduduk lainnya.     

Raja Wedden lalu berhenti di tengah jalan. Dia merasa ada sesuatu yang menahan langkahnya, sesuatu yang merupakan kalimat yang terus terngiang, semula samar lalu nyaring di dalam kepalanya.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.