BUKU SIHIR SANG RAJA ELF

Masih Tentang Egara



Masih Tentang Egara

3Bruk!     

Tubuh Egara terjatuh akibat tendangan kuat dari Jeo.     

"Kau baik-baik saja, Ketua?" Jeo segera mengapiri, namun Egara seketika mengarahkan pedang pada prajuritnya itu hingga membuat Jeo kembali menghindar dan melangkah mundur.     

"Kau tidak boleh mengasihani musuh! Serang aku!" teriaknya.     

Jeo iba. Jelas sekali Ketuanya itu sudah sangat lemah. Dia tidak akan kembali menyerangnya begitu saja.     

"Kurasa kita harus menyudahi latihan ini, Ketua." Jeo menatap Egara dengan iba.     

"Tidak."     

"Tapi …."     

"Aku harus menang melawan Raja Wedden besok!" gumam Egara nyaring.     

Jeo menarik napas panjang.     

"Mari kita sudahi setelah aku tidak lagi dapat berdiri," ujar Egara yang kembali berdiri, bersiap dengan pedangnya.     

Jeo menelan ludahnya, tangannya mulai gemetar namun dia memasang posisi untuk kembali siap menyerang Ketuanya.     

Egara berdiam sejenak, dia mencoba kembali mengumpulkan kekuatannya. Fokus, dengan tarikan napas panjang. Egara harus menyiapkan diri untuk melawan Raja dengan kekuatan maksimalnya.     

Kembali dengan serangan pedang tanpa sihir, lalu kemudian Egara menggunakan kekuatannya untuk membalas Jeo hingga membuat prajuritnya itu terhempas bahkan tanpa ia sentuh sedikitpun.     

Semua prajurit yang menonton menjadi semakin tertarik. Karena mereka melihat sisi dari Ketua mereka sebagai sosok penyihir.     

"Aku tidak akan kalah darimu," gumam Egara. Dia kembali menggunakan kekuatan sihirnya.     

Namun kali ini Jeo mampu menghindar karena Ketuanya itu belum dapat mengendalikan kekuatannya dengan baik karena keadaannya yang masih lemah.     

Cukup lama saling menyerang, Jeo memutuskan untuk menghunuskan pedangnya pada Egara. Sontak hal itu membuat semua orang terkejut, namun Egara menahan ujung pedang itu dengan telapak tangannya dan menyerang balik dengan kekuatan penuh hingga Jeo kembali terpental jauh hingga memuntahkan darah.     

Egara menatap Jeo yang lemah, kedua manik matanya Nampak menyala memancarkan aura yang sangat tidak biasa.     

Dari kejauhan, Raja Wedden ternyata menonton pertunjukan pertarungan itu. Dia mengamati dengan seksama semua hal yang dilakukan oleh Egara dan Jeo. Decak kagumnya tidak dapat disembunyikan karena dia sungguh tidak menduga kalau Ketua Pasukan Northan itu sangat kuat.     

Namun belum sempat ia berhenti berdecak kagum, dia dikejutkan dengan jatuhnya tubuh Egara ke atas tanah dan tidak sadarkan sidi.     

Sontak saja, para prajurit segera menghampiri ketua mereka. Sebagian lagi sebelumnya telah memberikan bantuan pada Jeo yang telah terlebihdulu tidak sadarkan diri.     

Latihan bertarung yang menyebabkan dua pihak saling tidak sadarkan diri. Sungguh pemandangan yang langka.     

Pangeran Ren yang ikut menonton bertepuk tangan dengan tanpa aba-aba dari siapapun. "Waw dia bukan manusia yang sembarangan," ucapnya.     

Raja Wedden mengikuti para prajurit yang kembali membawa Egara ke ruang perawatan. Dia mengkhawatirkan pria itu mengalami cidera berat karena tindakannya barusan.     

Sementara Raseel dan Hatt memilih untuk melihat keadaa Jeo yang terlihat lebih parah karena berdarah.     

Pangeran Ren mengangguk pelan. Dia menjadi lebih tertarik dengan Egara, pria yang sebelumnya sempat menjadi bahan pembicaraan diantara para Raja karena garis keturunannya juga pengalaman di masa lalunya yang menjadi pasukan Kerajaan kegelapan.     

Kali ini keadaan Egara lebih parah dari sebelumnya. Tubuhnya sangat dingin dengan kedua telapak tangannya yang berdarah tanpa henti. Raja Wedden sempat mengecek denyut nadinya yang sangat lemah, sangat berbeda dari keadaan saat bertarung dengan Raja Wedden sebelumnya.     

"Apa Ketua baik-baik saja, Raja?" Tanya Jeo lirih. Dia menatap Ketua pasukannya dari tempatnya berbaring.     

Han menahan tubuhnya yang masih lemah untuk bangun. Karena Jeo merasa sangat bersalah karena telah memenuhi permintaan Egara untuk melawannya hingga batas kemampuan.     

"Kau tidak perlu mengkhawatirkan dia. Dia manusia terkuat, kau tahu?" ujar Raja Wedden.     

Jeo masih diam. Napasnya masih sesak karena dia mendapat serangan kekuatan dari Egara, namun beruntung dia masih sadarkan diri.     

"Hanya dengan beristirahat selama semalam, kekuatan pria ini akan kembali pulih. Kau tidak perlu terlalu memikirkannya," ujar Raja Wedden lagi.     

Raja Wedden meminta para pelayan untuk dapat memberikan perawatan terbaik pada kedua prajuritnya itu. Dia juga meminta untuk selalu mengawasi keduanya di tiap detik, agar tidak terjadi hal apapun yang tidak diinginkan.     

Corea dan Cane menyusul ke ruang perawatan karena dia mendengar kabar dari dua peri lembah bersaudara yang menghampiri pasukan wanita yang sedang berkumpul di sisi lain halaman belakang. Diya juga bergabung dengan mereka.     

Penjaga Pangeran Soutra itu segera menghampiri Tuannya dan mengecek keadaannya.     

"Kau tidak terlibat, 'kan?" Tanya Diya pada Pangeran Ren yang berdiri di dekat pintu.     

Pangeran Ren menggeleng. Diya segera mehela napas panjang lega. Dia memang tidak begitu peduli jika ada orang lain yang mengalami luka ataupun cidera, namun jika itu Tuannya, maka dia akan sangat panic karena dia merasa lalai dalam menjalankan tugas.     

"Kau masih ingin menantangnya besok?" Tanya Pangeran Ren pada Raja Wedden.     

Diam sejenak. "Jika dia bersedia. Kenapa tidak?" jawabnya.     

"Tapi bukankah kau merasa ini tidak adil? Sebenarnya, apa yang kau pikirkan? Apa yang sedang kau rencanakan untuk pria itu?" Pangeran Soutra mengamati Raja Wedden.     

"Aku akan menjadikannya Raja, jika dia menang."     

Hening.     

Semua orang yang mendengar jawaban singkat dari Raja Wedden seketika mematung dan beberapa saling pandang, begitu juga dengan para prajurit dan pelayan.     

"Kau bercanda, Raja?" Corea mengernyitkan dahinya. Dia yang semula hendak mendekat pada tempat tidur Egara, berubah haluan dan segera menghampiri Raja Northan.     

Tidak ada seorangpun yang berekspresi gembira dengan jawaban dari Raja Wedden. Terlihat panic dan mengkhawatirkan sesuatu yang mereka bahkan tidak tahu itu apa.     

"Kembalilah istirahat. Ini sudah sangat larut." Raja Wedden melangkah keluar. Namun pangeran Soutra menahan lengannya.     

Pangeran berambut merah muda itu membutuhkan penjelasan sejelas-jelasnya. "Kau tahu tujuanku kemari untuk memperkuat wilayah, 'kan? Lalu kenapa kau bercanda dengan mengatakan omong kosong seperti ini? Apa maksudmu aku harus mempelajari semua sihir juga hal lain Egara? Ahh sebenarnya aku tidak keberatan. Hanya saja … kenapa? Bukankah ini adalah kedudukan untukmu? Pewaris Raja Elf?" kalimat panjang Pangeran Ren mendapat persetujuan dari orang-orang yang berani mengangguk samar.     

"Pangeran … kalian semua juga. Jika sampai Egara menang melawanku, itu artinya dia adalah yang terkuat. Lalu apakah mungkin seseorang yang terkuat hanya akan menjadi penjaga kerajaan? Sementara Raja yang memimpin tidak memiliki kekuatan yang imbang?" kata Raja Wedden.     

"Tapi dia kegelapan," celetuk Raseel yang menjadikannya pusat perhatian.     

"Itulah yang membuatnya istimewa. Dia memiliki kegelapan, namun juga mampu menampung energy baik dan kekuatan sihir. Dia sanggup. Aku bahkan tidak pernah terpikir untuk memiliki kekuatan sebesar itu," ujar Raja Wedden lagi.     

Kembali hening.     

"Lalu bagaimana dengan Raja Wedden?" Tanya Cane.     

"Bagaimana juga dengan kami?" tambah Han yang masih berdiri di dekat Jeo yang terbaring namun sadar.     

Raja Wedden menarik napas panjang. "Biarkan aku berpikir mengenai hal ini," jawabnya lalu pergi meninggalkan ruang perawatan dengan segala kebingungan di kepala semua orang.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.