Sihir dan Sihir
Sihir dan Sihir
Semua orang saling pandang, namun menjadi semakin bertanya-tanya.
"Apa yang dia lakukan?" gumam Tao.
"Kurasa dia membaca mantra," sahut Corea yang mendengar suara bocah itu.
"Begitukah? Mantra apa?" Tao sambil memakan kue kering.
Semua orang masih diam, namun tidak dengan Egara yang mulai merasakan panas di kedua telapak tangannya. Rasanya sama persis ketika ia meremas jantung makhluk api di ruang bawah tanah dahulu.
Egara kembali mengambil minumnya, namun tangannya gemetar membuatnya mengurungkan niat dan hanya mengambil sebutir anggur untuk dimakan.
Tidak hanya kedua telapak tangan yang panas, dia juga mulai merasakan jantungnya sangat nyeri seperti tertusuk oleh sesuatu yang tak terlihat.
Egara mencoba untuk mengatur napasnya. Namun ketidaknyamanannya itu tidak dapat disembunyikan karena peluhnya mulai membasahi seluruh tubuh, juga tubuhnya yang semakin terasa sakit membuatnya tidak tenang.
Egara mengepalkan kedua telapak tangannya, ia memejamkan mata dan terus mencoba untuk mengumpulkan energinya.
"Kau baik-baik saja, Ketua?" ujar seorang prajurit yang rupanya mengamati sikap ketuanya.
Egara menggeleng, namun dari raut wajahnya masih sangat jelas dia menahan sakit yang luar biasa.
Prajurit itu enggan menjauh, dia sangat mengkhawatirkan keadaan Ketua pasukan itu.
"Hentikan, Raja!" teriak Egara yang segera bangkit dari tempat duduknya.
Semua mata segera tertuju padanya, begitu uga degan Raja yang segera berhenti membaca mantra.
"Ada apa, Egara?" ucap Corea namun lirih.
Semua orang mengamati perubahan sikap dan keadaan Egara yang jelas tidak baik-baik saja.
"Kau hanya perlu mengatakan pada kami apakah kau bisa membacanya, tanpa harus membacanya di hadapan kami," ujar Egara.
Segera saja semua orang saling pandang dan merasa aneh dengan kalimat Egara.
"Kau kesakitan?" ujar Raja. Raseel dan Ley terkejut dengan pertanyaan Raja, padahal mereka berdualah yang sebelumnya hendak menanyakan mengenai hal ini.
Egara diam, hanya menatap sang Raja dengan tatapan yang tajam.
"Aku tidak akan menyakitimu, Egara. Aku hanya ingin menghilangkan sisa kegelapan dalam dirimu. Maka bertahanlah," uajr Raja Wedden lagi.
"Tidak perlu. Aku baik-baik saja dengan keadaan diriku," sahut Egara.
Sempat hening beberapa saat.
"Aku juga bisa membaca isi buku itu." Kalimat Egara itu berhasil membuat orang lagi-lagi tercengang.
Raja Wedden sedikit memiringkan kepalanya.
"Aku bahkan telah menguasai setengah dari isinya," imbuh Egara lagi.
"Hey, kau! Lancing sekali!" geram Ley yang seketika berdiri, namun ditahan oleh Raseel dan Hatt.
Egara hanya melirik para tamu itu.
"Apa menurutmu aku adalah kegelapan?" tanya Egara pada Raja Wedden.
Raja Wedden emnatap lekat Egara, lalu dia menjentikkan jemari dan berhasil membuat Ketua Pasukan itu mematung akrena sihirnya.
Raja Wedden kemudian berdiri dan mendekatinya. "Jadi, kau yang menukar buku yang ada di rumahku?" tanyanya.
"Kau sengaja melakukannya agar aku tidak bisa mempelajari buku sihir ini?"
"Aku tidak mengetahui apapun mengenai Buku di rumahmu. Kurasa itu palsu. Aku menemukan Buku itu jauh sebelum aku mengenalmu, dan kurasa usia kita tidak begitu jauh berbeda jadi aku tidak mungkin menukarnya," ujar Egara.
"Sejak kapan kau mengetahui tentang Buku ini?" Raja masih menatap lekat Egara.
"Saat awal aku menjadi prajurit kegelapan," jawab Egara. Semua orang saling bergumam tidak menyangka kalau selama ini Ketua pasukan Northan itu menyimpan rahasia besar.
"Apa yang kau lakukan setelah itu?" tanya Raja Wedden lagi.
"Mempelajarinya."
"Lalu?"
"Tidak ada. Aku mempraktikannya sesekali ketika kehidupanku sebagai rpajurit kegelapan sedang tidak menyenangkan."
"Apakah Raja Kimanh mengetahui ini?"
"Tidak," jawab Egara segera.
"Apakah Rader mengetahui ini?"
"Tidak."
Raja Wedden lalu mengerutkan dahinya. "Siapa yang mengetahuinya?" tanyanya.
"Hanya diriku. Aku kembali menyimpannya dan bahkan tidak membairkan seorangpun mengetahui ruangan penyimpanannya. Hanya saja untuk hari ini aku sedikit ceroboh," ujarnya sambil sedikit melirik Raseel.
"Hey! Kenapa kau tidak memberitahu Raja tentang ini sejak awal?" ucap Raseel nyaring.
"Kukira Raja telah memilikinya karena dia menguasai semuanya."
"Bohong," celetuk Corea. "Kau mengetahui semua tentang Raja Wedden sejak lama, mengenai penyebab awal perjalanan panjang yang Raja tempuh, hingga perpindahan kekuasaan Kerajaan Northan," imbuhnya lagi. Terlihat ia kesal dengan kedua mata yang memerah.
Egara membalas tatapan Corea, namun dia tidak mengatakan apapun.
"Kau ingin menjadi Raja?" ucap Wedden rada lirih.
Egara tidak memiliki jawaban kali ini. Dia tidak ingin menjadi Raja, namun dia juga bosan dengan kehidupannya yang selalu menerima perintah.
Raja Wedden lalu memandangi sekitar. Detik berikutnya dia kembali menjentikkan jemari dan membuat waktu berhenti berputar. Semua orang terdiam dan tidak bergerak sedikitpun, begitu juga dengan semua fungsi tubuhnya yang benar-benar berhenti beraktivitas.
Hanya tinggal Raja Wedden dan Egara, suasana menjadi lebih tenang dan nyaman.
"Kau bisa membebaskan diri sendiri? Kemarilah, lawan aku!" ucap Raja Wedden dengan entengnya. Dia bahkan tidak seperti sedang menantangi seorang musuh, melainkan sedang mengajak seorang teman untuk bermain.
Tanpa banyak alasan, Egara membebaskan dirinya sendiri dari jerat sihir Raja Wedden. Seketika Raja mengetahui kalau Ketua Pasukannya itu sungguh bukan orang yag biasa.
"Serang aku dengan semua kekuatanmu dan sihir yang kau punya," tantang Raja.
Egara semula malas, namun ketika kembali memperhatikan sekitar yang tidak akan mengganggunya, dia mulai tertarik.
Tanpa banyak basa basi lagi, Egara segera menyerangnya dengan pukulan kerasnya. Masih pemansan, lalu kemudian ia melafalkan mantra untuk membuat Raja mematung dan menyerangnya bertubi.
Namun serangannya itu tertangkis dan hanya melesat begitu saja.
Raja mengarahkan telapak tangannya pada Egara, dengan tatapan tajam dia lalu melafalkan mantranya lirih dan melesat secepat kilat segera mencekik Ketua Pasukan Northan begitu saja.
Egara tidak mempersiapkan diri, dia sempat kuwalahan dengan cekikan kuat dari sang Raja. Kemudian dia menjentikkan jemari dan berhasil menepis tangan Raja dengan sihir karena tubuhnya mulai lemas karena aliran darah mulai terhenti.
Egara mendengkus, rupanya Raja sedang tidak main-main untuk mengajaknya bertarung. Dia kemudian mencurahkan semua kekuatannya, sekaligus mempraktikkan semua yang telah ia pelajari dari Buku Sihir .
Serangan dibalas serangan, sihir dibalas sihir. Keduanya hingga terengah dan lelah walau tidak terluka secara fisik.
Raja Wedden menarik napas panjang, dia ingin mengakhiri pertarungan ini dengan menjatuhkan Egara.
Benar saja, dia lalu menggunakan gerakan cepatnya untuk menyerang fisik pada Egara, lalu merogoh kerongkong pria berambut coklat itu untuk meremas jantungnya.
Arrrghhh!
Egara mengerang hebat. Dia dapat merasakan sakit dan panas disaat yang bersamaan. Bayangan mengenai makhluk api bawah tanah terlintas dalam kepalanya.
Raja Wedden menarik tangannya. Membairkan Egara terjatuh ke lantai dengan napas tersengal dan tubuh yang sangat lemah. Seolah hanya sekali pukulan lagi, pria itu akan benar-benar tidak selamat.
***