Memulai Persiapan
Memulai Persiapan
==
"Apa kau Raja?" ucap sosok itu lirih dengan suara yang serak.
"Benar. Akulah rajanya," jawab Raja Wedden tanpa ragu.
Sosok iti lalu mengulurkan tangannyq hendak meraih lengan Raja Wedden yang sedari tadi mengepal.
Raja Wedden sedikit mengerutkan dahinya. "Menjauh dariku!"
"Kau putra Kimanh?" ucap sosok itu lagi.
"Aku putra Rapher sang Raja Elf. Pergilah kau dari sini dan berhenti menggangguku!" Raja Wedden mulai risih.
Sosok itu terlihat samar tertawa, namun wajahnya yang berlumur darah membuat sosok itu terlalu menakutkan.
"Kau bukan Rajanya," ucapnya. "Kau tidak akan sanggup melawan kekuatan besar yang akan datang menyerang. Semua stok baju perangmu, senjata terbaikmu. Semuanya tidak akan cukup. "
Raja Wedden mengerutkan dahinya.
"Kau tidak memprediksi perang kedua, 'kan? Perang yang lebih besar dari sebelumnya dan menyebabkan kematian di seluruh negeri Persei."
Raja Wedden mulai geram, namun dia masih membiarkan sosok itu untuk terus berceloteh.
"Kau bukan Rajanya ...."
==
==
"Kalahkan aku, Raja. Jika kau bahkan tidak dapat mengalahkanku, maka kau tidak selayaknya menjadi Raja di Kerajaan ini karena aku akan menguasainya kembali."
Suara menggelegar terdengar jelas di telinga Raja Wedden. Seketika ia bangkit, dia mengenali suara itu. Sangat persis dengan suara kegelapan yang pernah ia dengar dahulu, hanya saja … kali ini dia tidak melihat sosoknya sama sekali.
"Kau berani meyebutmu sebagai Raja, artinya kau siap untuk melawanku."
Suara itu kembali terdengar.
==
==
Napas Raja Wedden naik turun, tersengal tidak keruan. Ia menghentikan langkahnya di tengah jalan, membiarkan para pasukan juga terhenti tiba-tiba di belakangnya.
Tidak dapat dipungkiri kalau dirinya mulai terganggu dengan suara-suara yang menyebalkan itu. Dia meyakini kalau itu hanyalah hayalannya, suara dari kekhawatiran yang terealisasikan oleh ketakutan. Namun dia kembal mencernanya, dan semuanya menjadi cukup masuk akal baginya. Karena memang, jika dia adalah Raja yang sebenarnya, maka dia dapat mengalahkan apapun yang ada di dunia in.
"Aku berhasil mengalahkan Kegelapan," gumam Raja Wedden lirih. "Aku berhasil mengalahkan kalian berdua. Artinya aku adalah pemenangnya," gumamnya lagi.
"Ada apa Raja? Kau membutuhkan bantuan?" Han, pemimpin pasukan yang mendampingi Raja Wedden kali ini menghampirinya. Dia memiliki tugas sebagai pengganti sementara Egara.
"Aku melihat kedamaian di depan sana. Aku ingin segera mencapainya, maka kalian selesaikanlah semua ini dan berikan jaminan keselamatan dan keamanan untuk semua penduduk." Kalimat Raja Wedden sangat menenangkan.
"Baik, Raja. Akan kami laksanakan." Han sedikit membungkukkan tubuhnya.
Para pasukan lalu kembali berpencar, memecah barisan dan membagikan semua bahan makan yang mereka bawa di kereta.
Raja Wedden masih berdiam diri, lalu detik berikutnya ia memutar balik dan memacu kencang kudanya kembali menuju Kerajaan Northan.
Dia masih memikirkan Egara. Sosok pria yang masih membuatnya ingin bertarung.
*
"Kau bukan Rajanya," ucapnya. "Kau tidak akan sanggup melawan kekuatan besar yang akan datang menyerang. Semua stok baju perangmu, senjata terbaikmu. Semuanya tidak akan cukup. "
"Kau tidak memprediksi perang kedua, 'kan? Perang yang lebih besar dari sebelumnya dan menyebabkan kematian di seluruh negeri Persei."
*
"Argh sial! Kenapa omong kosong itu terus menghantuiku!" geramnya.
Dia bergegas menuju Kerajaan, dia menghampiri Pangeran Soutra dan semua tamunya. Dia juga segera mengirimkan surat pada seluruh Raja yang memerintahkan agar masing-masing kerajaan mempersiapkan prajurit perang dalam jumlah banyak. Dia juga meminta para Raja harus mempersiapkan bahan makanan dalam jumlah besar, serta kebutuhan penduduk lainnya untuk menghadapi musim yang tidak tentu.
Sangat tiba-tiba dan tanpa aba-aba, sikap Raja Wedden itu membuat semua tamunya kebingungan dan khwatir.
"Ada apa, Raja? Tenangkan dirimu, katakanlah pada kami semuanya dengan perlahan," pinta Ley yang tidak biasa melihat Raja Wedden panik.
"Tidak ada. Aku hanya ingin seluruh negeri Persei menjadi wilayah terkuat dan teraman. Tidak pernah goyah dengan serangan dari manapun dan selalu siap dengan apapun yang terjadi," jawab Raja Wedden.
Kali ini, Raja Wdden, Pangeran Soutra, Ley, Tao, Hatt, Raseel, Corea, dan Diya sedang berada di ruang tengah, ruang tempat mereka biasa membahas tentang masalah.
Pangeran Soutra mengamati sikap Wedden yang tidak biasa. "Kau mengalami mimpi buruk?" tanyanya.
"Tidak."
"Kau melihat masa depan?" Tanya Pangeran Soutra lagi.
Wedden diam. "Kurasa aku mendapat petunjuk. Namun bisa saja ini salah, namun tidak ada salahnya kita bersiap diri."
"Petunjuk mengenai apa? Perang kedua?" ucap Ley.
Raja Wedden mehela napas panjang, namun kemudian dia mengangguk samar.
"Apakah musuh dari dalam?" ujar Raseel yang menduga-duga. "Kurasa kita tidak sedang memiliki masalah dengan siapapun," imbuhnya.
"Atau mungkinkah roh alam beserta pasukannya? Lalu seluruh nimfa yang tidak menyukai kepemimpinan Raja baru?" sahut Corea yang ikut menanggapi.
"Semuanya sangat mungkin, namun aku tidak tahu jawaban mana yang benar. Bisakah kalian mengikuti perintahku saja? kita persiapkan semuanya, apapun itu. Aku hanya ingin kita kuat pertananan dan tidak banyak korban berjatuhan." Raja Wedden menatap satu per satu rekan bicaranya.
"Kau tidak sedang membahas tentang pria itu, 'kan?" celetuk Tao yang semula hanya diam.
"Pria itu?" seketika semua orang memiliki pikiran yang sama.
"Egara. Dia pria yang kuat yang kekuatannya bahkan tidak dapat kau prediksi. Apakah dia akan menjadi musuh baru yang akan menyerang seluruh negeri?" pertanyaan Tao seolah mewakili rasa ingin tahu dari sebagian besar orang.
Hening sejenak.
"Aku pernah mendengar kisah darinya mengenai mimpi yang ia alami dan menjadi kenyataan," ujar Corea. "Egara bermimpi mengenai badai dan kekacauan kerajaan Northan. Di dalam mimpinya dia melihat Putri Leidy, namun ternyata kejadian itu benar terjadi dan rupanya putri Leidy memang menjadi sumber dari keanehan alam yang terjadi."
"Adakah kisah lain?" Hatt penasaran.
Corea menggeleng. "Tapi dia dapat mendengar suara hatiku, bahkan membaca isi pikiranku yang sama sekali belum pernah kuutarakan," jawab Corea.
Raseel, Hatt dan Ley diam. Mereka pernah merasakan hal itu saat bersama dengan Egara, namun Ketua pasukan Northan itu bersikap seolah tidak mendengar apapun dari ketiganya.
"Tapi menurutku, Raja. Dia bukanlah musuh kita. Seperti yang kau pernah katakana, dia mengabdi untukmu. Itu artinya dia memiliki sisi baik dalam dirinya yang mampu menekan energy jahat yang juga ada di dalam dirinya," ujar Corea lagi.
"Ahh aku tidak menyebut dia sebagai musuh atau penyerang kita. Aku hanya khawatir jika ada kekuatan lain yang justru akan mengacaukan kita. Mengacaukan Egara, yang hendak kuadikan Raja."
Kembali hening.
Mereka sudah pernah mendengar kalimat ini sebelumnya, namun mereka masih menganggapnya sebagai lelucon. Kali ini, mereka tidak ingin merespon karena dari ekspresi Raja Wedden, kalimatnya jelas sangat serius.
***