BUKU SIHIR SANG RAJA ELF

Rencana Raja Wedden



Rencana Raja Wedden

0Raja Wedden telah meminta seorang pelayan untuk membawakannya secarik kertas dan pena. Dia hendak mencoret-coret serta menggambar mengenai segala hal yang ada di kepalanya. Mulai dari rencananya untuk Kerajaan Northan, lalu rencananya yang lain untuk tiga kerajaan lainnya, dan satu kerajaan baru yang sedang ia pertimbangkan untuk dibangun sebagai pusat dari negeri Persei.     

Garis demi garis, dicoretkan Raja Wedden pada kertas. Mulai terlihat denah dengan beberapa tulisan sebagai keterangan lokasi dari yang ia gambar.     

Sesekali ia melirik Egara yang berada di tempat tidur agak jauh di depannya, hanya untuk memastikan apakah pria itu sudah siuman atau belum.     

Sambil menikmati minuman panas, Raja Wedden terus melanjutkan gambarannya tanpa menghiraukan kunjungan dari pangeran Soutra ke Kerajaan Northan yang hendak menemuinya.     

Belum ada prajurit yang mengetahui kalau Raja Wedden telah keluar kamar, hanya beberapa pelayan yang menjaga ruang perawatan yang mengetahuinya. Itupun mereka hanya diam dan membiarkan sang Raja menikmati waktunya bersama dengan coret-coretnya.     

Sangat serius, Raja Wedden terlihat mengerutkan dahinya beberapa kali lalu mengangguk setelahnya. Kembali dicoretnya lagi lembaran kertas dan menggeleng setelahnya. Sebuah pemandangan yang tidak biasa bagi siapapun yang selalu melihat sosok Raja itu selalu sibuk dengan dirinya sendiri.     

"Ada apa dengan keningmu?" suara parau Egara mengejutkan Raja Wedden.     

Ketua pasukan Northan itu telah siuman, namun hanya sedikit menoleh untuk melihat siapa yang sedang menemaninya.     

Raja Wedden manatap Egara dengan canggung. Dia tidak memiliki jawaban untuk pertanyaan yang baru ia dengar.     

"Bagaimana keadaanmu?" Tanya Raja mengalihkan topic.     

Egara masih sangat malas. Dia hanya mengangguk semampunya. Pandangannya tertuju pada lembar kertas yang masih ada di tangan sang Raja. Sedikit ia picingkan kedua matanya mencoba untuk membacanya dari kejauhan.     

Raja Wedden mendekati Egara. Diamatinya tubuh pria itu dari ujung kaki hingga ujung kepala. Lalu kemudian dia menarik napas panjang.     

Egara mengerutkan dahi. "Apa yang kau lihat? Raja?" ucapnya terbata.     

"Hanya penasaran kenapa kau masih baik-baik saja setelah aku hampir membunuhmu," ucap Raja Wedden datar.     

Egara diam. Kali ini dia tidak memiliki respon yang cocok untuk kalimat Raja Wedden.     

"Sudah bisa bangun?" tanya Raja.     

Lagi-lagi Egara hanya diam, berkedip beberapa kali lalu mencoba bangun dengan sendirinya.     

"Eh, Tuan. Tidak seharusnya anda …." Seorang pelayan terkejut dengan Egara, namun langkahnya terhenti ketika Raja Wedden meliriknya tajam.     

"Ah maaf," ucap pelayan itu lirih dan segera melangkah mundur.     

"Sial," umpat Egara yang masih merasakan tubuhnya lemah namun harus memaksakan diri karena dia harus terlihat baik-baik saja. jantungnya bahkan masih berdegup gencang saat dia banyak gerak, nyeri saat Raja menyerang bagian jantungnya itu masih terasa dan membuatnya cukup trauma.     

Raja Wedden hanya berdiri mengamati semua yang dilakukan oleh Egara. Mulai dari pria itu berusaha untuk duduk hingga bangkit untuk berdiri.     

Keduanya saling bertatapan satu sama lain, cukup lama. Wedden mengamati manik mata Egara yang terlihat berkilau.     

Sedikit ia mengingat ucapan dari Putri Biru yang mengatakan kalau EGara bukanlah keturunan Elf, hanya keturunan penyihir dengan kekuatan besar.     

"Kau ingin membunuhku?" Tanya Raja Wedden.     

Egara mehela napas panjang. "Tidak," jawabnya.     

"Apa yang kau lakukan setelah kekuatanmu semakin kuat?"     

"Entah."     

Raja Wedden lalu mengumpulkan kekuatan di telapak tangannya. Egara jelas melihat api biru menyala tanpa sumbu di telapak tangan sang Raja. Hal itu membuatnya menelan ludah, seolah dapat merasakan sakitnya serangan itu jika terkena pada tubuhnya.     

Tanpa aba-aba, Egara melangkah mundur. "Maafkan aku," ucapnya.     

Untuk pertama kalinya, Raja Wedden melihat Ketua pasukannya itu membungkuk dengan mimik wajah yang sangat takut padanya.     

"Kau tidak seharusnya meminta maaf," ujar Raja yang membuat Egara kembali mengangkat wajahnya. "Bertarunglah denganku sekali lagi untuk penentuan akhir,' imbuhnya.     

Egara mendengkus. Dia mulai merasakan lututnya gemetar karena cukup lama ia berdiri menahan tubuh yang masih sangat lemah.     

"Kau bersedia?" Tanya Raja Wedden lagi.     

Dengaan helaan napas panjang, Egara mengangguk menyetujui permintaan sang Raja untuk mengadakan pertarungan ulang.     

"Ah Raja! Kau membuat kami cemas!" ucap nyaring Raseel yang menyusul sang Raja bersama dengan Pangeran Soutra. Raja Wedden segera berbalik dan memandangi kedua rekannya itu.     

Disaat yang bersamaan, Egara nyaris terjatuh namun dia segera kembali duduk di tempat tidurnya dan memberi isyarat pada pelayan untuk dapat memberinya air minum.     

"Hey, kenapa kau disini?" Raja Wedden menatap Pangeran Ren dengan ekspresi bingung.     

"Kau sedang apa?" Tanya Pangeran Ren balik.     

"Ah tidak. Hanya …," Raja memandangi Egara yang sedang minum di tempat tidurnya. "Ah tidak penting. Ayo berkeliling kerajaan, kau pasti lelah." Raja Wedden segera keluar.     

"Aku sudah sejak pagi dan berkeliling ke setiap sudut kerajaan. Kurasa aku tidak memiliki rute lagi," sahut Pangeran Ren.     

"Begitukah? Kalau begitu kita ke balkon."     

"Sudah."     

"Kebun Kale."     

"Sudah."     

Raja Wedden menarik napas panjang. Dia lalu berbalik dan menatap tajam Egara yang baru saja hendak kembali berbaring. "Kau! Antarkan kami ke ruang rahasia yang kau sebutkan waktu itu!" ujarnya.     

Egara dalam keadaan setengah berbaring itu sempat mematung sejenak.     

"Biar aku saja, Raja. Aku tahu tempatnya," sela Raseel.     

"Begitukah? Emm baiklah." Raja Wedden mengangguk pelan. "Kau kembalilah berbaring. Tapi aku ingin besok kau memenuhi permintaanku tadi," ucap Raja pada Egara yang hanya mampu mengangguk karena ia tahu Raja tidak menerima penolakan dalam alasan apapun.     

Raja Wedden segera meninggalkan ruang perawatan bersama dengan Raseel dan Pangeran Soutra. Hatt yang baru saja menyusul, sejenak memperhatikan keadaan Egara yang terlihat lemah sedang berbaring.     

"Hey, kau masih akan hidup, 'kan?" celetuknya.     

Egara seketika memejamkan matanya, malas untuk merespon siapapun lagi. Hanya berbincang dengan Raja namun dia telah merasakan nyeri di seluruh tubuhnya.     

"Ah entah kenapa aku merasa kasihan padamu. Pria terkuat yang kini hanya bisa berbaring tak berdaya. Tapi aku juga merasa kasihan," oceh Hatt.     

"Apa kau dendam dengan Raja? Kau berencana untuk membalas dendam? Kusarankan untuk melupakan pikiran seperti, Bung. Karena kau akan mengorbankan diri sendiri ….."     

Egara bangun secara tiba-tiba mengejutkan Hatt yang segera melangkah mundur.     

"Aku masih sanggup bertarung," ucap Egara yang menatap tajam Hatt. "Mau mencoba kemampuan sihirku?" Egara turun dari tempat tidurnya, dia mendekat pada Hatt hingga tubuh keduanya hanya berjarak sejengkal.     

"Tidak. Aku hanya memperingatkanmu."     

"Terimakasih. Tapi aku tidak takut pada apapun. Kau tahu itu, 'kan?" ujar Egara lagi.     

Hatt mengangguk pelan. Lalu dia terus melangkah mundur. "Aku memiliki kesibukan sekarang. Raja membutuhkanku. Kau kembalilah istirahat." Hatt menepuk pelan bahu Egara lalu segera pergi meninggalkan Ketua Pasukan Northan itu sendirian di ruang perawatan.     

Egara mendengkus kasar. Ingin sekali dia memukul wajah peri lembah itu, namun dia tidak ingin ada masalah baru yang terjadi padanya.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.