BUKU SIHIR SANG RAJA ELF

Mimpi Buruk Corea



Mimpi Buruk Corea

0Corea berjalan gontai menuju kamar tidurnya. Besok ia harus melakukan patrol ke perumahan penduduk pagi-pagi sekali, namun sekarang dia bahkan terpejam sama sekali padahal sudah lewat dari tengah malam.     

Dihelakannya napas panjang, tubuhnya menjadi sangat emas karena kantuknya. Dia juga hingga kesulitan membuka pintu yang terkunci, beruntung seorang prajurit wanita baru juga kembali dari kamar kecil sehingga dapat membantu Ketua mereka untuk membuka pintu dan masuk.     

Corea segera berbaring di tempat tidurnya yang berseberangan dengan tempat tidur Cane. Dia memejamkan mata, namun terlalu banyak hal yang memenuhi pikirannya hingga membuatnya susah terlelap walau telah memejamkan mata.     

Terlebih mengenai pertemuannya dengan Egara di ruang perawatan beberapa saat yang lalu. Hal yang membuatnya benar-benar kesal, namun bingung secara bersamaan.     

Pria itu kenapa berubah? Masih tetap kasar, namun menjadi lebih peduli dengan Corea dan beberapa kali bicara banyak hal dengannya.     

Saat baru sadar tadi, pria itu langsung memegangi tangan Corea dalam waktu cukup lama. Dia juga tidak berkata-kata kasar, tidak mengusir Corea, bahkan memintanya untuk tetap berada di ruangan perawatan untuk menemaninya.     

Karena kondisi yang masih sangat lemah, Corea juga menyuapi Egara untuk makan sup dan minuman hangat. Sebuah kejadian yang saa sekali tidak terpikir oleh Corea akan dia alami bersama dengan Egara.     

*     

*     

Pria itu lalu membuka mata. "Kau kenapa selalu menggangguku?" tanyanya masih dalam keadaan sangat lemah.     

"Aku? Mengganggumu? Bukankah kita selalu berjauhan selama ini? Bagaimana bisa aku mengganggumu," gerutu Corea lagi. "Lepaskan," pintanya lagi namun Egara masih menahannya.     

"Lihat? Kaulah yang menggangguku!" uajar Corea.     

Egra menatap peri lembah itu lekat. "Apa aku pantas mati?" tanyanya.     

Corea menggeleng. Dia lalu menyentuh dahi Ketua Pasukan itu yang masih hangat. "Kepalamu terbentur keras ya sehingga selalu bicara tidak jelas?"     

Egara lalu mehela napas, mengalihkan pandangan dan melepaskan cengkeramannya pada tangan Corea.     

Corea terdiam sejenak. "Apa yang tadi terjadi? Apa Raja yang membuatmu seperti ini?"     

"Apa menurutmu ada orang lain yang akan melakukannya?" ujar Egara.     

Corea terdiam.     

Huhh … Egara mehela napas panjang lagi. "Apakah aku terlahir sebagai orang jahat?" gumamnya.     

"Iya," sahut Corea tanpa basa basi.     

"Lalu kenapa aku tidak bisa menghabisi Raja Wedden padahal aku memiliki kemampuan untuk itu?" uajr Egara seraya menatap Corea.     

"Karena kau menyayanginya. Kau merasa kalau kalian adalah saudara," jawab Corea.     

Kini giliran Egara yang terdiam.     

"Kau … kenapa mempelaari Buku Sihir?" tanya Corea.     

"Karena aku ingin."     

"Jadi, kau sungguh keturunan penyihir?"     

Egara menatap Corea, seolah memberikan jawaban dari tatapannya itu.     

"Aku tidak ingin menghabiskan waktuku sebagai prajurit kegelapan begitu saja. Terlalu membosankan, terkadang juga terlalu menyebalkan. Aku membutuhkan tempat untuk menenangkan diri, dan di tempat itu, aku menemukan ketenangan dan aku berteman dengan Buku SIhir."     

Corea menyimak.     

"Apakah itu aneh? Seorang prajurit kegelapan merasa bosan?" ucap Egara.     

Corea menggeleng. "Itu sangat alamiah," jawabnya.     

*     

*     

Corea mengubah posisi tidurnya. Dia lalu kembali membuka mata, kembali teringat akan kejadian saat di kebun anggur, saat seekor kuda lepas kendali dan nyaris menabraknya.     

Saat itu dia benar-benar terkejut karena kemunculan Egara yang segera memeluknya dan meneriaki pajurit mengenai kuda itu.     

*     

"Berhati-hatilah kalian! Cepat ikat kuda itu!" teriak Egara yang sangat marah.     

*     

Suara nyaring Egara masih dapat ia dengar dengan jelas hingga kini. Corea kembali mencoba untuk memejamkan matanya. Namun kali ini sosok putri Leidy muncul dalam kepalanya, masih tentang sikap Egara yang memberinya satu buah apel dan perhatian lainnya.     

Putri Leidy menyebutkan kalau Egara mungkin sangat menyukai Corea sehingga ia bersikap manis dengan peri lembah itu.     

"Argh sialan!" geram Corea yang kembali membuka matanya.     

"Kenapa pria it uterus menggangguku!" gerutunya sambil mengusap wajahnya yang sudah sangat mengantuk.     

*     

*     

Ketika Egara melawan makhluk api di ruang bawah tanah, terlalu banyak hal yang dikahwatirkan oleh semua orang di Kerajaan, termasuk Corea. Peri lembah itu memutuskan untuk menyusul, namun dia tidak berani untuk masuk dan menunggu hingga seseorang akan keluar menemuinya, karena suasananya terlalu menaktkan baginya.     

"Kau baik-baik saja?" Corea menunggu di pintu depan.     

Tanpa basa basi, Egara segera memeluk wanita itu dengan erat. "Aku akan selalu baik-baik saja," ucapnya.     

Corea sempat mematung, namun dia merasa sangat sesukur karena melihat keadaan Egara yang benar-benar baik-baik saja hanya terdapat luka bakar di telapak tangannya.     

*     

*     

"Apakah aku menyukainya?" ucap Corea pada dirinya sendiri. "Tapi dia pembohon," elaknya sendiri.     

"Ah tapi dia adalah sosok yang selalu diam, kurasa dia hanya tidak ingin memberitahu siapapun mengenai perasaannya. Dia menyukai tempat rahasia itu karena ingin menyendiri, itulah yang membuatnya tidak memberitahu siapapun tentang Buku Sihir. Ah tidak mungkin! Dia seharusnya tahu kalau Raja mencri Buku itu. Eh tapi mungkin dia merasa Raja tidak lagi membutuhkannya akrena kekuatan Raja telah maksimal?"     

Corea disibukkan dengan pikirannya sendiri.     

Cane yang berada di seberang tempat tidur Corea, rupanya terbangun dan telah memperhatikan sikap rekannya itu sejak beberapa saat lalu. Dia semula diam dan hanya memperkirakan hal apa yang kiranya mengganggu pikiran peri lembah itu hingga tidak kunjung memejamkan matanya.     

"Hey! Ssttt!" panggil Cane lirih. "Kau membutuhkan minuman hangat?" tanyanya.     

Corea menatap rekannya itu lalu menggeleng. "Aku hanya membutuhkan tidur," ujarnya.     

"Pejamkan matamu lalu berhitunglah. Kau akan lelah dan tertidur setelahnya."     

"Emm baiklah." Corea langsung mempraktikkan saran dari Cane itu.     

Cukup lama, namun rupanya sangat efektif karena Corea tidak lagi banyak gerak diatas tempat tidurnya dan Cane menduganya kalau peri lembah itu telah tertidur.     

Masih dengan mata yang tertutup, Corea merasa seseorang menyentuh wajahnya dengan jemari yang sangat dingin. Corea hanya mengerutkan dahi, dia sangat tidak menyukai jika ada seseorang yang mengganggunya saat tidur.     

"Hey, bangunlah. Temani aku."     

Suara seorang pria yang terdengar sangat berat. Corea hanya segera menutup wajahnya dengan selimut.     

"Corea … aku menyukaimu."     

Corea semakin mengerutkan dahi, namun detik berikutnya dia segera membuka mata dan mengenali suara pria itu.     

Belum berani membuka selimut yang menutupi wajahnya, Corea mencoba untuk memekakan pendengarannya.     

"Hey, aku tahu kau sudah bangun. Temani aku mala mini, ruang perawatan sungguh tidak nyaman."     

Suara itu benar-benar terdengar dekat di telinganya.     

Corea memberanikan diri untuk menampakkan wajahnya dan beanr saja, tepat di hadapannya sedang berjongkok sosok Egara yang menatapnya dari jarak yang sangat dekat.     

"Hay," sapanya lirih.     

"Aish sialan! Apa yang kau lakukan disini!!!"     

Corea marah sekali. Dia baru saja memejamkan mata namun sudah harus diganggu oleh pria itu.     

"Pergilah! Jangan menggangguku!!" teriak Corea cukup nyaring.     

Cane sangat terkejut melihat perilaku Corea yang aneh.     

"Hey, Corea! Kau bermimpi buruk?"     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.