BUKU SIHIR SANG RAJA ELF

Hasil Kebun Penduduk



Hasil Kebun Penduduk

3Pasukan wanita yang dipimpin oleh Corea dan Cane tiba di Kerajaan dengan membawa dua pria muda yang kedua tangan mereka diikat kuat dengan tali.     

"Kalian anak muda pemalas!" sentak Corea cukup nyaring. "Seharusnya kalian bekerja bukan mencuri!" imbuhnya.     

"Kami akan menjalankan hukum yang berlaku di wilayah Selatan. Kalian harus di proses dengan adil," ujar Cane lagi.     

Sebuah pemandangan yang cukup menarik karena biasanya pasukan pria lah yang menangkap penjahat.     

Pasukan wanita itu belum mengetahui kehadiran rombongan Kerajaan Soutra. Mereka segera memasukkan dua pencuri tadi dalam penjara lalu mengembalikan kuda pada kandang dan berkumpul sejenak untuk berbincang.     

Tatapan pangeran Soutra tertuju pada Corea. Entah sejak kapan peri lembah wanita itu selalu berhasil membuatnya tersenyum dan termenung.     

Hal itu diketahui oleh Raseel dan Hatt yang saling pandang. "Jadi bagaimana menurut kakak? Pangeran Utara atau prajurit kepercayaan Raja Selatan?" bisik Hatt lirih.     

"Ah sial. Kenapa kau bertanya begitu," umpat Raseel yang juga lirih.     

"Aku sudah mengawasi pangeran cantik itu sejak lama yang selalu memandangi Corea. Kurasa prajurit terbaik Raja Wedden juga selalu melakukan hal yang sama. Selalu memandang dan lebih memperhatikan." Kali ini Hatt berperan sebagai pengamat karakter orang lain.     

Raseel tertawa simpul. Segera saja dia memukul pelan kepala adiknya itu. "Kau ingin menjual adikmu dengan keuntungan besar?" ujar Raseel.     

"Tidak menjual, hanya menawarkan dan membiarkan dia memilih jalannya sendiri," sahut Hatt kemudian.     

Ketika masih sibuk mengobrol, Corea menoleh kearah rombongan kedua kakaknya berada. Disana, manik matanya menangkap tatapan dari seorang pria cantik dengan rambut merah muda yang tidak lagi panjang.     

Corea segera menepuk bahu Cane dan memberitahunya kalau mereka kembali kedatangan tamu istimewa. Keduanya lalu menghampiri untuk menyapa.     

"Kamu melakukan sebuah kebaikan lagi," ucap pangeran Ren sebagai sapaan untuk Corea.     

Peri lembah wanita itu sedikit mengerutkan dahi, ridak memahami maksud dari pria bermabut merah muda itu.     

"Aku mendengar kisah tentangmu yang menyelamatkan nyawa putri Leidy," kata pangeran Ren. "Lalu apakah mereka berterimakasih?" imbuhnya.     

Corea segera berdecak. "Kurasa memang kata 'terimakasih' tidak pernah ada dalam kamus bahasa mereka," sahutnya kesal.     

Pangeran Ren tertawa samar. Dia banyak bertanya mengenai pencuri yang baru ditangkap.     

Percakapan panjang kembali terjadi. Raseel dan Hatt juga bergabung, sehingga sangat terasa sekali kalau mereka sedang berkumpul keluarga.     

Namun dimana raja Wedden? Belum ada seorangpun yang mengetahui keberadaan sang Raja Northan.     

Dari kejauhan, DIya memandangi pangeran Ren yang sedang berbincang. Dia hanya ingin memastikan kalau pangerannya itu selalu dalam keadaan baik-baik saja.     

Namun Diya kemudian mengerutkan dahi. Dia tidak menyukai interaksi pria berambut merah muda itu dengan wanita berambut panjang disana. Dia tidak mengingat namanya, namun dia mengingat kalau wanita itu adalah pendamping Raja Wedden.     

Tanpa aba-aba, tiba-tiba saja Diya berdiri dengan tatapan lekat tertuju pada pangeran Ren. Masih dengan menggenggam rumput, Diya tidak mempedulikan orang sekitarnya yang selalu bertanya-tanya mengenai sikapnya.     

Gerakan Diya itu diketahui oleh pangeran Ren yang segera menoleh kearahnya. Keduanya saling bertatap untuk beberapa saat, lalu pangeran Ren kembali menyibukkan diri dengan rekan-rekannya.     

*     

*     

Satu, dua, tiga, empat … banyak sekali kereta barang yang memasuki wilayah Kerajaan. Semuanya adalah hasil panen dari penduduk yang diperuntukkan pada Raja dan semua penghuni Kerajaan.     

Para prajurit dan pelayan membantu untuk menurunkan barang-barang itu. Segera mereka bawa sebagian pada gudang bahan makanan, sebagian lagi diletakkan di bagian dapur untuk dijadikan hidangan selanjutnya.     

Pangeran Soutra melihat satu wadah besar buah berry emas. Seketika dia menghampiri pelayan dan memintanya.     

"Bisakah aku memilikinya? Sedikit saja," pintanya.     

"Kau sangat menyukainya ya pangeran? Tentu saja kau boleh memilikinya. Mau yang wadah kecil atau wadah besar?" tanya pelayan dengan ramah.     

"Kecil saja," jawab pangeran Ren.     

Pelayan itu segera menyerahkan wadah kecil yang dipenuhi oleh buah berry emas.     

Setelah berterimakasih, pangeran Ren menuju kebun dan menghampiri Diya yang masih bercengkrama dengan beberapa pekerja kerajaan Northan. Dia dengan mudahnya akrab dan berteman dengan para wanita itu.     

"Hey, kau!" teriak pangeran Ren dari agak jauh.     

Diya tidak mendengarnya, dia terlalu sibuk dengan gurauannya.     

"Diya!" panggil pangeran Ren sangat nyaring hingga membuat hampir seluruh pekerja menoleh padanya karena terkejut.     

Diya segera mengangkat wajah. Betapa terkejutnya dia ketika melihat sosok pangeran Ren dengan perangainya yang tidak menyenangkan.     

"Ada apa, Pangeran?" Diya menghampiri tuannya itu masih dengan keadaan diri yang kotor karena tanah.     

Pangeran Ren menyerahkan wadah kecil yang ia dapat dari pelayan tadi.     

"Apa ini?" gumam Diya yang segera membukanya. "Waaahhh banyak sekali. Darimana kau mendapatkan ini, Pangeran? Semuanya terlihat kuning dan menyegarkan," ucap wanita itu girang. Namun dia cukup kesulitan untuk dapat memakannya dengan segera.     

Dia hendak meminta tolong Pangeran untuk memegangi wadah itu lagi saat ia hendak membasuh kedua tangannya, namun dia merasa canggung dan hanya terdiam karena terlalu alama berpikir.     

"Sini," Pangeran mengambil kembali wadah itu.     

"Em buka mulutmu!" pangeran mengambilkan satu dengan memegangi tangkainya.     

Canggung, namun Diya menuruti permintaan pria berambut merah muda itu begitu saja.     

"Wah manis. Ini berry emas terbaik yang pernah kumakan," celetuk Diya. "Bolehkah? Dua lagi?" ucapnya seraya menyeringai pada pangeran.     

Semula pangeran Ren mendengkus kasar, namun dia kembali menyuapi wanita itu dengan beberapa buah yang sangat disukainya itu.     

"Terimakasih, Pangeran. Aku akan menyimpannya. Ah tidak, maksudku aku akan memakannya segera setelah selesai dengan semua pekerjaan disana," ujar Diya.     

"Aku akan menyimpannya untukmu," sahut pangeran Ren.     

"Aku tidak keberatan, namun jika kau memakannya hingga habis maka aku tidak akan memaafkanmu," ujar Diya lagi.     

Pangeran Ren mengangkat sebelah alisnya. "Jika kau tidak suka, kau boleh pergi setelah ini."     

Diya terdiam. Dia selalu saja dibuat kesal oleh kalimat pangeran Ren. Dia lalu mengangguk dan kembali pada pekerjaannya yang belum selesai.     

Sementara itu, di kejauhan. Lagi-lagi Hatt mengawasi gerak gerik pangeran Soutra bersama penjaga pribadnya.     

"Jika ternyata mereka akan berjodoh, kurasa Corea akan dengan senang hati birsama dengan ketua pasukan Northan," gumam Hatt yang hanya didengar oleh dirinya sendii.     

Menghitung sesuatu, Hatt terlihat sibuk hingga meanrik perhatian si Tao yang telah kembali ceria karena jubah kesayangannya telah kembali seperti sedia kala.     

"Kau membutuhkan teman?" sapa Tao yang masih sangat muda dibanding dengan dengan usia Hatt.     

Hatt menggeleng. Dia lalu kembali duduk untuk menikmati hidangan dari kerajaan.     

"Antara Timun dan tomat. Mana yang paling kau sukai?" Tanya Tao yang mengeluarkan beberapa makanan dari saku jubahnya yang cukup panjang.     

"Berikan aku tomat satu, Bocah." Hatt membenarkan posisi duduknya.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.