BUKU SIHIR SANG RAJA ELF

Egara Membutuhkan Perawatan



Egara Membutuhkan Perawatan

2"Kau bisa membebaskan diri sendiri? Kemarilah, lawan aku!" ucap Raja Wedden dengan entengnya. Dia bahkan tidak seperti sedang menantangi seorang musuh, melainkan sedang mengajak seorang teman untuk bermain.     

Tanpa banyak alasan, Egara membebaskan dirinya sendiri dari jerat sihir Raja Wedden. Seketika Raja mengetahui kalau Ketua Pasukannya itu sungguh bukan orang yag biasa.     

"Serang aku dengan semua kekuatanmu dan sihir yang kau punya," tantang Raja.     

Egara semula malas, namun ketika kembali memperhatikan sekitar yang tidak akan mengganggunya, dia mulai tertarik.     

Tanpa banyak basa basi lagi, Egara segera menyerangnya dengan pukulan kerasnya. Masih pemansan, lalu kemudian ia melafalkan mantra untuk membuat Raja mematung dan menyerangnya bertubi.     

Namun serangannya itu tertangkis dan hanya melesat begitu saja.     

Raja mengarahkan telapak tangannya pada Egara, dengan tatapan tajam dia lalu melafalkan mantranya lirih dan melesat secepat kilat segera mencekik Ketua Pasukan Northan begitu saja.     

Egara tidak mempersiapkan diri, dia sempat kuwalahan dengan cekikan kuat dari sang Raja. Kemudian dia menjentikkan jemari dan berhasil menepis tangan Raja dengan sihir karena tubuhnya mulai lemas karena aliran darah mulai terhenti.     

Egara mendengkus, rupanya Raja sedang tidak main-main untuk mengajaknya bertarung. Dia kemudian mencurahkan semua kekuatannya, sekaligus mempraktikkan semua yang telah ia pelajari dari Buku Sihir .     

Serangan dibalas serangan, sihir dibalas sihir. Keduanya hingga terengah dan lelah walau tidak terluka secara fisik.     

Raja Wedden menarik napas panjang, dia ingin mengakhiri pertarungan ini dengan menjatuhkan Egara.     

Benar saja, dia lalu menggunakan gerakan cepatnya untuk menyerang fisik pada Egara, lalu merogoh kerongkong pria berambut coklat itu untuk meremas jantungnya.     

Arrrghhh!     

Egara mengerang hebat. Dia dapat merasakan sakit dan panas disaat yang bersamaan. Bayangan mengenai makhluk api bawah tanah terlintas dalam kepalanya.     

Raja Wedden menarik tangannya. Membairkan Egara terjatuh ke lantai dengan napas tersengal dan tubuh yang sangat lemah. Seolah hanya sekali pukulan lagi, pria itu akan benar-benar tidak selamat.     

Raja membiarkan Egara untuk terkapar beberapa saat, hingga sedikit membaik lalu dia kembali mengambalikan keadaan dengan menjentikkan jemari. Waktu kembali berputar dan kembali normal.     

"Eh kenapa kau tiba-tiba terbaring?" celetuk Hatt yang terkejut karena hanya dalam kedipan mata, Egara terlihat terkapar dan tidak bertenaga sama sekali.     

Semua orang terheran-heran, mereka juga saling bergumam dan saling pandang untuk mencari jawaban.     

"Prajurit! Bawa ketua kalian ke ruang kesehatan!" perintah Raja Wedden. Ia juga masih menetralkan napasnya, segera saja dia meminum minumannya dan kembali memakan kue kering.     

"Apa yang terjadi? Ada apa dengannya? Apa dia mendapat karma karena telah berbohong padamu?" pertanyaan bertubi dari semua rekan Utara.     

Raja Wedden manarik napas panjang. "Dia hanya lelah," sahutnya untuk semua pertanyaan.     

*     

*     

Raja Wedden mengatahui banyak tentang Egara, juga mengetahui latar belakangnya walau tidak keseluruhan kisah. Dia telah mengenali karakter Egara, itulah yang membuatnya berani untuk mennjadikan Egara sebagai Ketua Pasukan Kerajaan Northan sekaligus Prajurit kepercayaannya.     

Bagi Wedden, Egara memang istimewa dengan segala kekasarannya dan sikapnya yang dingin. Namun masih banyak hal yang membuat Wedden bersedia menerima Egara dan dengan senang hati hidup selalu berdampingan.     

Walau telah mengetahui mengenai Buku Sihir, namun Egara sama sekali tidak menyalahgunakannya. Dia bahkan masih melindunginya dan berperan sebagai prajurit yang baik untuk raja Wedden.     

Padahal, jika dia telah menginginkan posisi Raja, maka dia akan menyerang kegelapa dari dalam dan mengambil singgasana.     

*     

*     

Egara terbaring lemah di ruang perawatan. Sesekali prajurit datang berkunjung, tapi tidak satupun dari mereka yang berani mengajak berbincang karena dari tarikan napasnya saja, terlihat kalau Egara masih belum bisa banyak aktivitas.     

Energi yang sangat kuat, seharusnya tidak membuat Egara terbaring dalam waktu yang lama. Namun Raja Wedden berhasil melemahkannya hanya dalam waktu singkat.     

Dalam tidurnya, Egara masih menyesali kebodohannya selama ini. Ilmu yang tidak ia terapkan sehingga dia sangat tidak dapat mengendalikan diri sendiri dan terkalahkan oleh seseorang yang benar-benar merupakan keturunan Raja Elf.     

Sebuah keajaiban ada pada dirinya, namun dia tidak memaksimalkan itu dan hanya hidup sebagai 'prajurit' namun selalu merasa kuat.     

Corea datang untuk menjenguk. Dia semula diam, dia kesal karena telah mengetahu rahasia besar Egara yang benar-benar diluar nalar. Buku SIhir adalah benda sacral yang menjadi tujuan perjalanan dan pertarungan, namun dengan diamnya, Egara justru merahasiakan hal itu dari Raja Wedden.     

Beruntung, Wedden benar-benar memiliki kekuatan dalam dirinya sehingga tidak memakai Buku itupun dia telah mampu memukul munduk pasukan Kegelapan.     

Corea mehela napas panjang. "Kau sialan!" umpatnya lirih. "Kau pria terburuk yang pernah ku kenal, kau tahu? Sejak awal aku sangat tidak menyukaimu," gumam Corea.     

Dipandanginya wajah Egara yang pucat pasi dengan lebam pada bagian leher dan lengan. Corea bertanya-tanya bagaimana semua lebam itu didapatkan oleh Egara, detik berikutnya dia merasa iba terlebih karena pria itu tidak lagi dapat memberikan respon apapun.     

Corea membenarkan selimut Egara, lalu memastikan kalau ruangan cukup hangat dan tidak akan membuat keadaan pria itu semakin buruk karena suasananya.     

Saat hendak meninggalkan ruang perawatan, Corea melihat ujung jemari Egara yang bergerak. Hal itu membuatnya terkejut sekaligus antusias, karena sudah sejak siang pria itu tidak sadarkan diri.     

"Pelayan, tolong …." Kalimatnya terhenti saat tangannya digenggam oleh Egara yang masih memejamkan mata.     

"Argh sial! Aku terkejut," gerutu Corea yang sama sekali tidak siap dengan gerakan Egara.     

Corea kembali mengamati Egara, pria itu terlihat tidak hidup namun tangannya mencengkeram tangan Corea cukup kuat.     

"Hey, kau!" ujar Corea mencoba menyentuh tubuh Egara.     

"Nona memanggil kami?" dua orang pelayan menghampiri Corea.     

"Ah itu, kukira kalian harus menyiapkan air hangat dan sup untuk Egara."     

"Apakah dia sudah sadar?" tanya pelayan bingung, mereka hendak mendekat namun ketika melihat tangan Corea dan Egara yang saling bertautan, mereka hanya segera mengangguk dan berpamitan untuk ke dapur segera.     

"Aku tidak menyukai sup," ucap Egara lemah.     

"Ah kau lagi-lagi mengejutkan!" sentak Corea. Dia hendak melepaskan pegangannya, namun Egara masih menahannya.     

Pria itu lalu membuka mata. "Kau kenapa selalu menggangguku?" tanyanya masih dalam keadaan sangat lemah.     

"Aku? Mengganggumu? Bukankah kita selalu berjauhan selama ini? Bagaimana bisa aku mengganggumu," gerutu Corea lagi. "Lepaskan," pintanya lagi namun Egara masih menahannya.     

"Lihat? Kaulah yang menggangguku!" uajar Corea.     

Egra menatap peri lembah itu lekat. "Apa aku pantas mati?" tanyanya.     

Corea menggeleng. Dia lalu menyentuh dahi Ketua Pasukan itu yang masih hangat. "Kepalamu terbentur keras ya sehingga selalu bicara tidak jelas?"     

Egara lalu mehela napas, mengalihkan pandangan dan melepaskan cengkeramannya pada tangan Corea.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.